12 Juli 2009

REUNI

Perlu dan bergunakah Reuni bagi kita? Ada yang mengatakan bahwa reuni itu tidak perlu, dan hanya menghabiskan uang saja. Ada juga yang mengatakan bahwa reuni hanya buat teman-teman yang telah sukses dan berhasil dalam hidupnya. Tetapi ada juga yang menyambut reuni dengan penuh semangat dan gembira dapat bertemu dan berkumpul kembali dengan sahabat-sahabat lamanya. Sahabat-sahabat yang mungkin sebelumnya tak pernah dipikirkannya dapat bersua kembali. Tetapi sebagian juga akan menyambut reuni dengan perasaan yang biasa-biasa saja. Tidak ada perasaan antusias yang berlebihan.

Jadi perlu dan bergunakah reuni bagi kita? Jawaban atas pertanyaan tersebut tergantung pada kita sendiri. Juga tergantung pada bagaimana kekerabatan kita saat menjalani kebersamaan di masa lalu. Bagiku sendiri, reuni tidak berarti hanya diingini oleh teman-teman yang telah sukses saja. Juga bukan hanya untuk membuang percuma dana yang besar. Aku sadar, dalam pengalaman hidupku, betapa waktu kita dalam kehidupan ini terbatas. Kita tak tahu kapan akhir akan tiba. Namun, selama kita ada dan masih mampu menikmatinya, kita semua hidup bersama teman-teman yang kita kenal. Yang seringkali datang dan pergi, seperti juga teman-teman sebangku kita saat masih sekolah, teman-teman se kelas, teman-teman se angkatan, bahkan teman-teman se sekolah.

Ada banyak kenangan masa lalu. Kenangan yang mungkin indah, tetapi barangkali juga terasa pahit dan menyakitkan. Masa lalu memang telah tertinggal di belakang waktu kehidupan kita. Tetapi kenangan yang indah senantiasa akan membuat hidup kita lebih berseri. Bahkan, pengalaman pahit juga sering menjadi bahan lelucon dan membuat kita tertawa saat berkumpul bersama teman-teman kita. Saat menikmati kebersamaan dalam reuni. Apa yang dulu nampak demikian menakutkan atau bahkan menimbulkan kekecewaan, kini, saat membincangkannya, bisa nampak demikian lucu dan menjadi bahan lelucon yang membuat kita tertawa lepas.

Maka reuni bukan hanya berarti sesuatu yang tidak penting atau tidak berguna. Juga bukan berarti hanya membuang-buang biaya atau hanya bagi mereka-mereka yang telah sukses. Reuni menjadi ajang penyegaran bagi kehidupan kita. Hidup yang tidak bisa kita ukur dengan nilai materi saja. Sebab ada yang lebih penting dari materi: tawa – harapan – kebersamaan dan kekerabatan. Kita mungkin bisa membeli teman, namun persahabatan sejati tidak mungkin datang karena uang. Persahabatan sejati hanya bisa terjalin dari ikatan persahabatan kita di masa lalu, di masa kita belum menjadi siapa-siapa. Di masa kita hanya seorang remaja yang belum menjadi siapa pun.

Maka marilah kita memasuki reuni SMA Katolik Rajawali dengan semangat untuk menjalin kembali hubungan yang telah lama terputus. Bersua dengan sahabat-sahabat kita yang mungkin telah sekian lama tak pernah kita sapa. Dan, siapa tahu, dengan menautkan kembali jalinan kekerabatan kita di masa lalu, dapat membuat semangat dan harapan kita bangkit kembali. Selalu ada kesempatan kedua bagi kita yang yakin pada kuatnya jalinan jiwa persahabatan. Selalu ada yang indah dari masa lalu, sepahit apapun itu. Marilah kita gali kembali semangat yang mungkin dulu demikian menggebu-gebu, namun saat ini telah menjadi redup. Mari kita tertawa lepas bersama teman-teman lama kita. Dan menemukan 'belahan jiwa' (aku teringat pada buku yang amat indah dari Lucy M. Montgomery "ANNE OF GREEN GABLES) yang telah dilupakan waktu. Salam dan selamat menikmati reuni akbar SMA Katolik Rajawali Makassar.

Tonny Sutedja (alumni 80)

09 Juli 2009

USIA

Lahir dan mati adalah suatu kepastian. Menjalani hidup adalah kemungkinan-kemungkinan. Kita hidup bersama kemungkinan-kemungkinan itu. Dengan berbagai pilihan, kita melangkah memasuki keberadaan kita di dunia ini. Setiap perencanaan, setiap pilihan atas kemungkinan yang ada, walau hasilnya terkadang kita anggap bisa kita tentukan, selalu ada ketak-pastian bersamanya. Berapa banyakkah di antara kita yang bisa mengatakan bahwa segala yang telah dipilih dan direncanakannya, bisa dengan tuntas diselesaikannya sesuai yang diinginkannya? Menjalani hidup, pada akhirnya, memang berarti menjalani berbagai kemungkinan yang harus kita pilih. Dan setiap pilihan kita, setiap keputusan yang kita ambil, setiap langkah yang sudah kita tentukan, pasti mengandung ketidak-pastian bersamanya. Seberapa yakin pun kita saat memilih kemungkinan tersebut.

Waktu telah membawa kita ke titik ini. Dan bersama waktu, kita belajar, betapa dari semua kemungkinan yang telah kita pilih, seberapa banyakkah yang bisa disebut keberhasilan? Usia berjalan, dan mengikuti jalan sang waktu. Pada akhirnya kita menyadari betapa samarnya makna keberhasilan itu. Namun, harapan tetap ada dan tak bisa dimatikan. Sebab dengan harapan, kita berharap, kita akan sanggup untuk bertahan menghadapi apapun hasil yang akan kita hadapi. Kelak. Usia ini bagaikan anak panah, sekali dia tertarik lepas, akan bergerak menuju saat perhentiannya. Dan sesaat setelah terlepas dari sang busur, dia akan terus meluncur hingga akhir. Atau hingga ada sesuatu yang menghentikannya. Demikianlah hidup ini kita jalani.

Saat merayakan ulang tahun kita, saat menjalani waktu kehidupan kita, setelah kelahiran yang sedemikian pastinya dalam kesadaran kita, kita akan akan berjalan sambil mengalami peristiwa demi peristiwa sepanjang tonggak-tonggak keberadaan yang kita patok sendiri. Dan dalam setiap saat itu, kita menghadapi banyak pilihan, lalu memutuskan yang terbaik bagi kita sendiri. Namun, keputusan yang saat itu kita anggap terbaik bagi kita, belum pasti akan menghasilkan sesuatu yang baik untuk kehidupan dan kebahagiaan kita. Itulah resiko hidup. Tak perlu kita sesali. Apa yang telah kita tempuh, apa yang telah kita jalani, mutlak harus kita terima dengan sadar dan lapang. Tak ada yang salah atas semua pilihan itu. Karena hidup memang mengandung banak sekali kemungkinan yang tak bisa pastikan. Seberapa hebatpun kemampuan kita untuk meramalkan dan merencanakannya.

Kita sering merasa tahu akan kemampuan kita. Kita sering merasa sadar akan kekuatan kita. Tetapi perlahan-lahan, kita mulai menua, sering tanpa pernah kita sadari. Waktu berjalan, usia menanjak, dan apakah pernah kita menatap wajah kita pada cermin? Kian bertambah usia, sering kian membuat kita enggan untuk bercermin lagi. Kekuatan dan kesadaran kita seringkali demikian menguasai kita, sehingga kita luput untuk menyadari keterbatasan fisik kita. Padahal, setiap saat, setiap waktu, sering bahkan tak kita duga sama sekali, usia kita bisa berhenti secara mendadak. Dan itulah suatu kepastian lain di ujung kelahiran kita. Maka saat menghadapi ulang tahun kita, sepantasnya kita bersyukur karena telah menjalani kehidupan sepanjang ini, walau kadang penuh dengan pilihan-pilihan yang salah, tanpa perlu menyesalinya. Siapakah yang merasa tak pernah membuat keputusan yang salah? Kita semua hanyalah manusia fana. Kita semua akan lenyap kembali, lenyap secara fisik dalam waktu kesadaran dunia, menjadi kenangan yang perlahan akan meredup dalam ingatan sejarah. Tetapi bagaimana pun, kita ada dan telah ada semenjak kita lahir. Bukankah demikian adanya kita?

Maka menjalani kehidupan ini, sambil menjalani beragam kemungkinan yang harus kita pilih dan putuskan sendiri, di saat-saat mengenang hari kelahiran kita, sepantasnya kita memanjatkan doa, dan bersyukur karena kita telah ada. Tak perlu penyesalan itu. Tak perlu rasa sesal dan sakit hati itu. Semua kelak akan lenyap setelah kita kembali ke asal kita. Marilah kita berbuat sesuatu yang membuat Sang Pencipta kita merasa bangga karena telah menghadirkan kita di dunia ini. Dan kini, saat ini, kita telah menikmati usia kita sepanjang waktu keberadaan kita, dan masih entah berapa panjang lagi kita akan ada. Kita bersyukur dan menyisihkan rasa putus asa dan ketak-berdayaan kita yang sering hanya ada di dalam pikiran kita sendiri. Kita bangkit dari renungan panjang sambil bertekad untuk memungut kembali keping-keping waktu yang selama ini telah kita buang percuma. Waktu masih ada. Harapan masih ada. Hiduplah selagi usia masih memungkinkan. Nikmatilah dan bergeraklah. Hingga usia kita usai nanti. Hingga kita selesaikan tugas keberadaan kita kelak.

Tonny Sutedja

RENUNGAN TENTANG WAKTU

Hidup bagaimanakah yang kita jalani saat ini? Bahagiakah kita? Ataukah kita sering bertanya-tanya dan menyesali apa yang sedang kita alami? Atau bahkan mempersalahkan diri kita, atau orang lain atas pengalaman yang kita jalani sekarang? Ah, terkadang kita merasakan betapa waktu berjalan dengan cepat. Amat cepat. Hingga kita merasa tak cukup untuk meraih segala apa yang kita inginkan. Tapi ada saatnya kita juga merasakan betapa waktu merayap dengan lambat. Teramat lambat. Siapa yang tahu kepastian dari sang waktu? Detik ke menit. Menit ke jam. Jam ke hari. Hari ke minggu. Minggu ke bulan. Bulan ke tahun. Dan seterusnya......

Demikianlah, aku merenungkannya, saat mengenang kembali saudara dan sahabat-sahabatku yang telah berpulang dalam usia muda. Teramat muda. Waktu tak lagi memiliki mereka. Dan waktu tak lagi menjadi milik mereka. Namun aku, aku yang masih ada dan masih sanggup untuk menuliskan renungan ini, merasakan betapa waktu sungguh-sungguh menjadi suatu anugerah yang tak terpahami. Berjalan dalam lorong harapan dan keputus-asaan. Berjalan bersama ambisi dan kepasrahan. Kadang meluncur cepat. Kadang merayap perlahan. Dimanakah kita saat ini? Apakah yang kita rasakan? Bagaimanakah pengalaman kita dengan hidup ini?

Aku tak tahu. Saat berhadap-hadapan dengan mereka yang sakit, dengan mereka yang menderita dan menyadari keterbatasan waktu yang tersisa, aku selalu ragu akan diriku. Ragu akan kemampuanku sendiri untuk memahami keterbatasan itu. Betapa, apa yang kita sebut waktu itu, singkat atau lamanya, mendadak dapat berakhir tanpa kita ketahui. Tanpa suatu kepastian. Dan demikianlah memang hidup ini. Kebebasan kita untuk berpikir, untuk merasakan, untuk merenungkan, dimanakah ujung semua ini? Dan aku sadar, tak seorang pun, bahkan yang punya pengalaman yang sama sekalipun, memiliki pemikiran dan penghayatan yang sama akan apa yang dihadapinya. Dan hidup memang begitu adanya.

Kita, yang masih memiliki waktu, seringkali tak menyadari betapa waktu itu demikian terbatas. Dan betapa akhir bisa tiba tanpa kita sadari. Berapa panjangkah perjalanan hidup yang telah kita jalani hingga sekarang? Berapa lamakah perjalanan waktu yang telah kita susuri? Dan dimanakah ujung perjalanan ini akan usai? Dan saat tirai kehidupan kita diturunkan, seperti lirik indah ini, "...and now the end is near, and so I face the final curtain.... (My Way)" adakah kita pernah merenungkan makna yang telah kita temukan dalam kehidupan ini? Waktu, ah, terkadang sedemikian singkatnya, terkadang sedemikian panjang dan lelet, dimanakah kita saat ini? Ya, dimanakah kita saat ini, teman?

Buat Fransisca Ranteallo

Tonny Sutedja

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...