24 November 2009

2012

Beberapa ahli astronomi telah menemukan planet berbatu di luar sistem tata surya kita, dengan kepadatan yang terbukti sama dengan Bumi, demikian laporan studi oleh satu tim Eropa. Planet itu, yang dikenal sebagai COROT-7b, ditemukan pada Februari tahun ini oleh teleskop antariksa Eropa, COROT, yang telah melacak bintang tersebut yang diputarinya. Planet itu berjarak sekitar 500 tahun cahaya dari Bumi di dalam gugus bintang Monoceros, Unicorn. (KOMPAS, Jumat 18 September 2009)

Benarkah bahwa pada tanggal 21 Desember 2012, dunia ini akan mengalami bencana dashyat seperti yang digambarkan dalam film yang sensasional, 2012? Film yang dibuka dengan panorama indah planet biru, planet bumi kita ini, kemudian disusul dengan kabar yang datang dari jauh di pusat bumi, tentang perubahan sifat magma di inti bumi yang lalu menimbulkan kehancuran bumi sehingga upaya-upaya penyelamatan dilakukan, bahkan dengan cara mengurbankan orang lain. Ditulis berdasarkan periode akhir waktu suku Maya di Amerika, film ini telah menjadi suatu film yang amat laris dan menimbulkan banyak pro kontra. Padahal, menurutku, fim ini tak lebih dari sebuah film rekaan bencana dengan tehnik grafis yang piawai.

Kiamat. Satu kata itu dapat membuat kita menjadi khawatir. Atau merenungkan keberadaan kita sekarang. Tetapi sesungguhnya, bagaimana kita dapat menggambarkan suatu masa depan berdasarkan suatu analisa tehnologi yang dibuat sesuai tahapan logika cara berpikir manusia? Pandanglah ke langit malam dan saksikan betapa banyaknya, tak terkira banyaknya, gemerlapan cahaya bintang-bintang yang nampak demikian indah memenuhi layar hitam angkasa. Dan pikirkanlah keberadaan kita saat ini, apa yang kita lihat adalah cahaya kerlap-kerlip pada saat sekarang. Tetapi sadarkah kita, bahwa kita tak pernah, tak akan pernah mengetahui bagaimana keadaan sesungguhnya dari bintang itu sendiri di masa kini. Apa yang kita saksikan hanyalah masa lalu dari bintang tersebut. Masa lalu yang jauh. Cahaya bergerak dengan kecepatan 299.792.458 Meter per detik, dan apa yang kita saksikan adalah keberadaan cahaya dari, mungkin puluhan-ratusan atau bahkan ribuan tahun yang lalu dari bintang tersebut. Hanya jauh di masa lalu sang bintang yang dapat kita saksikan saat sekarang. Bayangkanlah jaraknya dengan keberadaan kita sekarang ini.

Dan sebaliknya, apa yang saat ini bisa disaksikan mengenai bumi kita di ujung terjauh dari bintang dan planet adalah masa lampau bumi ini. Masa puluhan, ratusan atau bahkan ribuan tahun yang lalu, sesuai dengan pergerakan kecepatan cahaya yang mencapai ke sana. Maka bagaimana dapat kita meramal sebuah masa depan tanpa unsur rekaan semata? Kita disini, sekarang, saat ini, hidup bersama mimpi dan harapan kita. Kita ada dan bergulat dengan diri dan pikiran kita sendiri. Dan semesta ini ada, justru karena kita ada. Jika kita sendiri tak ada, apakah semesta ini juga ada, bagi kita? Lalu, pantaskah kita merasa takut dan khawatir pada keberadaan masa depan yang – entah akan kiamat atau tidak – hanya tergantung pada keberadaan kita semata? Ya, dunia semesta yang sungguh-sungguh hanya tergantung pada kita saja.

Mungkin bukan kiamat yang mengkhawatirkan. Atau bahkan pasti bukan kiamat yang menakutkan kita. Tetapi kemungkinan bahwa kita akan menjadi tidak ada, kemungkinan kita lenyap dalam kegelapan dan ketak-sadaran abadi. Kita khawatir hilang. Di titik inilah, aku melihat mengapa film yang menggambarkan kiamat di tahun 2012 itu lalu menjadi heboh. Padahal, siapakah kita selain dari sebutir noktah kecil, amat teramat kecil di luasnya semesta dunia ini. Dengan jarak yang mencapai ribuan atau malah puluh hingga ratus-ribuan cahaya hingga ke tak terbatas, apakah artinya raga yang hanya sesosok ini? Kemaha-rayaan semesta dibandingkan kemikro-minian kita. Tetapi sadarkah kita bahwa, walau kita ini hanya mahluk yang demikian kecil dan tak berarti, sesungguhnya semua berpusat dalam pemikiran kita yang maha raksasa. Sekali lagi, alam raya ini ada karena kita ada. Tanpa kita, semuanya akan menjadi nihil. Tak ada sama sekali.

Maka dibalik kehebohan film 2012 itu, kita sebaiknya merenungkan kembali keberadaan hidup ini. Untuk apa kita ada disini? Apa untuk menjadi khawatir, atau sebab satu rencana lain yang maha besar, suatu rencana luar biasa dari Sang Maha Pencipta kita yang telah memberikan kesempatan bagi kita untuk hidup? Bukankah kita tak selayaknya khawatir? Bukankah yang harus kita lakukan adalah bagaimana untuk mempergunakan kesempatan yang telah diberikan kepada kita, sekaligus untuk berbuat sesuatu yang berguna buat kehidupan semesta luas ini? Bukan rasa takut dan khawatir, tetapi rasa syukur dan puas atas segala apa yang saat ini kita miliki. Sambil terus mengembangkan daya pikir dan tenaga kita demi memperbaiki hari ini untuk menuju kesempurnaan di masa depan. Masa depan kita akan tiba bukan dengan ketakutan, tetapi dengan kegembiraan dan kebahagiaan bagi seluruh semesta. Bagi kita. Semua.

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...