13 Agustus 2013

DALIH

Berawal dari pemerkosaan yang dilakukan oleh Sikhem, putra dari Hemor - raja kaum Hewi, terhadap Dina, putri dari Lea dan Yakub. Hemor yang ternyata kemudian jatuh hati kepada Dina, dan ingin mempersuntingnya sebagai pertanggung-jawaban atas perbuatannya itu serta bersedia menerima syarat-syarat yang diajukan oleh pihak Yakub. Tetapi karena merasa malu, putra-putra Yakub, atau saudara-saudara Dina, tidak mau menerima peristiwa itu dengan ikhlas. Dengan tipu daya, pada saat kaum Hewi sedang melaksanakan syarat yang diajukan oleh pihak Yakub, yaitu dengan disunat, Simeon dan Lewi, kakak dari Dina dan putra Yakub datang menyerang dan membunuh semua laki-laki suku itu, termasuk Sikhem dan Hemor lalu mengambil Dina, adik mereka. Menyusul saudara-saudara Dina yang lain kemudian datang lalu menjarah kota kaum Hewi dan merampas semua milik mereka, termasuk anak dan perempuan mereka. Peristiwa tragis yang dikisahkan dalam Kitab Kejadian 34: 1- 31 itu ditutup dengan satu pernyataan dari putra-putra Yakub sebagai dalih atas perbuatan keji mereka: "Mengapa adik kita diperlakukannya sebagai seorang perempuan sundal!"

Peristiwa yang disesalkan oleh Yakub tersebut menimbulkan suatu pertanyaan menarik. Apakah sungguh tindakan yang dilakukan oleh para saudara Dina itu sungguh-sungguh suatu pembalasan atas tindakan yang dialami oleh suadari mereka? Jika hal itu adalah tindakan pembalasan, mengapa semua laki-laki yang tidak bersalah pun harus menjadi kurban? Dan mengapa segala milik kaum Hewi itu harus dirampas, bahkan termasuk juga anak-anak serta para perempuan mereka? Apakah itu sungguh suatu balas dendam ataukah sekedar dalih untuk menyembunyikan motip lain dari tindakan kekejaman yang telah mereka lakukan? Pantaskah kejadian yang menimpa Dina tersebut harus dibalas dengan praktis memusnahkan sebuah kaum? Bagaimana sikap Tuhan atas tindakan putra-putra Yakub tersebut? Dan juga apa pendapat Dina sendiri, sang korban, yang sama sekali tidak pernah bersuara? Paling tidak, tak tercatat apa yang dipikirkannya atas kejadian yang menimpanya serta segala akibat-akibatnya. Semuanya serba gelap. Dan hanya dapat kita duga-duga tanpa sebuah kepastian.

Maka sungguh menarik untuk menimba dari kisah yang ditulis dalam kitab kejadian itu, kita dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan mendasar, mengapa dan untuk apa peristiwa yang demikian kelam tersebut disampaikan kepada para pembaca? Kepada kita semua? Dan jelas, menurutku, bukan untuk dijadikan teladan bahwa sebuah balas dendam dapat berarti apa saja. Bahwa kekerasan kepada siapa saja dapat dibenarkan saat kita berada di posisi sebagai korban. Bahkan balas dendam dengan motip keuntungan yang luar biasa dengan melakukan penjarahan dan perampasan atas segala yang dipunyai oleh sang pelaku. Sang pelaku yang mendadak menjadi korban. Dengan dalih apapun, tindakan balas dendam yang demikian berlebihan tersebut sesungguhnya menjadi catatan bagi kita bukan untuk dijadikan teladan tetapi untuk tidak mengulangi tindakan yang sama. Untuk menolak pembalasan yang berlebihan. Apalagi pembalasan yang mengandung motip-motip terselubung.

Tetapi kenyataannya kita seringkali dihadapkan atau bahkan mungkin justru melakukan hal-hal yang penuh dengan ancaman, pemaksaan bahkan kekerasan dengan dalih yang seakan-akan suci dan benar. Dalih yang dapat melindungi kita dari tindakan hukum dan pandangan umum. Padahal jika kita mau jujur, jika kita berani untuk jujur, sesungguhnya kita menyembunyikan motip kepentingan kelompok atau bahkan pribadi dibalik dalih tersebut. Sayangnya, kebanyakan dari kita menolak untuk jujur, sering terutama karena menyangkut nama baik dan harga diri kita sendiri. Atau kita takut kehilangan kenyamanan hidup kita. Namun dalih yang menyembunyikan motip kita sesungguhnya tidaklah pantas menjadikan kita sebagai teladan bagi siapa saja. Maka dalih apapun yang kita utarakan, yang menyembunyikan motip-motip terselubung pada perbuatan kita, sesungguhnya adalah teror bagi orang lain. Janganlah sebagai korban kita lantas merasa layak pula untuk kemudian mengorbankan orang lain. Apalagi yang samasekali tak bersalah dan tak berhubungan sama sekali dengan apa yang telah menimpa kita.

Maka Yakub berkata kepada Simeon dan Lewi: “Kamu telah mencelakakan aku dengan membusukkan namaku kepada penduduk negeri ini......”. Tetapi seperti biasa, sesal selalu terlambat datang. Sesal selalu tiba setelah semuanya terjadi. Peristiwa dalam kitab kejadian itu selayaknya menjadi renungan bagi kita semua agar tak ada lagi sesal atas perbuatan kita. Dengan belajar dari kisah itu. Dengan memahaminya. Dan menolak semua tindakan kekerasan dan balas dendam atas dalih apapun juga.


Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...