23 Januari 2008

KONTRADIKSI

Aku mengenalnya sebagai orang yang baik. Sering mentraktir kami, teman-temannya. Dia juga seorang yang beriman. Setiap hari minggu dia jarang absen menghadiri misa di gereja. Dan, walau tidak terlalu aktip di lingkungan, dia tak pernah menolak saat dikunjungi untuk kegiatan doa. Dan biasanya, dia selalu mengadakan kenduri jika giliran doa lingkungan diadakan di rumahnya. Sebagai pemilik usaha distributor pecah-belah, hidupnya memang terbilang makmur. Dan amat sibuk sehingga kami jarang bertemu.

Lalu terjadilah suatu musibah. Suatu petang, aku mendapat kabar bahwa dia ditikam hingga tewas oleh salah seorang pegawainya. Aku amat terkejut mendengar berita itu. Bagaimana mungkin, pikirku, dia terlalu baik untuk diperlakukan demikian. Apa yang telah terjadi? Dengan sedih aku melayat ke rumahnya. Aku mengikuti ibadat penghiburan yang diadakan oleh lingkungan setempat. Dan beginilah kisah yang dituturkan oleh beberapa pegawainya kepadaku.

Nampaknya memang ada kontradiksi antara dia sebagai sahabat yang kukenal dengan dia sebagai pimpinan suatu usaha. Dalam menjalankan usahanya, dia terkesan tidak menghargai para pegawainya. Dia selalu memanfaatkan mereka hanya demi kepentingan usahanya tanpa mau menghargai hak mereka. Dalam memberi upah, dia amat pelit. Dan sering memarahi mereka, bahkan hanya untuk hal yang sepele saja. Kesan otoriter itu amat nampak saat sang pelaku, seorang pegawai yang telah lama bekerja padanya, sakit tetapi tak memberitahukannya. Saat pegawai itu kembali masuk kerja, dengan tenang diapun memecatnya. Mereka lalu terlibat dalam pertengkaran yang sengit sebelum sang pegawai tiba-tiba mengambil sebuah pisau dapur dan menusuknya tepat di dadanya. Dia meninggal di rumah sakit.

Apa yang telah terjadi itu membuatku berpikir. Mungkin banyak dari kita yang hidup dalam kontradiksi demikian. Kita sering hidup dalam dua wajah. Dua kepentingan yang berbeda. Kita taat dan rajin beribadah untuk rohani kita, tetapi kita juga tenggelam dalam kepentingan diri kita sendiri saat mengejar materi dunia ini. Dalam iman, kita mencari Tuhan. Dalam hidup yang nyata, kita mengejar harta sehingga kita sering lupa bahwa ada hal lain yang seharusnya kita laksanakan. Bagaimanapun, apa yang selama ini telah kita terima dan nikmati, bukan sepenuhnya hasil karya kita saja. Ada banyak orang lain, konsumen, relasi bisnis dan terutama para pegawai dan buruh kita yang ikut berperan sehingga kita dapat menikmati hidup yang layak saat ini. Manusia toh bukan terbuat dari batu sehingga dapat kita gunakan sekehendak kita saja.

"Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon" dan karena itu, untuk mengabdi kepada Allah, maka "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka." Itulah firman yang disampaikan oleh Yesus kepada kita semua. Maka bukankah seharusnya kita juga tidak memisahkan antara nilai-nilai rohani yang kita yakini dengan nilai-nilai dunia yang ingin kita nikmati? Apa yang menjadi nilai iman kita selayaknya juga ikut kita terapkan dalam hidup yang nyata. Bukan hanya sekedar demi kepentingan dan kesenangan kita saja tetapi terutama demi kemuliaan nama Tuhan yang kita imani bersama.

Maka di depan jenasahnya yang nampak begitu damai ini, aku termenung. Begitu sulit kita menebak apa yang menjadi pikiran seseorang. Dan begitu sulit pula bagi kita semua untuk hidup secara konsekwen antara iman dan perbuatan kita. "Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna" sabdaNya pula. Ah, mampukah kita? Marilah kita semua menjawabnya di dalam hati kita masing-masing.

A. Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...