04 Mei 2009

DALAM PESTA

Suasananya hiruk pikuk. Para tamu berseliweran. Wajah-wajah yang tampan dan yang cantik, dalam balutan pakaian yang indah bergaya, bergerak dalam caranya masing-masing, mencari dan mencicipi hidangan yang disajikan secara terpisah dalam ruangan mewah di sebuah hotel ternama di kotaku. Sebagian besar nampak saling bergerombol dan berbagi cerita dalam kelompok tiga atau empat orang. Sebagian lainnya berdiri di sudut menyendiri, asyik menikmati hidangan yang telah dipilihnya. Aku melihat mereka. Aku melihat wajah-wajah yang kebanyakan asing bagiku. Tiba-tiba seorang wanita, menghampiri dan menyapaku, dengan wajah yang ceria. Mula-mula aku bingung, pangling pada wajahnya, walaupun samar-samar aku merasa pernah melihatnya jauh di masa lalu. Dia menanyakan kabarku, kabar beberapa teman, dan tahulah aku siapa dia. Ah, beberapa puluh tahun telah lewat sejak terakhir kali kami bersua. Dengan semangat dia bertutur tentang dirinya, tentang suami dan anak-anaknya, tentang kehidupannya sendiri. Aku mendengarkan dia berbicara. Tetapi sejenak saja, seorang wanita lainnya menghampiri kami, memanggil nama teman itu, dan selintas memberi salam kepadaku, lalu mereka pun terlibat dalam obrolan mengenai hal-hal lain, tentang baju dan model rambut, tentang toko pakaian dan salon. Aku mendengarkan obrolan mereka, pembicaraan yang diselingi tawa dan canda, sambil melihat ke sekeliling ruangan pesta itu.

Dalam suasana yang hiruk pikuk itu, aku melihat puluhan atau ratusan wajah yang berseliweran. Beberapa kukenal, namun sebagian besar tak pernah kulihat sebelumnya. Ah, wajah-wajah yang memiliki kehidupannya masing-masing. Ada yang saling terikat. Ada yang tak saling mengenal. Wajah dengan senyum dikulum, semuanya nampak bagus, indah dan ramah. Tak berapa lama kemudian, wanita itu nampaknya melihat seorang kenalan lainnya dan dengan segera meninggalkan kami untuk menghampiri kenalan lainnya itu setelah saling bertukar salam dengan temanku. Setelah wanita itu berlalu, temanku nampak menarik napas lega dan bercerita tentang wanita kenalannya tadi, yang ternyata adalah teman se kantornya. Dia pun menjelaskan betapa sesungguhnya dia tidak menyukai penampilan teman kerjanya itu, kekonyolan tingkah lakunya dan hal-hal lainnya. Aku terpana. Padahal tadinya nampak bagiku betapa mereka telah saling mengenal dengan akrab. Dan penuh persahabatan. Ah, siapakah di balik wajah yang berdiri di depanku ini?

Puluhan atau mungkin ratusan wajah nampak berseliweran di sekelilingku, dalam ruang pesta pernikahan yang demikian gemerlap. Puluhan atau mungkin ratusan wajah yang kelihatan bagiku amat bergairah, ramah dan penuh dengan kegembiraan. Tetapi siapakah yang ada di balik wajah-wajah itu? Tidakkah wajah-wajah itu hanya menampilkan topeng-topeng kehidupan yang seakan-akan semuanya nampak baik, ramah dan penuh senyuman yang merekah di bibir mereka? Tidakkah kita semua hidup bersama topeng-topeng diri kita sendiri. Saat itu aku berusaha untuk memahami diriku sendiri. Aku pun, berusaha nampak baik, ramah dan bersikap penuh pengertian kepada wajah-wajah yang berada di dekatku, walau mungkin sedang merasa terusik dengan keberadaan mereka. Aku pun berada di dalam pesta ini dengan topeng diriku sendiri. Sebab memang, kita semua kadang harus hidup sambil menyembunyikan perasaan hati demi untuk menciptakan suasana yang baik. Kita kadang, atau bahkan sering, terpaksa harus bersikap lain yang bertentangan dengan pemikiran dan perasaan kita sendiri. Dan tak usahlah kita bersedih jika mengalami hal demikian. Karena kita tidak sendiri. Karena memang, demikianlah hidup ini harus dijalani. Kita mesti berkurban untuk hal-hal yang lebih baik.

Suasana demikian hiruk pikuk. Puluhan atau ratusan wajah yang sebagian berpupur tebal, dengan baju-baju yang gemerlap, dengan rona wajah yang nampak ceria dan gembira. Namun, siapakah yang ada di balik wajah-wajah itu? Bukankah kita semua hanya mengenakan topeng untuk menutupi kesedihan, kekecewaan mau pun kegelisahan kita? Siapakah yang dapat menebak isi hati kita sendiri? Bahkan kadang kita pun ternyata gagal untuk mengenal diri kita sendiri. Dalam suasana yang demikian riang, bersahabat dan penuh canda tawa ini, kita tetap sendiri menjalani hidup. Hanya kita tak ingin merusak suasana. Kadang kita tak ingin dikenali. Kita menyembunyikan perasaan dan pemikiran kita. Dengan senyum. Dengan canda. Dengan tawa. Kita semua, ternyata, adalah wajah-wajah yang bertopeng. Bukankah demikian adanya?

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...