11 Mei 2008

KEKASIH YANG HILANG

Kemanakah engkau pergi, kekasih? Dimanakah engkau berada saat ini, kekasih? Masihkah engkau mengenang aku, kekasih? Ataukah segala mimpi-mimpi yang dulu kita rencanakan bersama telah pergi, terbang bersama angin? Sungguh, sering aku ingin tahu apa yang engkau pikirkan saat ini. Aku ingin meraba perasaanmu, sayangku. Mengapa kita harus berpisah? Mengapa engkau tega meninggalkan aku? Mengapa waktu kebersamaan kita demikian ringkas? Mengapa? Jika Tuhan menyayangi kita, mengapa dia rela memanggilmu dan memotong saat-saat indah kita? Tak tahukah Dia akan kesedihan yang akan abadi menetap dalam jiwaku? Tak sayangkah lagi Dia padaku? Ya, kekasihku, jika kau sempat bertemu dengan Dia, sungguh aku ingin kau menanyakan pertanyaan yang timbul dari luka hatiku yang terdalam ini. Aku ingin bertanya padamu, padaNya, ribuan pertanyaan yang aku tahu, takkan bisa terjawab dalam hidupku ini. Sedihnya aku, sayangku. Sedihnya aku.

Malam-malam menyisakan sepi. Malam-malam menyimpan kerinduan hati. Hanya ada desir angin yang perlahan menyelusup masuk ke dalam kamarku. Kamar kita dulu. Sepenggal mimpi yang telah terputus. Sepenggal harapan yang tak pernah terjangkau. Kadang-kadang aku menangisi masa lalu. Kadang-kadang aku tersiksa oleh rasa sendirian. Tertinggal dalam hidup yang tak lagi punya makna. Harapan, adakah dia? Tuhanku, dimanakah Engkau? Masihkah Engkau ada bersama elusan angin di pipiku? Masihkah Engkau tinggal dalam jiwaku yang sepi merana? Masihkah Engkau mau mengucapkan salam dalam jiwaku yang terhimpit sepi? Mengapakah aku mesti banyak menyimpan pertanyaan dalam hati dan pikiranku? Mengapakah aku harus memikirkan semua hal-hal yang telah terjadi? Mengapakah aku mesti ada? Mengapakah kita mesti lahir dan saling mengasihi? Mengapakah engkau mesti harus lewat berlalu dalam waktu yang hanya sekejap saja? Mengapa, sayangku? Mengapa?

Aku memandang pada sahabatku yang baru saja ditinggalkan istrinya, setelah sepanjang waktu mereka bergulat melawan kanker payudara yang menyerang istrinya. Aku melihat kesedihan pada wajahnya dan mengenang masa-masa sedihku dulu. Ah, sahabat, hidup seseorang bisa usai dalam detik yang tak terduga, namun dunia tetap berputar. Nasib macam apa yang akan kita jalani, tak seorang pun dapat meramalkannya. Namun, percayalah bahwa tetesan-tetesan hidup kita, sekecil apapun, telah mampu menyegarkan dunia ini. Keberadaan kita tak pernah tanpa arti. Diri seseorang, siapa pun dia, pasti punya makna bagi orang lain. Tak seorang pun yang saat ini hidup, maupun yang telah berlalu, tidak meninggalkan jejak di hati orang-orang yang mengenalnya. Karena itulah, maka aku berani mengatakan bahwa, hidup itu sungguh indah. Ya, hidup itu indah karena kita semua mampu memberi makna bagi keberadaan dunia ini, sekecil apapun kita. Engkau, dia, kita, mereka, semua ada untuk saling melengkapi untuk sejenak, saling mengisi dan mengasihi. Sesudah itu, bahkan saat waktu kita telah usai, kita akan tetap dikenang dalam memori waktu sebagai sesuatu yang pernah ada. Bukannya ditinggalkan dan dilupakan begitu saja. Ya, kita semua mempunyai makna di dunia ini. Maka jika seseorang yang amat kita kasihi telah berlalu, kita tetap harus ada demi dan untuk orang-orang lain. Orang-orang yang mengenal dan mengasihi kita. Untuk dunia.

Aku sungguh tak tahu, sayangku, mengapa engkau harus pergi. Aku tak tahu mengapa waktumu hanya sedemikian singkat. Namun aku sadar, bahwa waktuku belum tiba. Jika begitu, percayalah bahwa aku selalu akan merindukanmu. Tetapi hidupku yang masih berlanjut ini, takkan kusia-siakan hanya untuk menangis dan menyesali segala apa yang telah terjadi. Malam memang menyimpan sepiku. Tetapi malam juga menyadarkan aku, betapa kesepian itu bukan milikku sendiri. Dunia, dunia yang kuhuni ini, dan pernah juga kau huni, menyembunyikan banyak misteri dan rahasia yang memang takkan pernah terkuak. Mungkin. Tugaskulah untuk mencoba mencari arti keberadaan kita di dalamnya. Tugaskulah untuk mencoba menyusun sepi demi sepi ini menjadi suatu lukisan indah suatu kehidupan. Dan aku tahu, seperti juga kau tahu, bahwa kelak jika waktunya tiba, dan akan tiba juga, pada akhirnya kita akan bertemu lagi sebagai suatu kesatuan dalam alam yang baru. Tuhan memang tidak nyata di dunia sekarang ini, tetapi akan segera nampak jika kita bertemu kelak. Kesepian, kesedihan dan duka cita ini akan menjadi cobaan bagiku, apakah aku layak untuk hidup, apakah aku pantas diciptakanNya, apakah aku memang bisa berguna, apakah aku mampu mempergunakan talenta-talenta yang diberikanNya sesuai dengan keinginanNya. Itu saja, sayangku, itu saja.

Maka sebelum waktuku tiba, sebelum kelak kita bersua lagi, aku hanya bisa menitipkan salam bagimu yang kini berada jauh, amat jauh dari jangkauanku. Engkau tetap bersamaku dalam hati dan kenangan yang abadi menetap di dunia yang penuh gejolak ini. Kita diciptakan dan ada bukan untuk hanya larut dalam kesedihan. Kita diciptakan dan hidup demi untuk memuliakan Dia, Sang Pemilik Kehidupan, Yang Abadi, dan kelak demi untuk kenangan-kenangan indah bagi siapa saja yang tahu dan mengenal kita. Hidup untuk berguna, bukan untuk kesia-siaan.

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...