23 Januari 2008

PUH SARANG, KEDIRI

    Memasuki jejeran kompleks perziarahan Puh Sarang bagai memasuki kerinduan diri pada senyap. Menapak tangga-tangga yang mencitrakan jalan salib Kristus seakan membayangkan perjalanan panjang kehidupan diri. Menunduk dan lelap dalam doa di depan patung Bunda, suatu pencarian harap dan samadi penuh keakraban hati dan jiwa. Begitulah di suatu pagi yang cerah, aku berjumpa dengan Bunda dalam keheningan dan ketentraman jiwa. Udara diliput selimut damai. Jejeran insan yang menunduk berdoa, menyerahkan segala duka dan cita. Menyerahkan segenap hidup yang berlangsung saat ini sambil mencari kebenaran sejati yang dibawa Putranya lewat Santa Maria.

    Citra Bunda memang terpatri dengan erat dalam kehidupan kita sebagai umat Katolik. Citra yang lembut, suatu kidung yang diliputi warna biru langit dan rindang pepohonan. Dengan kelembutannya kita semua berharap agar jiwa-jiwa yang keras ini dilembutkan. Agar segala pertentangan karena kepentingan diri dapat diubah menjadi kepedulian terhadap nasib sesama. Agar segala dukalara yang dialami dapat ditanggung sebagai suatu rahmat yang tersembunyi dari keinginan Dia yang telah melimpahkannya kepada kita semua. Agar rasa putus asa bertukar rupa dengan perjuangan untuk memperbaiki diri. Maka di depanku, berdirilah Bunda yang merentangkan tangannya untuk meraih segala beban hidup ini. Semilir angin, kesunyian dan doa seakan menyatukan hidup dalam penemuan makna diri. Maka untuk itulah di Puh Sarang ini kita memanjatkan permohonan: Santa Maria, doakanlah kami yang berdosa ini….

    Beban apakah yang kita panggul sekarang? Apakah kesepian merajuk sebagai suatu simponi yang memilukan kita? Apakah ketakberdayaan sedang melingkupi kita saat ini? Apakah kerinduan yang sedang menyala dalam sanubari kita menjadi suatu derita yang tak tertahankan? Apapun beban diri kita saat ini tak layaklah kita menenggelamkan diri terus menerus sebab memang sudah layak dan pantaslah kita alami semua itu dalam perziarahan kita dalam hidup di bumi ini. Suatu cobaan, suatu halangan hanya merupakan suatu saringan bagi kita agar tetap tabah untuk pada akhirnya menemukan kebenaran yang sejati. Maria telah menunjukkan caranya kepada kita semua saat dia berkata kepada malaikat Gabriel yang mengunjunginya untuk memberitakan bahwa dia akan mengandung Kristus tanpa melalui pernikahan yang sah: "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, jadilah kepadaku menurut perkataanmu.."

    Maka bukankah Bunda kita telah menunjukkan ketabahannya menerima tantangan hidup. Kehamilan tanpa melewati suatu pernikahan yang sah. Pengetahuan akan nasib putranya kelak yang harus menderita dan wafat di atas salib. Seberapa banyak diantara kita yang mampu menghadapi beban tersebut tanpa harus tersandung jatuh atau melarikan diri untuk menghindari cemohan masyarakat. Ketegaran Bunda menerima peristiwa-peristiwa itu yang digambarkan dalam lima peristiwa sedih rosario patutlah menjadi teladan bagi kita semua anak-anaknya.

    Maka duduk bersila sambil memanjatkan doa kepada Bunda. Dan melafalkan rosario dengan perlahan dan syahdu. Adalah suatu perjumpaan penuh keakraban dengan kelembutan dan cinta Kristus sendiri. Lewat doa kepada sang Bunda Kristuslah yang telah menjadi Bunda kita sendiri seperti yang diharapkan oleh Kristus, kita menyerahkan segala duka lara dan rasa syukur kehidupan kita kepadaNya sendiri. Di Puh Sarang kuserahkan segala suka dan duka kehidupanku. Di Puh Sarang aku menunduk dalam hening dan penuh harapan pada masa depan yang terbentang di depan. Dengan segenap kepasrahan jiwa. Dengan segenap kepasrahan jiwa.

A. Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...