24 Agustus 2013

LANGIT MALAM

Saya senang menatap langit malam. Saat udara cerah dan bintang-bintang menampakkan keindahannya jauh tinggi di atas kepalaku. Saya senang menyaksikan kelap-kelip cahayanya yang demikian indah, yang berasal dari alam semesta yang seakan tak berujung jauh di sana. Tetapi, selain memandang bintik cahaya bintang, saya juga merenungkan betapa langit malam yang sedang kutatap ini sesungguhnya merupakan cermin masa lalu alam semesta. Cermin masa lalu keberadaan kita.

Bukankah apa yang saat ini dan sekarang saya nikmati sesungguhnya adalah masa lampau dari titik-titik cahaya itu sendiri? Saya ada disini, sekarang, tetapi entah apakah titik cahaya itu masih ada sekarang? Ataukah dia telah meredup lalu lenyap sebagai lubang hitam yang tak tembus pandang bahkan tak lagi punya waktu nyata? Saya tidak tahu. Yang jelas, langit bagaikan cermin masa lalu. Kita sedang menyaksikan yang bukan sekarang. Kita memandang ke masa lampau sedang apa yang ada kini hanya menjadi teka-teki yang mungkin tak bisa dijawab.

Saya sungguh senang menatap ke langit malam, menyadari keberadaan diriku, sambil merenungkan betapa singkatnya waktuku di alam semesta ini. Menatap cahaya bintang yang bersinar dari puluhan, ratusan bahkan ribuan tahun yang lampau, masa lalu tiba sekarang, sedang masa sekarang sesungguhnya mengandung rahasia yang sangat sulit diselami. Kesadaran keberadaanku, merasakan elusan lembut angin malam, mendengarkan suara nyanyian binatang malam, sambil menatap jauh ke langit yang menampakkan masa lampaunya, sebagai cermin tak berbatas, saya sungguh terpesona padanya. Sungguh membuatku takjub. Misteri ah, misteri kehidupan ini sungguh luas tak terbatas...

Langit malam. Indah mempesona. Rahasia yang membisu. Dan yang dapat kulakukan hanya menikmati dan merenungkan betapa tak terbatasnya kebesaran semesta dalam kekerdilan diri ini. Debu. Sungguh, hanya debulah kita ini. Sesuatu yang sangat rapuh di luasnya misteri dan panjangnya masa. Dan kelak, kita pun akan menjadi lubang hitam yang tak berada lagi dalam sejarah. Kelak, kita akan melemah dimakan waktu, menua dan kemudian kehilangan waktu yang sangat mempesona ini. Kelak, ya kelak, kita mungkin dapat disaksikan oleh mereka yang berada jauh, jauh di langit malam itu. Sementara kita tak ada lagi. Tak ada lagi. Betapa menakjubkannya.


Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...