30 Desember 2015

MANUSIA DAN WAKTU

Akhirnya, tibalah kita di ujung penanggalan tahun 2015. Dan besok, kalender lama akan diturunkan, diganti dengan kalender baru. Tahun 2016. Tetapi apakah semua itu punya arti bagi kita? Atau hanya sekedar kegiatan rutin setiap duabelas bulan sekali? Dan apakah angka-angka tahun itu punya makna khusus bagi kita? Atau hanya sekedar angka yang saling bertukaran apa adanya? Lebih dari itu, apakah waktu yang kita jalani setiap saat ini memang perlu ditandai dengan angka-angka yang sesungguhnya tidak menggambarkan sejarah alam semesta tetapi lebih karena pemikiran segelintir orang saja yang menginginkan keteraturan?

Tetapi keteraturan terkadang merepotkan. Dan juga membingungkan. Jika pada suatu malam yang cerah, kita menatap ke langit, memandang ke benda-benda yang bersinar di angkasa luas. Saat itu bagi kita sesungguhnya adalah memandang sejarah masa lampau benda-benda angkasa itu. Sejarah belasan, puluhan atau malah ratusan dan ribuan tahun cahaya yang lalu (kecepatan cahaya = 2.99792458 x 108 meter / detik), sehingga kemungkinan bahwa benda yang kelihatan bersinar indah itu pada kenyataannya saat ini mungkin sudah musnah. Demikianlah, selalu ada jarak, bukan saja dalam satuan metrik tetapi juga dalam waktu) antara kita, diri kita sendiri, dengan benda di luar kita yang dibatasi ruang.

Jadi siapakah kita ini? Mengapa kita ada? Untuk apa kita disini? Itulah pertanyaan yang sering mengusik pemikiran manusia, yang berupaya membuka kesardannya, dan karena itu memunculkan ber-aneka aliran agama dan keyakinan yang berbeda-beda. Dalam hal ini, tak ada yang bisa dikatakan salah atau benar. Sebab, kita memang selalu punya jarak antara pemikiran diri sendiri dengan pemikiran sesama kita. Bahkan yang terintim sekali pun. Kita adalah kita, bukan dia. Bukan mereka. Dan jika, kita sering tak mampu memahami pemikiran dan tindakan kita sendiri, bagaimana bisa kita yakin bahwa kita dapat memahami pemikiran dan kelakuan orang lain?

Maka di penghujung tahun 2015 ini, mungkin perlu kita menyadari keterbatasan kita sebagai manusia. Sebagai manusia yang sendirian. Untuk selalu sadar bahwa ada jarak dan waktu yang memisahkan kita dengan orang lain. Dengan sesama. Jarak dan waktu yang membuat kita tidak sama dan tidak mungkin sama dengan orang lain. Sebab itu, kita masing-masing perlu menahan diri atau bahkan menolak pemaksaan untuk penyamaan itu. Karena justru pada ketidak-samaan itulah terletak keindahan kehidupan ini. Bayangkanlah jika semua sama dan disamakan. Yang ada hanya manusia-manusia robot yang, mungkin bergerak dengan serasi, seragam dan terpadu, tetapi monoton. Dan membosankan.

Akhirnya, tibalah kita di ujung penanggalan tahun 2015. Tetapi sebagian dari kita, ujung penanggalan itu 7 Pebruari 2016 (8 Pebruari 2016 tahun baru Imlek 2567), sebagian lagi pada 1 Oktober 2016 (2 Oktober 2016 tahun baru Hijriah 1438). Maka apa artinya angka-angka itu, selain dari patokan waktu bagi kita masing-masing sesuai dengan lingkup keberadaan kita di dunia ini? Dan karena lingkup keberadaan kita berbeda satu sama lain, tak ada gunanya untuk saling memaksakan apalagi hingga saling meniadakan. Bukankah Sang Pencipta memang membuat kita apa adanya? Bagaimana kita bisa merasa wajib untuk menyamakan pikiran kita dengan pikiran Tuhan dan karena itu memaksa orang untuk sama dengan pikiran kita?

Selamat Tahun Baru 2016


Tonny Sutedja

29 Desember 2015

MENYAMBUT 2016

Ada yang datang

Ada yang pergi

Demikianlah, waktu mengalir dalam hidup kita.

Tanpa terasa, kita kembali berada di ujung tahun. Walau, apa yang kita sebut tahun dalam angka itu sesungguhnya hanya hasil kesepakatan bersama saja (bukankah demikian banyak suku bangsa yang memiliki angka waktunya sendiri-sendiri?). Sebab apakah makna 2015 yang segera akan kita tinggalkan dan 2016 yang selanjutnya akan kita masuki dalam sejarah perjalanan waktu yang demikian panjang sejak awal keberadaan dunia ini? Sungguh tak berarti apa-apa. Sama seperti keberadaan kita sendiri di alam semesta yang maha luas ini. Sungguh, kita ini hanya setitik atom atau malah jauh, jauh lebih kecil dari itu.

Demikianlah, tahun 2015 akan segera berlalu. Dan tahun 2016 akan segera tiba. Dan sebagian dari kita mungkin menjalaninya dengan biasa-biasa saja. Sebagian lagi dengan sedikit rasa haru mengenang penuh nostalgi akan momen-momen indah yang telah terjadi. Tetapi mungkin sebagian lagi dengan rasa syukur dan berharap agar hari-hari yang penuh kesulitan di tahun ini akan segera pergi untuk menemui tahun mendatang yang, barangkali, jauh lebih baik dari tahun ini. Apapun perasaan kita saat meninggalkan tahun lama untuk memasuki tahun baru mendatang, selalu ada kesadaran bahwa yang baru pun akan segera usang kembali. Sebab waktu meluncur terus.....

Namun, sebelum meninggalkan yang lama dan menyambut yang baru, inilah momen yang pas bagi kita untuk merenungkan perjalanan kita sepanjang tahun ini. Atau bahkan sepanjang kehidupan kita hingga saat ini. Apakah di penghujung tahun lama ini, kita dapat meninggalkannya dengan senyum kegembiraan atau hanya dengan senyum kecut atau bahkan senyum yang penuh kepedihan? Tentu, hanya masing-masing kita saja yang mampu mengetahuinya (walau terkadang kita bahkan tidak mampu mengenal diri kita sendiri).

Ada yang datang

Ada yang pergi

Sebagaimana layaknya kehidupan ini.

Sebab memang tak ada yang bisa abadi. Tak ada yang kekal dalam waktu kehidupan kita yang terus mengalir. Tetapi, semoga kita semua masih mampu untuk berkata: “Hidup ini memang sulit, tetapi harapan selalu ada. Musibah, bencana dan malapetaka memang selalu dan akan tetap terjadi tetapi hidup masih berjalan terus. Sebab itu, kita harus belajar untuk menghadapi dan menerimanya apa adanya. Dan sebagaimana mestinya. Sebagaimana harusnya.”

Dan di ujung tahun 2015 ini, kesadaran itulah yang sangat kita butuhkan. Untuk tetap percaya pada masa depan, betapapun sulitnya keadaan kehidupan kita. Untuk tetap yakin bahwa, memang tak ada yang mampu meramalkan masa depan, tetapi oleh karena itu juga, tak ada kepastian bahwa kesulitan kita akan tetap atau siapa tahu akan berubah menjadi kegembiraan. Sebuah pepatah berbunyi: “Saat-saat tergelap dalam malam justru tiba tepat sebelum fajar menyingsing”. Dan, pepatah lain lagi berbunyi “jika ingin menyaksikan keindahan pelangi, tunggulah setelah hujan reda”. Maka, marilah kita semua berharap (tanpa perlu berlebihan) bahwa tahun 2016 akan lebih baik, jauh lebih baik dari tahun 2015 ini. Bagaimana pun, tak ada yang abadi di dunia ini selain dari perubahan. Maka berubahlah menjadi insan yang lebih baik. Dengan hati yang lebih tegar. Dan semangat yang penuh kerelaan dan kesabaran untuk tidak hanya berkembang demi diri sendiri, tetapi juga dan terutama menjadi lebih berguna bagi sesama dan semesta.

Mari meninggalkan tahun 2015. Mari menyongsong tahun 2016. Apa yang pergi, biarlah pergi. Apa yang akan datang, masrilah kita sambut dengan kesadaran bahwa, baik atau buruk, semua pasti punya makna bagi kehidupan kita. Dan selama kita hidup, kita tetap punya kesempatan untuk berubah menjadi lebih baik. Tetap punya harapan untuk menjadi lebih berguna. Baik untuk diri kita sendiri, baik untuk sesama kita semua. Baik untuk alam semesta ini.

SELAMAT TAHUN BARU 2016.
May The Power Be With Us.....


Tonny Sutedja

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...