23 Januari 2008

SENDIRI

Sendiri. Ya, pada akhirnya kita adalah mahluk yang sunyi. Sendirian kita hadapi dunia ini. Sendirian kita hadapi hidup ini. Sendirian kita merasakan kegembiraan dan kepahitan kita. Kita hidup dan begerak dalam waktu yang amat terbatas. Pendek dan melintas untuk sirna dalam sepi. Sebab itu, apa guna kita hadapi hidup ini dengan penuh dendam? Apa guna kita isi hidup ini dengan kemarahan dan kekhawatiran? Bukankah itu hanya suatu kesia-siaan? Tidakkah lebih baik kita menerima segala hal dengan sadar dan tabah? Sebab apa yang terjadi saat ini hanya masa lalu yang tertunda. Apa yang terjadi saat ini kelak akan larut dalam waktu. Perasaan dan hanya perasaan kita yang sanggup merubah hidup kita. Maka untuk apa segala kegundahan kita ini?

Langit kelam. Hujan menderas. Angin menderu. Air menggenang. Gunung meletus. Bumi berguncang. Ombak menyapu. Banjir. Gempa. Kering. Segala sesuatu terjadi dalam waktu sekarang. Masa lalu, ya masa lalu kita yang saat ini terasa sebagai suatu kejayaan, kemanakah perginya? Masa depan, ya masa depan yang terasa menyempit dalam ketakutan, kapankah tibanya? Kita hidup di dunia sekarang. Kita hidup bersama waktu saat ini. Apapula yang dapat kita lakukan? Apa yang dapat kita buat? Apa? Tahukah kita? Kenalkah kita? Sadarkah kita?

Sendiri. Ya, pada akhirnya kita harus menghadapi diri kita sendiri. Dengan penuh kesadaran akan bencana, rasa pahit dan kemarahan di dalam perasaan kita. Untuk apa kita tangisi segala hal ihwal yang telah terjadi dan tak mungkin kita ulangi lagi? Untuk apa? Bukankah lebih baik kita memulai awal yang baru dari saat ini? Sebab kita hidup selalu berawal dari saat ini. Kita hidup di dalam waktu sekarang. Bukan dari masa yang telah silam. Maupun dari masa yang belum tiba. Ya, sekarang, kita hidup dan menerima hidup ini dengan penuh kesadaran untuk memulai sekali lagi. Untuk merubah hal-hal yang telah terjadi. Untuk tidak mengulangi lagi kesalahan-kesalahan yang telah terjadi. Bukan dengan berdiam diri dan pasrah menerima segala apa yang telah membuat kepahitan dalam diri kita. Bukan hanya dengan duduk merenung dan menyesali apa yang telah kita lakukan di masa lalu. Sesali apa yang harus disesali, tetapi tinggalkan dia dalam waktu yang telah silam. Bangkit dan berdirilah untuk mengawali hidup kita sekali lagi. Sebab kita harus tahu. Ya, kita harus tahu bahwa hidup selalu menyimpan harapan selama kita tetap mau bertahan dan pantang untuk menyerah. Pantang untuk berputus asa atas segala yang telah terjadi.

Pelangi akan muncul setelah hujan. Matahari akan bersinar terang setelah badai. Gelombang akan mengalun lembut setelah topan. Bunga-bunga mekar. Maka belajarlah dari alam. Belajarlah betapa semesta ini selalu mengalir untuk memperbaharui dirinya. Belajarlah bahwa kita ada dan hadir bukan untuk kalah. Ya, kita hanya melintas sekejap dalam waktu panjang sejarah bukan untuk dipatahkan dan layu begit saja. Tidak, temanku. Kita hadir di dunia ini untuk suatu keberadaan yang berguna. Keberadaan yang tidak semestinya kita sia-siakan begitu saja. Kita hidup dan bertanggung-jawab terhadap hidup kita sendiri. Sendiri. Bukan tergantung pada apa yang dilakukan orang lain. Bukan tergantung pada apa yang dibuat lingkungan. Bukan. Kita lahir sendiri, kita menghadapi kenyataan sendiri, kita pun menghadapi segala suka duka kita sendiri. Mutlak sendiri. Maka untuk apa bersedih hati? Untuk apa? Kita toh bukan bahan tertawaan dunia ini. Karena kita ada. Kita telah ada. Dan tak seorang pun, tak sesuatu pun dapat meniadakan keberadaan kita ini. Tak seorang pun dapat. Biar pun kita sendiri.

Sendiri. Kita mahluk yang sunyi. Kita mahluk yang sepi. Namun jauh di dalam relung hati kita, sesuatu berdiam dengan penuh kekuatan. Kekuatan yang sering gagal kita rasakan keberadaanNya. Kekuatan yang selalu berada namun jarang kita cari. Telah lama kita lupakan Dia. Telah lama kita tinggalkan Dia sunyi sepi sendiri di dalam jiwa kita. Ya, mungkin karena itulah kita kini merasa sepi. Mungkin karena itulah sekarang kita merasa ditinggalkan. Mungkin karena itulah saat ini kita merasa tidak berharga dan tidak punya tujuan dalam hidup lagi. Dan sebab itu, untuk berubah, marilah kita cari Dia kembali. Marilah kita kembali menyusuri patok-patok pegangan yang telah dipasangNya. Agar kita tak kehilangan arah lagi. Agar kita bisa menyadari bahwa kita tidaklah seorang diri. Ya temanku, kita sendiri di dunia ini memang, namun kita tak pernah sendirian secara mutlak. Ada Dia yang selalu menemani perjalanan kita. Melekat seperti bayang-bayang kita. Menjangkau kita saat kita jatuh. Mengelus kepala kita saat kita berduka. Membopong kita saat kita terluka. Sendiri tapi tak sendiri. Inilah kita semua. Kita. Semua. Tuhan itu ada. Mari kita temani Dia. Mari jangan biarkan Dia sepi. Mari jangan biarkan kita sunyi. Jangan. Jangan. Dia menunggu kita. Selalu. Selamanya.

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...