Akhirnya, tibalah kita di ujung penanggalan tahun 2015. Dan
besok, kalender lama akan diturunkan, diganti dengan kalender baru. Tahun 2016.
Tetapi apakah semua itu punya arti bagi kita? Atau hanya sekedar kegiatan rutin
setiap duabelas bulan sekali? Dan apakah angka-angka tahun itu punya makna
khusus bagi kita? Atau hanya sekedar angka yang saling bertukaran apa adanya?
Lebih dari itu, apakah waktu yang kita jalani setiap saat ini memang perlu
ditandai dengan angka-angka yang sesungguhnya tidak menggambarkan sejarah alam
semesta tetapi lebih karena pemikiran segelintir orang saja yang menginginkan
keteraturan?
Tetapi keteraturan terkadang merepotkan. Dan juga
membingungkan. Jika pada suatu malam yang cerah, kita menatap ke langit, memandang
ke benda-benda yang bersinar di angkasa luas. Saat itu bagi kita sesungguhnya adalah
memandang sejarah masa lampau benda-benda angkasa itu. Sejarah belasan, puluhan
atau malah ratusan dan ribuan tahun cahaya yang lalu (kecepatan cahaya =
2.99792458 x 108 meter / detik), sehingga kemungkinan bahwa benda
yang kelihatan bersinar indah itu pada kenyataannya saat ini mungkin sudah
musnah. Demikianlah, selalu ada jarak, bukan saja dalam satuan metrik tetapi
juga dalam waktu) antara kita, diri kita sendiri, dengan benda di luar kita yang
dibatasi ruang.
Jadi siapakah kita ini? Mengapa kita ada? Untuk apa kita
disini? Itulah pertanyaan yang sering mengusik pemikiran manusia, yang berupaya
membuka kesardannya, dan karena itu memunculkan ber-aneka aliran agama dan
keyakinan yang berbeda-beda. Dalam hal ini, tak ada yang bisa dikatakan salah
atau benar. Sebab, kita memang selalu punya jarak antara pemikiran diri sendiri
dengan pemikiran sesama kita. Bahkan yang terintim sekali pun. Kita adalah
kita, bukan dia. Bukan mereka. Dan jika, kita sering tak mampu memahami
pemikiran dan tindakan kita sendiri, bagaimana bisa kita yakin bahwa kita dapat
memahami pemikiran dan kelakuan orang lain?
Maka di penghujung tahun 2015 ini, mungkin perlu kita
menyadari keterbatasan kita sebagai manusia. Sebagai manusia yang sendirian.
Untuk selalu sadar bahwa ada jarak dan waktu yang memisahkan kita dengan orang
lain. Dengan sesama. Jarak dan waktu yang membuat kita tidak sama dan tidak
mungkin sama dengan orang lain. Sebab itu, kita masing-masing perlu menahan
diri atau bahkan menolak pemaksaan untuk penyamaan itu. Karena justru pada
ketidak-samaan itulah terletak keindahan kehidupan ini. Bayangkanlah jika semua
sama dan disamakan. Yang ada hanya manusia-manusia robot yang, mungkin bergerak
dengan serasi, seragam dan terpadu, tetapi monoton. Dan membosankan.
Akhirnya, tibalah kita di ujung penanggalan tahun 2015.
Tetapi sebagian dari kita, ujung penanggalan itu 7 Pebruari 2016 (8 Pebruari 2016
tahun baru Imlek 2567), sebagian lagi pada 1 Oktober 2016 (2 Oktober 2016 tahun
baru Hijriah 1438). Maka apa artinya angka-angka itu, selain dari patokan waktu
bagi kita masing-masing sesuai dengan lingkup keberadaan kita di dunia ini? Dan
karena lingkup keberadaan kita berbeda satu sama lain, tak ada gunanya untuk
saling memaksakan apalagi hingga saling meniadakan. Bukankah Sang Pencipta
memang membuat kita apa adanya? Bagaimana kita bisa merasa wajib untuk
menyamakan pikiran kita dengan pikiran Tuhan dan karena itu memaksa orang untuk
sama dengan pikiran kita?
Selamat Tahun Baru 2016
Tonny Sutedja