07 Januari 2008

BENCANA

Gerimis sepanjang senja. Mendung menjelang malam. Bayanganku terpantul di atas aspal basah. Lampu jalan meremang dalam kelam langit. Ada rasa sunyi. Ada rasa sepi. Sesuatu yang terasa akrab. Sesosok tubuh wanita terlihat terbaring di atas trotoar yang lembab. Sesosok tubuh yang memohon sedekah. Sesosok tubuh yang memintal harap. Adakah dia memilikinya?

Maka kukenangkan ribuan tubuh yang bergelimpangan. Ribuan tubuh yang tersapu bencana. Ribuan tubuh yang tak pernah mengira akhir tiba dengan cara tak terduga. Adakah pernah mereka memiliki isyarat? Adakah pernah mereka membayangkan apa yang kini telah terjadi? Bersalahkah mereka? Apakah sungguh Tuhan telah melupakan mereka?

Bencana. Sering kita memikirkan itu dalam bayang-bayang ketak-pedulian. Sering kita melalaikan derita yang terjadi sepanjang kita sendiri tak mengalaminya. Kita lupa bahwa selalu ada keterkaitan antara diri kita dengan apa yang telah kita lakukan. Terhadap alam lingkungan kita. Terhadap sesama yang hidup bersama kita. Bahwa, bila kita percaya hanya kepadaNya, itu cukuplah. Bahkan sering kita bersembunyi di belakang jubah kebesaranNya untuk melaksanakan kepentingan kita saja. Lalu kita pun melupakan bahwa Tuhan tak pernah hanya ada dalam diri kita saja. Sebab Dia adalah pemilik kita semua. Kita semua.

Malam tiba. Dalam bayangan langit yang gelap. Dan hujan yang turun deras. Langit tanpa bulan. Langit tanpa bintang. Hanya mendung tebal. Dan sesosok tubuh yang terbaring di atas trotoar basah. Terbaring di bawah pantulan lampu jalan. Kota seakan menyemburkan segenap duka laranya dalam tadahan tangan wanita itu. Kita. Berbedakah kita? Tidak. Dalam derita, dalam bencana, kita adalah satu. Sayang bahwa kita sering lupa saat kesenangan melimpahi kita. Walau kita tetap memuji berkah dariNya, kita sering alpa dari derita yang bersembunyi di balik tabir hidup ini. Yang suatu ketika akan muncul dengan tiba-tiba. Dan tak pernah dapat kita ramalkan. Tak akan pernah.

Maka aku melangkah ke luar dari ruang hangat rumahku. Sambil merenung. Sambil berharap. Semoga kita tak pernah kehilangan harapan. Semoga kita tak akan kehilangan Dia yang sesungguhnya berada di balik kehidupan kita. Ya, janganlah kita bersembunyi di balik jubahNya karena Dia selalu ada di balik setiap kehidupan kita semua. Kita semua. Tanpa kecuali. Sebab jika tidak begitu, untuk apa kita percaya bahwa Dia ada?

Hujan menderas malam hari. Hujan dengan begitu banyak duka dan harapan yang memenuhi bumi. Memenuhi setiap kehidupan di baliknya. Semoga dari segala bencana dan kekelaman ini terbitlah kesegaran baru di hari esok. Kita, kita semua menanti fajar baru yang cerah. Tetap dengan harapan. Tetap dengan berpegangan tangan. Tetap dengan keyakinan bahwa apa yang telah terjadi adalah pada salah seorang dari antara kita adalah juga mungkin terjadi pada kita semua. Hanya Dialah pemilik kita. Dan hanya Dialah milik kita semua. Kita semua.

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...