17 Januari 2008

BUNDA

Malam. Dengan bintang dan bulan purnama. Dengan hembusan angin nan sejuk. Dengan cahaya lilin-lilin yang menerangi kegelapan. Kami duduk bersama, berhimpun di depan gua dan patung Bunda Maria. Melantunkan doa rosario dengan lambat dan pelan. Kami, insan-insan yang menyembunyikan kesusahan dan harapan masing-masing. Bersama alam, kami menyerahkan diri dalam kepasrahan kepada Dia yang telah membuat kami ada di sini.

Maka, saat kami semua tenggelam dalam lantunan doa bersama kesenyapan alam, patung Bunda Maria yang berdiri tegak di depan kami tidak lain dari hanya menjadi suatu perlambang. Bahwa Bunda hadir dan bersama-sama dengan seluruh kegamangan kami menghadapi hidup. Dan karena itu, lewat perantaraannya, kami memanjatkan permohonan kami kepada Kristus, Putranya, agar dapat diberi dan mempertahankan cahaya harapan dalam jiwa kami. Kami, yang serupa nyala lilin-lilin di depan kami, terus menyala walau harus bergoyang-goyang tertiup angin untuk tetap teguh menerangi kehidupan ini.

Bunda Maria. Rosario. Devosi. Tidakkah setiap insan di dunia selalu mencari terang agar jalan hidupnya tidak tertatih-tatih dalam kegelapan? Tidakkah cahaya lilin yang nyalanya terus bergoyang karena tertiup angin itu melambangkan kerapuhan daging kami? Tidakkah karena itu kami butuh menyendiri, menyentuh suasana hening, sambil menyandarkan segala keresahan kami pada kelembutan Bunda? Dan tidakkah melafalkan doa rosario yang indah itu bagaikan mengulang kembali rentetan kehidupan kami sendiri di dunia ini sambil bercermin dalam kehidupanNya? Itulah makna dan arti devosi kami pada Sang Bunda Kristus.

Malam menjadi semakin senyap. Dan kami pun kian lelap dalam doa dan perenungan untuk mencari dan menemukan kelembutan Bunda di tengah dunia yang kian keras dan riuh ini. Sirnalah dari kami keberadaan gua dan patung, keberadaan angin dan liukan nyala lilin, berganti dengan suasana haru dalam elusan Bunda yang selalu dapat memahami segala kesalahan dan kesulitan kami. Bunda yang selalu mendampingi kami, baik saat kami sadar maupun tidak menyadari keberadaannya. Bunda yang selalu siap menolong, seperti dia yang menolong tuan rumah pesta kawin di Kana dulu.

Memang, dalam keheningan dan kesadaran kami akan kenisbian segala apa yang kami ingini dan perjuangkan dalam hidup inilah, kami sungguh menyadari betapa tak berartinya kehidupan kami jika tanpa dipenuhi rahmatNya. Maka, dengan pelan dan penuh kerendahan, malam ini bersama-sama kami semua berdoa, ...Santa Maria, Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan waktu kami mati. Amin .

A. Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...