31 Desember 2014

WAKTU

Di malam Tahun Baru kemarin, sendirian aku merenungi satu pertanyaan: Apakah sang Waktu itu? Berbedakah antara tahun kemarin, hari ini ataupun esok? Ataukah semuanya sama saja? Apakah sekedar sebab hobbi atau iseng saja maka manusia menata sang Waktu ke dalam detik-menit-jam-hari-minggu-bulan-tahun-abad dan seterusnya? Atau sebab manusia selalu menginginkan keteraturan, sistimatika dan keseragaman dan untuk itulah maka sang Waktu dipatok-patoknya? Lalu, apakah maknanya tahun yang telah lewat, tenggelam dalam sejarah, bagi kita semua? Dan bagaimana pula arah masa depan yang akan menghadang kita nanti? Samar-samar aku merasakan suatu tirai yang aneh menyentuh kesadaranku. Di dalam bukunya yang laris, A Brief History of TimeStephen W. Hawking bahkan dengan jelas walau agak njelimet menulis bahwa, secara teori, sang Waktu bisa dibelokkan atau malah dipelintir. Jadi sesungguhnya apakah sang Waktu itu?

Hari ini, tahun 2014 telah tertinggal di belakang tetapi nanti tahun 2015 pun perlahan akan menjadi tua juga. Sebagian dari kita pun merasa bahwa kehidupan berjalan kembali dalam rutinitas, sama seperti tahun lalu. Tak ada yang berubah, kecuali mungkin bahwa penanggalan tua telah ditanggalkan diganti dengan penanggalan baru yang kelak pun menjadi usang dan akan diturunkan serta ditukar dengan yang baru yang pun akan menjadi tua pula. Demikianlah seterusnya. Lalu, apa pula artinya segala isak tangis dan tawa ria, segala kesepian dan kejayaan di dalam gelombang sejarah yang tak terukur ini? Mengapa kita selalu mencari pertanyaan dari kenyataan yang terjadi? Dan di manakah dapat kita temukan jawaban atas segala pertanyaan itu? Bahkan di jaman kemajuan tehnologi kini, saat informasi membeludak secara serempak dan langsung, kita malah menjadi bingung, mengambang serta masa bodoh dalam menyerap segala kejadian tersebut. Akhirnya, kita sering kian terpuruk dari segala kemajuan dan kemoderenan itu. Maka harus bagaimanakah semestinya kita hidup? Harus bagaimanakah kita memahami sang Waktu?

Demikianlah, dari satu renungan sederhana aku terpilin dalam spiral tanya tanpa jawab. Logika berpikir yang pelik gagal terterpa fakta yang aktual. Pemahaman kita terhadap sekeliling mau pun eksistensi kita sendiri, dalam gerak laju sang Waktu, hanya membuahkan bilur-bilur pencarian yang selalu gagal dicapai. Kebenaran, dalam kejadian sehari-hari, bagaikan bayangan kita sendiri yang nampak jelas namun tak terjamah. Hari esok pun selalu datang tetapi tak pernah tiba. Maka kebahagiaan maupun kemalangan, bagiku dan bagi kita semua, merupakan pengalaman pribadi yang tidak akan pernah tertangkap secara utuh tanpa melibatkan pribadi kita sendiri. Kita selalu asing satu sama lain. Pun boleh jadi terhadap diri sendiri juga. Padahal pemahaman itu sendiri merupakan hakekat keberadaan kita sebagai manusia untuk tampil secara utuh.

Berdasarkan pada perenungan tersebut di atas, tibalah aku pada satu titik. Satu titik di mana kita mesti memiliki pegangan agar tidak terombang-ambing dalam derasnya gelombang Waktu. Apakah waktu akan terpelintir atau tetap lurus ke depan, sama sekali tidak berarti selama kita tetap menyadari eksistensi kita sebagai manusia ciptaan Tuhan, manusia yang hidup bersama sesama dan bersama alam seputar kita. Satu pegangan telah dirumuskan dengan amat sempurna oleh Rasul Paulus dalam suratnya kepada penduduk Korintus: Iman, Pengharapan dan Kasih. Satu pegangan yang bersumber dari Firman yang Hidup. Firman yang telah menjadi daging yaitu Yesus Kristus, Tuhan kita. Dengan demikian, sang Waktu akan menjadi nisbi. Sang Waktu hanya sekedar gerakan, ke depan atau ke belakang tidak jadi soal lagi, selama eksistensi kita dinahkodai-Nya. Tanpa Dia kita hanya menjadi tong kosong yang terombang-ambing tanpa arah di lautan luas sang Waktu.

Sebab itu, marilah kita benahi logistik kehidupan kita dalam tahun yang terus menerus melaju. Dengan Iman kita percaya pada masa depan. Dengan Harapan kita tak akan merasa ragu untuk hidup. Dengan Kasih kita akan berbuah di saat ini juga. Kenyataan hanya sesaat saja. Kebenaran akan abadi. Semoga Kasih Kristus beserta kita semua dalam mengarungi sang Waktu yang demikian tak menentu ini. Amin!

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...