28 Desember 2007

ADIL

“Bersalahkah aku?” tanyanya lirih. “Aku sendiri tak memahami mengapa harus berontak. Yang kutahu hanya, bahwa ketika aku menyaksikan dan mengalami ketidak-adilan manusia, aku terpanggil untuk melawannya. Dan aku tak memiliki cara lain selain dengan kekerasan untuk menghancurkan ketidak-adilan itu. Bersalahkah aku?”
Demikianlah tulisan dari seorang pemberontak Burma (sekarang Myammar) dalam buku “Burman in the backrow” yang baru kubaca. Kekerasan selalu terjadi karena kekerasan. Tak bisa lain. Ketika ketidak-adilan merajalela, ketika kebenaran dimatikan, ketika kekuasaan-kekuatan-kekayaan dinomor-satukan, maka timbullah benih-benih kekerasan dalam jiwa yang tertindas. Sementara itu kita setiap pagi, duduk enak menikmati sarapan di ruang yang mungkin ber-AC, membaca koran pagi sambil mengutuk tindakan kekerasan yang diberitakan tetapi hanya berdiam diri melihat hukum disalah-gunakan demi kenyamanan hidup kita.
Hidup memang sering tidak adil. Oleh sebab itulah Yesus mati disalib. Yesus mati karena Dia membela orang-orang kecil yang tertindas atas nama kemapanan kaum farisi yang penuh kemunafikan. Dia berkeliling sambil berbuat baik, tulis Rasul Paulus, dan karena itu Dia harus disingkirkan. Begitulah inti kehidupan Yesus, Tuhan kita. Maka berada di posisi manakah kita saat ini? Sedemikian mapankah kita sehingga malas untuk berpikir serta bekerja memberantas ketidak-adilan hidup? Sikap menyalahkan tetapi enggan untuk berbuat menghadapi masalah sosial dalam masyarakat adalah suatu kemunafikan pula. Kita perlu merenungi hidup. Kita perlu meninjau jauh ke dalam lubuk hati kita untuk menggali perbuatan-perbuatan Yesus. Jelasnya, kita harus memperbaharui hidup kita. Dengan demikian barulah kita mampu memperbaharui masyarakat. Jangan hanya mengeluh dan mengutuk. Jangan hanya berpangku atau mencuci tangan. Bahkan ikut melakukan kekerasan pula. Tindakan demikian tak akan menghasilkan buah kasih. Kecuali menjadi kurban. Atau penindas. Kita mungkin kecil seperti biji sesawi, tetapi jika kita tumbuh dalam cinta, kita akan membesar di atas segala hal dan akan bersaranglah segala jenis unggas-unggas kehidupan yang letih di ranting-ranting kita.
Di lain sisi, adilkah pula jika demi keadilan kita melakukan ketidakadilan? Benarkah, jika demi kebenaran kita melakukan ketidakbenaran? Apakah kita melakukan suatu pahala demi namaNya jika kita menghancurkan bangunan-bangunan yang bisu? Dan menghukum orang-orang yang tidak bersalah dengan kekerasan? Di manakah cinta kasih Tuhan kalau begitu? Jika kita mengurbankan orang lain dan bukannya diri kita, bukankah itu kita sama saja dengan orang-orang yang telah mengurbankan kita pula? Di manakah pahala kita? Bukankah Yesus menghendaki agar kita sempurna sama seperti Bapa di surga? Tetapi seringkali kita hanya mementingkan keinginan, ambisi dan dendam kita tanpa memperhitungkan penderitaan bagi orang lain yang terjadi karena perbuatan kita.
Maka mari kita berkaca diri. Seperti apakah wajah kita dalam cermin? Layakkah kita disebut saudara-saudara Tuhan? Menghadapi masa-masa sulit di depan, selayaknya kita saling bergandengan tangan menghadapi tantangan kehidupan. Dengan adil. Dengan jujur. Dengan menegakkan kebenaran dan bukannya kemunafikan di balik tabir ajaranNya. Dengan ikut menyebarkan cinta kasih dan kepedulian terhadap penderitaan sesama tanpa melakukan pembalasan dengan kekerasan dan ikut melakukan ketidakadilan. Kita berjuang untuk menjadi pelita yang menerangi kegelapan, menyala di atas kaki dian, maka bersama cahaya Kristus, kita akan bersinar abadi.
A. Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...