21 Februari 2009

ADAKAH CINTA?

Adakah cinta? Jika ada, dimanakah dia? Mengapa serasa semua hal berjalan seiring dengan ambisi, nafsu, hasrat dan keinginan melulu? Adakah cinta? Jika ada, bermaknakah keberadaannya? Aku merasakan, aku menyaksikan dan aku mengalami, betapa semua berjalan sendirian dalam kegelapan. Dan aku terus menerus mencari tapi tak pernah menemukannya. Bahkan semakin berupaya untuk mencarinya, semakin kehilangan aku. Apa artinya ini? Haruskah hidup dijalani demikian? Haruskah?

Aku menelusuri lorong-lorong kelam, tempat kehidupan yang ditinggalkan cahaya. Aku berjalan memasuki lokasi-lokasi tersembunyi, tempat yang dilupakan atau berusaha untuk dilupakan oleh ingatan. Aku mencari kebenaran jauh ke dalam tempat dimana dikatakan bahwa kebenaran tak pernah bersarang di sana. Aku menerobos area dimana hanya ada air mata, keringat, hasrat, nafsu, kebencian, dendam, sakit hati dan perasaan perih memenuhi udara. Dan aku berada tepat di jantung semua kehidupan berpusat tanpa perasaan munafik, kejujuran terekspresikan dengan langsung dan perasaan malu dan segan ditinggalkan. Di sini kehidupan menanggalkan topeng-topeng kemunafikannya. Di sini, mendadak aku sadar bahwa kebenaran demikian terbuka dan manusia hidup dengan ketelanjangan emosi dan nafsu. Tetapi cinta, ya cinta, dimanakah dia?

Adakah cinta? Jika dia ada, mengapakah sedemikian banyak air mata memenuhi wajah orang-orang yang meratap kesepian? Mengapakah sedemikian banyak tangisan dari mereka-mereka yang ditelantarkan dan disia-siakan atas nama kebenaran yang semu itu? Mengapa sedemikian banyak keluh dan perasaan pilu di jiwa-jiwa yang terhimpit dalam ketidak-berdayaan tanpa seorang pun mau peduli? Mengapakah demikian banyak teriakan dendam dan sakit hati dari suara-suara yang diserukan oleh mulut-mulut yang dipaksa untuk diam dan diam walau mereka telah ditindas dan dianggap sampah? Mengapakah hidup sedemikian mencekam jika cinta yang indah itu ada? Mengapa?

Kadang hidup memang sulit untuk dipahami. Kadang hidup hanya diketahui dari segala tatacara dan etika yang nampak. Sedang apa yang ada di balik topeng-topeng wajah yang tersenyum dan nampak seakan-akan bahagia, siapa yang bisa tahu? Tataplah wajah-wajah yang riang itu. Tataplah wajah-wajah yang sedih itu. Tataplah wajah-wajah yang sering tanpa ekspresi. Tataplah wajah-wajah kita. Tataplah dan coba pahami apa yang ada di baliknya. Maka kita yang berlagak tahu segala asal mula, kenal segala kebenaran tentang hidup, paham segala baik dan jarak, hanya akan terbentur pada dinding ketidak-pahaman akan diri kita sendiri. Ya, ketidak-pahaman akan diri kita sendiri.

Adakah cinta? Jika ada, dimanakah dia? Aku membayangkan tubuh-tubuh yang terkapar di medan pembantaian. Disanalah cinta. Aku membayangkan mereka-mereka yang telah dikhianati, dihancurkan, ditipu, dilecehkan dan dijadikan sampah. Disitulah cinta. Aku membayangkan mereka-mereka yang tergolek tanpa daya setelah ditindas, digusur, dihempaskan dan dihancurkan atas nama kebenaran dan keuasaan dan kekuatan dan kekayaan. Merekalah cinta. Ya, cinta adalah mereka-mereka yang tak punya daya untuk membela diri dari apa yang dinamakan kebenaran. Dan percayalah betapa banyaknya mereka itu. Banyak, sungguh banyak. Namun jarang kita temukan. Jarang kita sadari. Sebab itulah, kita terus bertanya-tanya dalam hati: Adakah Cinta?

Tonny Sutedja

ANGIN BERUBAH

Angin berhembus dengan kencang. Siang dengan langit yang kelam. Dan gerimis jatuh menitik. Seekor kucing kecil nampak tertidur. Sayup-sayup terdengar nyanyian Susan Wong. Dunia terasa damai. Dan hati terasa tenang. Apa yang harus kucari untuk menyelami makna kebradaanku, selain dari menikmati apa yang ada. Daun-daun palem di depanku nampak melambai-lambai. Seakan tak peduli pada kerusuhan yang terjadi. Bumi nampak diam. Langit nampak diam. Segalanya nampak ada tapi tak ada. Suara Suzan Wong sayup-sayup sampai. Angin Berubah.

Siapakah aku? Siapakah dia? Siapakah kau? Siapakah kita? Apa artinya pengalaman yang sedang kita alami saat ini? Adakah hidup sungguh hanya menunda kekalahan, seperti kata Chairil Anwar? Sungguhkah tak ada sesuatu pun yang dapat kita lakukan dalam mengalami keberadaan kita di dunia ini? Lalu apa artinya kita? Apa artinya kita harus ada, mengalami, merasakan dan memikirkan segala sesuatu jika pada akhirnya semua akan berlalu? Bukankah pada akhirnya segalanya akan menjadi sia-sia belaka? Pada akhirnya toh, kita akan takluk pada usia, kita akan takluk pada penyakit, kita akan takluk pada ketak-mampuan fisik kita untuk meng-abadi. Lalu setelah ini usai, akan kemanakah kita? Kemana? Angin Berubah, lirih suara Susan Wong. Ah....

Aku melihat ke atas, langit kelam. Aku melihat ke daunan palma yang melambai-lambai. Aku melihat ke kucing cilik yang sedang tertidur lelap. Aku melihat gerimis yang jatuh merintik di siang yang merambat pelan dalam waktu. Dan kurasakan sepi datang, menghampiri jiwaku sambil berbisik: Semuanya berubah. Perlahan tetapi pasti, semuanya akan berubah. Dan memang, waktu tak pernah akan berhenti. Dia akan melewati bahkan keberadaan kita semua. Saat nanti, saat kita tak lagi berada di sini, saat kita tak lagi mampu merasakan semua ini, saat kita tak lagi dikuasai perasaan dan tak bisa lagi memikirkan segala hal yang mengganggu hati kita, dia akan tetap berjalan dalam suatu kepastian menuju ujung yang amat sangat jauh. Sangat jauh.

Angin Berubah, bisik nyanyian indah dari Susan Wong. Angin berubah dan aku pun berubah. Kita semua akan berubah. Tidakkah titik-titik gerimis yang turun di siang hari ini, susul menyusul, saling bergantian dan tak pernah sama? Damai terasa indah. Damai terasa menyelinap masuk ke dalam hatiku saat kusadari betapa sianya segala pengejaran hasrat, ambisi dan nafsu kita. Segala kebebalan kita untuk mempertahankan keinginan-keinginan kita. Angin Berubah. Hidup Berubah. Aku Berubah. Kita semua akan berubah. Tidakkah demikian adanya kita semua?

Tonny Sutedja

02 Februari 2009

SENJA TELAH TIBA

Bertanya di angin yang berhembus kencang

Bertanya di dedaunan yang meliuk terhempas angin

Bertanya di rintik hujan yang mengguyur bumi

Bertanya di saat hati merintih dalam sunyi


 

Kemanakah semangat masa lampau kau bawa pergi?


 

Ransel waktu yang kau panggul mulai meringan

Jejak kaki yang kau sisakan mulai menghilang

Keperkasaan remajamu pun kian melemah

Dengan tulang tuamu digerogoti rematik


 

Kemanakah semangat masa lampau kau bawa pergi?


 

Kapanwaktu kita sadar bahwa

Kehidupan berjalan dari saat ke saat

Dengan kita atau tanpa kita

Ternyata segalanya hanya hasrat


 

Di jalan yang mulai menurun ini

Kita tertatih disergap angin senja

Landskap yang jauh membisu

Tatap kita dengan pedih


 

Waktu – serumu – waktu

Berikan aku waktu


 

Tapi hanya diam

Tulang-tulang keropos

Otot-otot kendur

Kepikunan

Dan lupa

Sobat kita


 

Kemanakah semangat masa lampau kau bawa pergi?


 

Kemanakah harapan yang dulu membara?

Kemanakah semangat yang dulu menyala?

Kemanakah tenaga yang dulu mengamuk?

Kemanakah idealisme yang dulu kukuh?


 

Jalan berkelok membentang di depan

Namun, kau sadar, tak lagi panjang

Ujung telah nampak samar

Kian dekat kian bijak hidupmu


 

Sadar bahwa

Seberapa kuat pun kita

Ada yang tak terkalahkan

Ada yang tak tertaklukkan


 

Hanya ada angin yang diam-diam

Mengelus wajahmu

Memasuki hatimu

Merebahkan resahmu


 

Senja telah tiba

Tonny Sutedja

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...