21 Desember 2009

WAKTU DAN KITA

Semakin kita mengejar waktu, semakin tak mampu pula kita menikmatinya. Semakin kita menikmatinya, semakin kehilangan pula kita. Jadi apakah makna waktu bagi kita? Mengapa sering kita merasa bahwa kita tak punya cukup waktu untuk hidup? Ataukah memang waktu memang tak pernah memiliki kita? Betapa kita sering merasa terasing darinya, seakan perjalanan hidup yang kita tempuh ini, tak berjalan seiring dengan sang waktu. Apakah waktu telah meninggalkan kita? Ataukah kita yang meninggalkan sang waktu? Mungkin inilah ironi kehidupan kita.

Kian panjang kita jelajahi kehidupan ini, kian terasa pula betapa hidup kita hanya menggapai angin. Titik demi titik kita capai, tetapi tak pernah kita merasa cukup dan mencoba untuk berhenti sejenak memikirkan apa yang telah kita raih. Hidup berjalan dalam waktu yang teramat panjang dan seakan kekal. Padahal, kita sadar, atau terkadang sadar, bahwa kelak, ada satu titik akhir dari perjalanan kita dalam waktu yang tak pernah usai. Sejarah telah melampaui abad demi abad, dan masih akan berjalan abad demi abad, tetapi kesadaran kita yang sederhana memusat pada waktu keberadaan kita saat ini. Hanya saat ini.

Dimanakah kita sekarang? Apa yang telah dan sedang kita lakukan kini? Akan menuju kemanakah kita esok? Apakah langkah-langkah kita telah berderap di jalan yang kita inginkan? Ataukah kita sedang merasa perih, kecewa dan bahkan putus asa karena ternyata tak mampu meraih apa yang kita angankan? Bahwa hidup ini telah berlangsung dalam kecepatan yang tak mampu kita kuasai sepenuhnya. Dan segala harapan kita telah kandas dalam keping-keping kecil jauh di masa silam, sehingga tak mampu lagi kita tata menjadi suatu bentuk yang utuh saat ini?

Kita hidup dengan kesadaran yang sering terasa asing. Waktu lewat melintas, dan kita berupaya menggapainya dengan sia-sia. Kita tak pernah memiliki sang waktu. Kita selalu ditinggalkan sang waktu. Sadar atau tidak. Dan kita tersentak saat menyadari bahwa daya dan kemampuan hidup kita kian terbatas. Sementara waktu tak pernah menunggu kita, kita seakan terpatok di sudut yang sama, terus menerus. Waktu berubah dan semestinya kita pun harus berubah. Mengikuti sang waktu. Bagai aliran air sungai yang mengalir menuju muaranya. Tetapi siapkah kita dengan perubahan itu? Siapkah kita?

Lihat! Terkadang langit mendung dan hujan turun. Terkadang langit cerah dan matahari bersinar terik. Dan alam berjalan dengan satu kepastian. Mengalir bersama waktu. Datang dan pergi. Hadir dan musnah. Sama namun berubah setiap saat. Namun, dalam pikiran kita, dalam perasaan kita, semuanya sering tak pernah berubah. Kita merasa gagap dengan perubahan dan bahkan menentangnya, karena merasa bahwa itu tak sesuai dengan keinginan dan harapan kita. Padahal, apakah artinya keinginan dan harapan kita dalam perjalanan sang waktu yang tak terbatas ini? Apakah artinya?

Waktu tak pernah menunggu kita. Kita harus mengalir bersamanya. Alam, walau dalam komposisi besarnya seakan tetap, tetapi dalam detailnya takkan pernah sama. Dan kita adalah detail-detail yang selalu berjalan semakin hari semakin menua, dan suatu saat kelak akan lenyap dan berganti. Bagai kembang di taman yang datang dan pergi. Kita adalah waktu saat ini. Kita adalah sekarang. Sebab itu, berjalanlah bersamanya. Ikutilah sang waktu. Nikmatilah dia. Sesaat dan hanya sesaat, kita ada. Lalu tiada. Maka mengapa menyia-nyiakan hidup ini dengan hanya menunggu? Kemungkinan selalu terbuka. Setiap saat. Setiap waktu. Berubah dan lakukanlah perubahan. Hidup kita tidaklah kekal. Tidak kekal.

Kita mungkin memiliki impian-impian. Kita mungkin memiliki harapan-harapan. Tetapi, dalam waktu, siapakah kita selain hanya sebintik noktah yang hanya lewat selintas lalu sirna begitu saja? Pada akhirnya, kita akan menua lalu lenyap menghilang. Pada akhirnya toh, segala kesadaran kita akan tenggelam dalam lintasan sejarah. Pada akhirnya kita tak memiliki apa-apa selain kenangan yang perlahan-lahan akan dilupakan dan diabaikan. Pada akhirnya, kita semua akan usai.....

Maka apapun yang telah terjadi, terjadilah. Kita takkan bisa untuk mengembalikan masa lalu. Kita takkan mungkin untuk membalikkan waktu yang telah lewat. Kita hanya ada saat ini. Sekarang. Dan toh, itu tetap berguna untuk dijalani. Tetap berguna untuk dinikmati. Masa depan yang mungkin terasa asing, suram dan bahkan gelap, bagi kita, tidak berarti bahwa kita kehilangan kemungkinan-kemungkinan terbaiknya. Tidak. Waktu selalu mengandung kemungkinan-kemungkinan yang tak terduga. Selalu ada keajaiban yang menunggu kita. Hanya kita perlu mencarinya. Hanya kita perlu mengadakan perubahan dan menjadikan apa yang telah lampau sebagai acuan untuk hari esok kita. Siapkah kita?

Semakin kita mengejar waktu, semakin tak mampu pula kita menikmatinya. Semakin kita menikmatinya, semakin kehilangan pula kita. Memang demikianlah hidup, kawanku. Memang demikianlah hidup. Kembang melati yang kemarin terlihat segar dan mengharumkan lingkungan sekitarnya, hari ini mungkin telah gugur dan kehilangan keharumannya. Tetapi sia-siakah hidupnya jika begitu? Tidak. Tentu tidak. Sebab, dia telah melakukan baktinya kepada alam. Dan demikianlah seharusnya kita. Apapun yang kita alami, apapun yang telah menerpa kita, apapun itu, kita hidup dalam waktu yang terus berubah. Maka mari mengharumkan dunia ini dengan keberadaan kita saat ini. Bersama waktu sekarang. Kini. Besok adalah hari lain pula. Yang penuh kemungkinan. Dan kita harus mengubah kemungkinan itu menjadi yang terbaik bagi dunia. Yang terbaik bagi kita. Yang terbaik bagi Sang Pencipta. Sebab kita telah memberikan yang terbaik dari diri kita kepada-Nya. Kepada-Nya.......

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...