23 Januari 2008

SEPI

    Lautan manusia menyemut di Kya Kya Kembang Jepun Surabaya. Lautan manusia menyemut dengan segala wajah, warna dan rona hidup masing-masing. Dan kita tak saling mengenal satu sama lain. Terasing pada diri masing-masing. Menjalani dan menantang kehidupan sendiri-sendiri. Sadarkah kita akan keberadaan masing-masing? Ataukah kita hanya tenggelam lelap dalam ketidak pedulian pada nasib sesama kita? Berjalanan di antara himpunan ribuan wajah aku temukan potret buram diri sendiri.

    Maka seringkali timbullah suatu perasaan terkucil saat kita berada di tengah himpunan massa. Betapa kita terasing. Tak dikenali dan tak mengenali satu sama lain. Jiwa kita terhimpit sepi. Sendirian. Apakah sesungguhnya kita memang eksis? Di tengah lautan manusia ini aku tenggelam dalam suatu renungan sambil mencoba mencari diriku sendiri. Diri yang sekian lama tercecer dalam ketidakpedulian akan situasi sekitar. Hidup berlalu hanya dalam kejapan waktu yang tak terasakan. Perjalanan tanpa makna.

    Lautan manusia menyemut di Kya Kya Kembang Jepun Surabaya. Lautan manusia yang saling bercengkerama tetapi terlupakan. Lautan manusia yang nampak lepas bebas namun terkungkung dalam tembok keterasingannya masing-masing. Kekhawatiran akan masa depan. Rencana-rencana hidup. Kesepian. Duka. Gelak tawa. Kesenangan. Waktu bergulir terus dan kita yang melangkah bersamanya ternyata sering hanya terpaku pada diri sendiri. Terpaku pada keberadaan kita. Pahamkah kita makna keberadaan diri sendiri?

    "Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian? Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?" Demikianlah sabda Yesus dalam Kotbah di Bukit yang indah itu. Kita yang hanya meraba kebenaran ternyata sering melupakan fakta betapa kebenaran itu hanya nisbi belaka. Kebenaran yang kita cari seringkali hanya berupa kemauan diri kita sendiri. Padahal, bukankah "Ia menggagalkan rancangan orang cerdik, sehingga usaha tangan mereka tidak berhasil; Ia menangkap orang berhikmat dalam kecerdikannya sendiri, sehingga rancangan orang yang belat-belit digagalkan." Maka apa guna segala keluh kesah itu?

    Maka ketika aku berjalan di tengah lautan manusia itu dan terhimpit di antara ribuan wajah yang asing, kutemukan bahwa kegelisahan yang sekian lama menghantui hidupku, ternyata hanya secuil debu di antara tak terhitung denyut kehidupan sekelilingku. Hidup yang menyimpan mimpinya sendiri tak pernah peduli dan sebab itu tidaklah layak kita mengkhawatirkan segala apa yang akan terjadi kelak. Segala harapan kita. Segala bencana yang kita bayangkan. Segala duka maupun suka yang terbentuk dalam pikiran kita bukanlah suatu kebenaran yang sesungguhnya. Kita hidup, dari hari ke hari, sesungguhnya tergantung pada rancanganNya, Dia yang pemilik diri kita serta seluruh semesta raya ini. Dan kita hanya pantas khawatir bila Dia, yang menyayangi kita, kita belakangi dengan memburu angan kita sendiri.

    Lautan manusia menyemut di Kya Kya Kembang Jepun Surabaya. Lautan manusia dengan jejak langkah kehidupan yang tak pernah sama. Lautan manusia dengan suka dukanya masing-masing. Lautan manusia yang disinari dengan satu cahaya terang dimana kita semua mesti berterima kasih padaNya. Dan kita selayaknya hidup dengan bernaung dalam cahaya itu agar kegelapan diri tidak lagi membutakan langkah kita. Dan sepi terusir oleh kedamaian hati karena kita semua percaya bahwa segelap dan sesunyi apapun hidup yang kita jalani saat ini, Dia selalu menemani dan menerangi jalan kita semua. Kita semua, lautan manusia yang satu di dalam derita Kristus.

A. Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...