24 Maret 2013

ANGGAPAN


Aku mengakui kelemahanku dalam menghadapi nasib dan perjalanan hidupku. Tetapi aku sudah tidak akan tahan bila ada orang mau menambah beban kepadaku dengan marah dan memaki-maki. Lupakan aku, hinalah aku sesuka hatimu, tapi biarkan aku bebas....” (Lorong Midaq – Naguib Mahfouz)

Ya, siapakah kita yang kadang berbuat menjadi penuntut sekaligus hakim kepada mereka yang kita anggap bersalah? Seberapa bersihkah kita sehingga kita senang mempermalukan kekotoran orang lain yang kita sangka sangat menjijikkan bagi kita? Seberapa jujurkah kita terhadap diri sendiri saat kita menghina mereka yang berbeda dari diri kita? Seberapa dalamkah kita mengenal kehidupan orang-orang yang kita permalukan, bahkan ingin kita hukum mati karena sesuatu yang dilakukan atau dipikirkannya? Sadarkah kita sendiri saat kita merasa benar dan yakin pada kebenaran kita?

Betapa dunia sering nampak demikian suram di mata mereka yang menganggap dirinya sempurna. Dunia sering hanya kelihatan hitam dan putih di mata mereka yang mengira bahwa hanya ada kebenaran dan kesalahan tanpa kemungkinan lain dalam setiap pengalaman hidup masing-masing. Dan walau menyedihkan, tetap banyak orang yang merasa dirinya putih bersih dan yang lain, yang berbeda dengannya, hitam kelam. Sosok-sosok yang bagaikan hanya daging yang hidup tanpa perasaan sama sekali. Tetapi, sungguh, itu tidaklah manusiawi adanya. Mereka yang mengakui memiliki kepastian dalam hidupnya tanpa kemungkinan lain sesungguhnya hidup dalam dunia mimpi. Sebab dunia nyata tidaklah demikian adanya. Tidak demikian.

Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu” kata Yesus kepada para ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang membawa seorang perempuan yang tertangkap basah berbuat zinah. Dan ternyata, tidak seorang pun yang merasa tanpa dosa. Tentu saja. Memang jauh lebih mudah melihat kesalahan orang lain daripada menyadari kelemahan diri sendiri. Dan dalam kejadian yang ditulis oleh Yohanes itu, mengapa hanya perempuan yang dibawa kepada Yesus? Mengapa hanya perempuan itu yang dikurbankan, sedangkan perbuatan zinah itu tak mungkin dilakukan tanpa kehadiran laki-laki? Siapakah laki-laki itu? Keadilan apakah yang akan ditegakkan oleh para ahli Taurat dan orang-orang Farisi jika dalam kejadian itu pun mereka ternyata telah berlaku tidak adil? Telah berpihak? Dan apakah yang mereka ketahui tentang latar belakang perbuatan itu?

Terkadang sebuah kejadian terjadi bukan hanya kesalahan seseorang. Bisa saja kesalahan terpaksa dilakukan karena situasi dan kondisi yang justru dibuat oleh mereka yang merasa dirinya benar dan bersih. Jika demikian, siapakah yang patut dipersalahkan? Mengapa mansuia cenderung mengadili dan menghukum seseorang hanya dari penampakan luarnya saja? Hitam. Putih. Ah, dunia tidak sesederhana begitu. Sungguh ada banyak warna lain yang justru membuat hidup ini indah. Dan tanpa warna-warna itu, kita semua hanya menjadi kawan dan lawan. Tanpa sesama. Jika demikian, untuk apakah Tuhan menciptakan semua ini? Untuk apa?

Maka janganlah hidup hanya dengan anggapan kita saja. Janganlah mencela, menuduh bahkan sampai ingin mengadili dan menghukum seseorang hanya karena anggapan kita bahwa kebenaran hanya milik kita saja. Sesungguhnya tak seorang manusia pun yang dapat mengatakan dirinya sebagai pemilik tunggal kebenaran. Tidak. Kita semua hanya dapat hidup dengan dan bersama kebenaran kita masing-masing tanpa kekuasaan untuk memaksakan kebenaran kita kepada orang lain. Siapa pun mereka. Dan pada akhirnya, kita akan bertemu dengan kebenaran yang mutlak pada waktunya kelak. Di saat itulah, kita baru menyadari kebenaran dan kesalahan kita masing-masing. Di hadapan pemilik tunggal kebenaran sejati. Sang Pencipta kita.

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...