27 April 2017

EMERSON

Kau datang padaku
Dengan lengan terbuka
Merangkulku
Dan bukan aku
Merangkulmu

Matamu berbinar
Seakan ingin
Mengucap seribu kalimat
Yang diam
Di hatimu

Senyummu
Kala riang
Tangismu
Kala ngambek
Adalah mimpi
Adalah harapan
Yang mewujud
Dalam hidup

Anakku,
Mekarlah
Dengan semangat
Rasa yang berpikir
Tanpa takut
Memasuki badai
Tanpa khawatir
Menerobos rintangan
Tanpa melupakan
Tanggung jawabmu
Pada kehidupan

Hidupilah hidupmu
Sebuah kisah
Yang indah mempesona
Dalam sejarah
Bersama berkat
Dari Sang Pemilik Kehidupan
Sebab kitalah
Ya, kitalah
Penulis riwayat kita sendiri
Kita
Sendiri

Buat Fransiscus Emerson Sutedja


Tonny Sutedja

25 April 2017

BAYI

Setiap kali melihat seorang bayi yang sedang tidur nyenyak, saya selalu terpesona. Ya, melihat wajah mungil yang sedang lelap adalah pemandangan yang demikian menggetarkan hati. Bahwa betapa indahnya kehidupan yang kita terima. Maka setiap kali melihat, membaca atau mendengarkan seorang dewasa yang demikian keras, yang demikian menakutkan, yang siap menyingkirkan siapa saja yang dirasanya berbeda dengan dia, saya selalu membayangkan dirinya saat masih kecil, saat masih seorang bayi. Mengapa kemolekan wajah mungil itu dapat menjadi sosok yang begitu menakutkan di saat dewasa? Apakah karena memang pribadinya demikian? Ataukah karena pengaruh lingkungan atau karena pengalaman hidupnya sendiri yang penuh dengan kebencian pada sesuatu yang berbeda dari prinsip kehidupannya?

Setiap kali saya melihat wajah seorang bayi. Setiap kali pula saya membayangkan masa depan yang akan dilaluinya. Tak seorang pun dapat meramalkan bagaimana dia akan berpikir, bersikap dan berbuat ketika dewasa nanti. Masa depan adalah sebuah tanda tanya besar dan setiap pengalaman yang kita lewati perlahan tetapi pasti akan mengubah sikap kita dalam memandang makna kehidupan itu sendiri. Saya pikir, tak seorang pun ditakdirkan untuk menjadi teroris, menjadi monster yang siap melakukan apa saja demi kebenaran yang diyakininya. Tidak. Hidup adalah rangkaian peristiwa yang perlahan tetapi pasti akan mengubah prilaku kita, dan dari titik itu, semua tergantung pada bagaimana pikiran kita menyerap semua pengalaman yang kita alami dalam kesadaran kita sendiri. Dalam hal pengalaman itu, semua tergantung pada perasaan dan pemikiran kita dalam memaknai setiap kejadian yang terjadi, dan tak seorang pun lepas dari bagaimana dia memandang dan memaknai pengalamannya sendiri.

Jelas, kita ini bukan hanya wajah tak mengenal satu sama lain. Kita bukan wajah yang asing dalam kebersamaan di dunia ini. Kita masing-masing mempunyai kesadaran dan pemikiran sendiri dan bagaimana kelak arah kehidupan kita, semua ditentukan oleh bagaimana kita memandang setiap kejadian yang kita alami setiap hari. Setiap saat. Tetapi ada baiknya jika kita sedang merasa marah, merasa dendam dan sakit hati, sesekali kita melihat wajah mungil dan polos dari seorang bayi yang sedang tertidur lelap. Dan membayangkan diri kita sendiri saat masih bayi. Membayangkan diri kita yang tak berdaya dan demikian menggemaskan hati. Seorang bayi yang bisa menangis sekaligus tertawa tanpa dibebani oleh perasaan tertentu. Yang demikian mengganggu kita di saat dewasa sekarang ini.

Mengapakah kita berubah sekarang? Kemanakah kepolosan kita dulu? Tidak dapatkah kita hidup tanpa dibebani keinginan untuk selalu menang? Hasrat untuk selalu unggul? Dan harus tak terkalahkan? Siapakah kita ini selain dari sosok yang sesungguhnya tak berdaya, hanya senoktah debu di keluasan alam raya, tetapi selalu menginginkan menjadi pusat semesta? Bukankah pada akhirnya, ketika saatnya tiba, kita toh akan berlalu dan takkan meninggalkan jejak apa pun di masa depan yang tak teramalkan? Bahkan demi apapun sikap dan perbuatan kita, sekalipun kita berharap untuk kehidupan surgawi yang demikian bermakna menurut kita, kita semua berawal dari sosok mungil seorang bayi yang polos dan tak berdaya tetapi mampu memberikan keterpesonaan kepada siapa pun yang memandang kita. Kepada siapapun. Dulu.

Maka setiap kali saya melihat wajah polos seorang bayi, yang menangis dan tertawa tanpa dibebani oleh keinginan untuk menguasai, tanpa ambisi untuk selalu menang, bermain dan hanya bermain saja sebelum pada akhirnya terlelap dalam mimpinya yang tak terduga, saya selalu merasa betapa kita sebagai manusia dewasa telah berubah banyak karena melupakan betapa manisnya kita dulu ketika masih menjadi seorang bayi yang mungil. Dan seorang anak yang bermain hanya demi permainan itu tanpa mengharapkan kemenangan sebagai sesuatu yang harus sehingga saat kalah kita menjadi sakit hati, dendam dan bahkan sampai membenci lawan yang telah mengalahkan kita. Kemanakah perginya sang bayi dalam diri kita?


Tonny Sutedja

24 April 2017

NYANYIAN MALAM

Aku ingin bicara kepadamu, sepiku
Kala heningnya malam menemaniku
Tetapi suaraku terdengar serak
Bergema dari ujung ke ujung

Disini kita hanya berdua, sepiku
Tanpa suara angin berhembus
Tetapi jiwaku terasa kosong
Sendirian menatap langit

Dan bintang-bintang sedemikian jauh
Berkelap-kelip tanpa kata
Seakan menyindir kesepanku
Kau tidak sendirian, katanya

Lalu sebuah meteor meluncur
Sekejap, dan hanya sekejap
Untuk kemudian lenyap dalam gelap udara
Seperti hidup yang melayari samudra waktu

Disini kita bertatapan muka, sepiku
Sama menyadari bahwa selalu ada
Yang tak pernah terucapkan
Namun penuh makna

Maka aku terisak sendiri
Menyadari betapa
Kau, malam, bintang dan meteor
Bukanlah aku
Bukan aku


Tonny Sutedja

SEMANGAT

Bulan sabit buram tersaput awan di langit. Kabut tipis menyelimuti daerah Anduonohu, Kendari. Fajar belum lagi tiba. Tetapi beberapa ibu muda nampak melaju di jalan menembus putihnya kabut menuju ke Tempat Pelelangan Ikan untuk membeli ikan yang nantinya dijual di Pasar Anduonohu. Kulihat wajah-wajah yang penuh semangat melakukan rutinitas tiap hari itu. Beberapa dari mereka, sambil mengendarai motor, beriringan dan bercanda dan tertawa lepas di jalan yang sunyi. Suara mereka mengusik udara subuh yang dingin.

Demikian rutinitas para ibu penjual ikan yang setiap hari berjualan di pasar, entah hari cerah atau hujan, demi menghidupi keluarga mereka. Walau aku tak tahu apa yang ada dalam pikiran mereka, tetapi semangat untuk tetap hidup demikian bercahaya di wajah yang ceria itu. Setiap hari melakukan hal yang sama, tanpa rasa bosan. Pantang menyerah. Menempuh jarak yang cukup jauh agar keluarga mereka dapat tetap bertahan. Demi anak-anak mereka. Demi keluarga mereka. Dan ada yang indah dalam perjuangan harian mereka. Walau tak terucapkan dengan kata-kata indah. Tersembunyi di balik tindakan mereka. Bahwa betapapun sulitnya, hidup selalu punya makna.

Setiap kali saat aku melihat mereka, aku selalu terpesona. Dan termotivasi. Sungguh, hidup yang biasa-biasa saja, dengan rutinitas yang seakan tak berujung, tetap patut kita jalani dengan penuh semangat. Jika kita tahu untuk apa segala perjuangan itu. “Mereka yang tahu untuk apa hidup, akan mampu bertahan dari segala tantangan” tulis Nietszhe. “Kita harus membayangkan Sisifus berbahagia” demikian pula penutup renungan indah dari Albert Camus dalam bukunya Mite Sisifus. Sisifus, yang dikutuk oleh para dewa untuk mendorong batu besar setiap hari ke puncak bukit, dan sesampainya di puncak, kembali menggelinding ke bawah untuk didorong naik lagi. Sebuah pekerjaan yang seakan sia-sia dan tak berujung. Tetapi toh, tak membuat Sisifus putus asa dan menyerah.

Kita harus membayangkan Sisifus berbahagia karena dia tahu untuk apa dia melakukan pekerjaan hukuman itu.  Bukan untuk dirinya saja, tetapi demi orang lain juga. Demi sesamanya. Karena dia telah mencuri api para dewa untuk dibawa ke dunia manusia. Suatu pengorbanan sekaligus tanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya. Demikian pula dengan kita yang setiap hari menjalani rutinitas yang sama. Tanpa ujung. Sampai waktunya tiba kelak, dan kita dipanggil untuk beristirahat dalam keabadian. Sebelum itu terjadi, kita menjalani proses kehidupan kita dengan semangat bahwa ada yang patut untuk diperjuangkan. Ada yang mesti dipertanggung-jawabkan. Dan selalu ada yang patut untuk dinikmati dan sisyukuri. Setiap hari. Setiap saat. Setiap waktu.


Tonny Sutedja

18 April 2017

MENIMBANG HIDUP

Kupandangi ragaku
Rabu pagi
19 April 2017
Wajah yang penuh kerut
Otot yang kian kendor
Dan semangat yang lepas terbang
Entah kemana

Berangkat dari keceriaan pagi
Berjalan menuju kemuraman senja
Malam hampir tiba

Tidak terlalu jauh lagi
Jarak pandang mengarah
Kini semesta yang luas
Terbentang hampa
Nyaris kosong

Sendirian
Ya, betapa banyak pun kita bersama
Tetapi diri ini hanya satu
Dan lihatlah
Betapa cepatnya waktu berlalu
Dan dalam perjalanan kehidupan
Waktu tak pernah menunggu

Langit menyimpan misterinya sendiri
Adakah yang tahu apa yang disembunyikan-nya?
Tetes-tetes hujan, dari manakah sumbernya?
Tidakkah kita semua hanya dapat mengeluh
Hanya bisa mengaduh
Tetapi toh, tetap bertingkah
Seakan waktu tak pernah berhenti
Seakan waktu takkan berakhir

Kupandangi ragaku
Rabu pagi ini
Sambil merenung
Betapa sedikitnya hal yang kuingat
Betapa sedikitnya kenangan yang kusimpan
Di jarak waktu alam yang seakan tak bertepi
Aku hanya sebintik noktah
Kecil
Tetapi seakan
Segala-galanya

: Nothing but everything

Tonny Sutedja



POTRET DIRI 2017

Aku melangkah di bayang sepi
Aku melangkah dengan ketak-berdayaan
Bersama tidak siapa siapa
Bahkan tidak juga bersamamu

Berjalan malam menembus kabut
Di depan hanya kelam semata
Bagaimana bisa kau katakan
Sepimu sepiku juga?

Dengarlah suara yang tak berbunyi
Rasakanlah jiwa yang tak teraba
Serasa perih mengurung hati
Sementara kau jauh di atas

Di sepanjang selasar kehidupan
Engkau dan aku tetap berjarak
Sementara aku berteman ketidak-pastian
Engkau diam bersama para malaikatmu

Bersorak-sorailah wahai surga
Bertepuk tanganlah wahai dunia
Sebab telah kau berikan waktu padaku
Sementara engkau diam tak berwaktu

Aku melangkah di bayang sepi
Aku melangkah dengan kesadaran
Risauku yang tak berujung
Hanya punya diriku sendiri


Tonny Sutedja

17 April 2017

RAHASIA-RAHASIA

Setiap orang memiliki rahasianya tersendiri. Setiap orang: kau-aku-dia selalu menyembunyikan sisi hidupnya yang tak ingin ditampilkannya di depan umum. Baik perasaan maupun perbuatannya. Dan setiap bantahan dan pengakuan pun layak untuk dipertanyakan. Siapa yang dapat menebak apa yang ada di balik suatu senyuman? Atau apa yang tersembunyi di balik suatu isak tangis? Jujurkah kita pada saat kita melakukan apa yang ingin kita perlihatkan pada dunia di sekeliling kita? Hanya kita yang tahu apa yang sedang kita pikirkan.

Hidup memang selalu menyimpan rahasia yang tak tertebak oleh siapa pun. Bahkan juga oleh diri kita sendiri.  Maka mereka yang bersikap seo;ah-olah tahu apa yang menjadi rahasia seseorang telah bersikap seolah-olah menjadi Tuhan. Tetapi jelas bahwa seolah-olah bukanlah suatu kepastian. Dan sungguh mustahil menjadi kepastian. Sebab apakah kepastian itu jika kita sendiri tidak mampu mengetahui apa yang akan terjadi kemudian? Rahasia apa yang belum terjadi tak mungkin dapat kita pastikan, seberapa hebat pun kita mengumpulkan data yang telah terjadi sebelumnya.

Demikianlah, hidup kita ini penuh dengan misteri. Penuh dengan ketidak-pastian. Penuh dengan rahasia yang tak kita sadari. Di setiap perjalanan menempuhnya, kita selalu berada di persimpangan. Kita selalu harus memilih dan memutuskan apa yang baik dan menyisihkan apa yang kita anggap tidak baik. Dan pilihan-pilihan itu akan berbeda-beda antara kau, aku dan dia. Sesungguhnyalah kita tidak pernah satu. Dan takkan menjadi satu. Seberapa dekat pun kita. Sebab hidup ini sendiri memiliki kebebasan yang tak dibatasi oleh apapun selain dari pikiran kita sendiri.


Tonny Sutedja

NYANYIAN PANTAI LAMBESU

Aku rindu pulang
Menemui semilir angin
Menyapa wajahku

Kata tak terucapkan
Menyisir hening siang
Deburan ombak mendekap

Menemui apa siapa
Tak lagi penting
Aku akan pulang

Pasir kini membasah
Dan dia bernyanyi
Tentang kesegaran pagi

Dan mentari terik
Mulai membakar hidup
Rindu yang menguap

Melayang ke udara
Duka dan suka
Mengenang engkau sayangku

Aku rindu pulang
Bawalah aku bersamamu
Kita renangi sepi

Bersama dalam lagu
Bersatu dalam nada
Rinduku padamu


Tonny Sutedja

10 April 2017

KEKHAWATIRAN

Sabtu petang. Aku sedang menunggu pesanan nasi goreng di sebuah warung makan. Saat itu langit sedang mendung sangat tebal. Kilat berseliweran. Guntur menderu. Dengan rasa khawatir akan kemungkinan bahwa beberapa saat lagi hujan deras akan turun, aku menatap pada ibu tua yang sedang memasak pesananku. “Cepat bu, cepat....” seruku. Tetapi cuma dalam hati saja. Kulihat ibu itu dengan sabar dan tenang, mengerjakan tugasnya, sementara aku berdiri memandang antara dia dan udara yang semakin kelam. Dengan was-was. Dengan penuh kekhawatiran. Bahwa sebentar lagi hujan deras pasti akan datang. Namun pada akhirnya, selesai juga pesananku itu. Gerimis perlahan mulai turun saat aku pulang ke rumah.

Namun, di depan pasar Anduonohu, aku terjebak kemacetan. Nampaknya karena ada mobil pengangkut sampah yang sedang berhenti dan dua orang pekerja dengan tenang sedang membersihkan tumpukan sampah di tepi jalan yang sempit itu. Antrian kendaraan mengular karena ada dua buah truk besar yang juga menutup akses jalan di jalur yang berlawanan. Sementara itu, langit kian gelap dan kekhawatiran pada hujan deras akan segera turun semakin nampak nyata. Tetapi toh, pada akhirnya, aku lolos juga dari rangkaian panjang antrian kendaraan tersebut dan sampai di rumah dengan aman. Sementara itu mendung tebal masih menutup langit, tetapi hujan deras belum turun.  Dan pada akhirnya, tidak turun. Hanya gerimis kecil yang lembut menyapa bumi.....

Demikianlah, kekhawatiran kita sering jauh lebih menakutkan daripada kenyataan yang terjadi kemudian. Sebab, ternyata, walau ada situasi dan kondisi dimana seakan harus dan pasti terjadi, pada akhirnya lewat tanpa suatu kejadian yang berarti. Maka ketika menghadapi masalah yang besar, dan seakan-akan tidak dapat dicegah, yang dapat kita lakukan hanya bersabar untuk menerima apa saja yang bisa terjadi. Ada banyak kemungkinan yang tidak dapat kita antispasi semua selain hanya dengan menerima apa adanya. Sabar menghadapinya. Waktu selalu akan memberikan jawaban terbaik dari segala kekhawatiran kita itu.

Memang, ada banyak hal yang membuat kita khawatir. Hukuman atas kesalahan yang telah kita lakukan. Jatuh tempo pinjaman yang telah kita terima. Situasi dan kondisi yang seakan-akan tanpa harapan sama sekali. Segala kemungkinan yang membuat kita berada di sebuah jalan buntu. Dan segala sesuatu yang seakan-akan tak mungkin kita selesaikan dengan baik. Tetapi, pada akhirnya kita semua harus menerima dan menjalaninya. Tidak semua dapat berjalan sesuai dengan keinginan kita. Namun bagaimana pun juga pengalaman telah mengajarkan bahwa banyak dari kekhawatiran itu ternyata kemudian tidak terjadi. Atau jika pun terjadi, tidak semenakutkan dari apa yang sebelumnya kita pikirkan. Ternyata kekhawatiran itu jauh lebih mengusik pikiran kita daripada kenyataan yang kemudian kita alami.

Maka menghadapi segala kemungkinan terburuk yang bisa kita alami, tak perlu membuat kita putus asa. Sebab waktu ke depan mustahil dapat kita ramalkan. Bahkan walau seakan-akan itu pasti akan terjadi. Percayalah, bahwa ada yang jauh lebih menentukan jalannya peristiwa daripada apa yang ada dalam pikiran kita. Memang, kita tidak mesti berpasrah diri. Kita harus berjuang untuk menghindari segala kemungkinan buruk yang mungkin kita alami. Tetapi pada akhirnya, segala sesuatu harus kita terima apa adanya. Waktu itu untuk dijalani hingga akhir. Bukan untuk dikeluhkan atau dikhawatirkan terus menerus.


Tonny Sutedja

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...