14 November 2013

KEPERCAYAAN

Apa yang hilang di tengah kita saat ini adalah kepercayaan. Bukan saja kepercayaan kepada orang lain, tetapi juga dan terutama kepercayaan kepada diri sendiri. Sebab, hanya mereka yang tidak punya kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri yang selalu ingin menghabisi lawan-lawannya. Hanya mereka yang tidak percaya diri yang menolak adanya perbedaan dan selalu ingin menjadi satu-satunya yang hidup, satu-satunya yang ada. Bagi mereka, kebenarannya harus ditegakkan sebagai kebenaran mutlak. Sebagai kenyataan tunggal. Tetapi nampaknya mereka lupa bahwa sikap itu justru merupakan sikap yang penuh egoisme, penuh kepentingan diri....

Ya, bagi mereka yang tidak percaya diri, perang adalah satu-satunya jawaban. Kekerasan adalah satu-satunya jalan. Pembasmian adalah satu-satunya cara. Untuk memusnahkan yang lain. Untuk meniadakan yang berbeda. Sehingga dunia dapat ada untuk dirinya sendiri. Dunia dapat menjadi milik pribadi. Tanpa tantangan. Tanpa perdebatan. Tanpa tanya-jawab. Semua kebenaran hanya bagi dirinya. Dan demi dirinya semata. Tetapi tidakkah ada kesadaran bahwa dunia yang mereka dambakan adalah sebuah dunia yang kosong? Sebuah alam yang hampa dan tak punya makna? Sebuah dunia dengan satu warna yang akan demikian membosankan sekaligus menakutkan?

How many deaths will it take till he knows, that too many people have died...” demikian penggalan lagu indah dari Bob Dylan, “Blowing In The Wind”. Berapa banyak kematiankah harus terjadi sebelum manusia sadar betapa sia-sianya semua usaha dengan kekerasan, perang, teror hingga pembantaian terhadap sesamanya? Aku menang, kau menang, kita menang, mereka menang, apakah artinya semua itu jika yang tertinggal hanya jasad-jasad yang membisu kaku dan kita semua kehilangan saudara tempat tukar pikiran dapat berbuah kebijaksanaan tentang hidup ini?

Apa yang lenyap di antara kita sekarang adalah kepercayaan. Kepercayaan bahwa kita semua mampu untuk menyelesaikan perbedaan dengan saling bertukar pikiran. Dan kepercayaan terhadap diri sendiri untuk menerima mereka yang berbeda pendapat, ide, suku, agama, ras dan aliran bukan sebagai musuh yang harus dihabisi tetapi sebagai teman bertukar pikiran agar bisa menghasilkan tujuan yang lebih mulia daripada hanya kepentingan diri dan kelompok kita saja. Tetapi sayangnya, kita tidak lagi percaya bahwa Yang Maha Kuasa sesungguhnya memberikan anugerah perbedaan itu untuk dapat saling mencari dan menemukan kebenaran. Kita justru merasa sebagai Yang Maha Kuasa itu sendiri dengan bersikap seakan-akan apa yang ada dalam pikiran kita sama dengan apa yang dikehendaki-Nya. Sebagai kebenaran-nya. Sungguh sikap yang teramat angkuh. Sekaligus sia-sia. Sangat sia-sia.


Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...