30 April 2009

KEHIDUPAN, SUATU PAGI

Sungguh cerah pagi ini. Matahari bersinar dengan ceria. Langit biru nyaris tanpa awan. Dan beberapa penjual sayur dan makanan melintas depan rumahku. Segala sesuatu berjalan seperti biasanya. Berjalan seperti hari-hari lalu. Biarpun kusadari bahwa saat ini pasti ada yang mengalami kesedihan, pasti ada yang mengalami kepahitan dan kekecewaan, kecemasan dan ketakutan, aku pastikan pula bahwa ada pula yang sedang bergembira, merasa puas dan berbahagia. Hidup selalu dipenuhi hal-hal demikian. Karena dia bergerak dinamis. Dia tidak statis. Bukankah kehidupan yang berjalan tanpa golakan pemikiran dan perasaan adalah kehidupan yang beku dan hampa? Jika demikian, untuk apa kita hidup?

Aku menatap pada langit biru. Aku menatap pada kumpulan ibu-ibu yang sedang mengelilingi seorang penjual sayur. Suara-suara mereka ramai dan memenuhi udara. Tawar menawar. Saling mengusik lalu tertawa lepas. Mungkin ada yang merasa sedikit tersinggung tetapi lalu tersenyum, karena sadar bahwa tak ada yang mesti dikeluhkan. Proses tawar menawar menjadi ajang kesenangan dan pelepas tekanan yang mungkin saat ini sedang mendera hidup mereka. Segala sesuatu berjalan semestinya dan tak ada yang perlu disesali. Kita semua, adalah manusia-manusia yang saling membutuhkan, walau kita hidup dengan diri kita sendiri saja. Pagi yang sungguh indah untuk dinikmati.

Dua pasang kucing mengeong. Mereka berada tepat di sisi kumpulan ibu-ibu dan penjual sayur itu. Mereka nampak bertengkar tetapi lalu bercinta. Dan tak ada yang peduli. Waktu bergerak terus. Matahari kian terik menerpa bumi. Langit kian membiru cerah. Udara kian dipenuhi suara riuh yang samar-samar datang dari jalan raya jauh di luar perumahan ini. Kehidupan mulai bergerak kian cepat. Waktu untuk memulai kegiatan mencari kemungkinan. Waktu untuk mengais harapan. Waktu untuk bangun dari istirah semalam. Dan kita tak tahu apa yang akan kita temukan, apa yang akan kita alami, apa yang akan kita capai hari ini, tetapi hidup bergerak dan akan bergerak. Aku bangkit berdiri dan berbisik dalam hati, "apapun yang akan terjadi, hidup harus dijalani dengan sepenuh hati....."

Tonny Sutedja

NYANYIKAN SEBUAH LAGU UNTUKKU

Aku tak dikehendaki hadir di dunia ini. Tak dikehendaki. Tetapi aku ada sekarang. Aku ada dan hidup. Apakah ini ada artinya buatku? Mengapa aku harus ada dan hidup jika aku tak dikehendaki? Bukankah keberadaanku hanyalah suatu kesia-siaan belaka? Aku tak dikehendaki ada. Dan aku tak berkehendak ada. Tetapi toh aku ada di sini. Sekarang. Saat ini. Apakah itu ada artinya? Adakah arti keberadaanku ini? Bukankah segala sesuatu adalah sia-sia saja. Bukankah, baik aku ada atau tidak, tak sesuatu pun yang mampu menghentikan perjalanan sang waktu? Tak ada yang mampu.

Langit menyimpan banyak misteri. Hidup menyembunyikan banyak rahasia. Dan tak seorang pun, ya tak seorang pun mampu untuk menguaknya. Keberadaan kita adalah suatu misteri. Teka-teki yang tersembunyi dan harus kita cari jawabannya. Kita harus mencarinya sendiri. Dalam keberadaan kita. Dalam sepi kita. Namun tak ada yang sia-sia di dunia ini. Apa yang nampak sia-sia, hanya berarti bahwa kita belum menemukan jawabannya. Ya, hidup ini suatu perjalanan yang tak bisa diramalkan. Apa yang akan terjadi setahun di depan, sebulan di depan, bahkan se menit di depan, takkan dapat kita ketahui dengan pasti. Sebelum kita mengalaminya. Sebelum kita menghadapinya. Sendiri.

Maka daripada hanya menyesali diri. Daripada hanya berpikir tentang betapa sia-sianya hidup ini, bukankah lebih mengasyikkan jika kita hidup bersamanya? Kita ada dan telah ada. Kita hadir dan telah hadir. Tak satu pun yang dapat menghentikan daya hidup kita. Tak satu pun, bahkan oleh kita sendiri. Maka jika kita merasa kecewa, tersia-siakan, dan merasa tak bermakna sama sekali, sejarah dan waktu tetap akan berjalan dengan sendirinya. Maka mengapa kita tidak melangkah bersamanya? Mengapa kita harus lari dan menghindar darinya? Mengapa?

Ah, nyanyikanlah sebuah lagu untukku. Sebuah lagu yang indah dengan syair-syair yang bermakna. Akan kunikmati keindahannya. Akan kuserap maknanya. Walau aku tak dikehendaki, aku telah hadir di sini, sekarang dan saat ini. Aku telah ada. Maka aku takkan menangisi hidupku. Aku takkan menyesali keberadaanku. Aku akan menikmati aluman nada-nada indah lagu kehidupanku. Segala sesuatu ada waktunya. Segala sesuatu akan berawal dan kelak akan berakhir. Aku ada dan telah ada. Dan tak pernah suatu kesia-siaan keberadaan ini. Takkan pernah.

Siapa pun kita. Dimana pun kita. Bagaimana pun keadaan yang kita alami. Marilah membiarkan hidup kita mengalir lepas. Kita ada. Kita hidup. Dan apa yang sedang kita rasakan saat ini, semuanya tergantung pada apa yang kita pikirkan. Hati kita. Jiwa kita. Diri kita. Adalah milik kita. Sendiri. Tak seorang pun yang bisa menguasainya. Tak seorang pun yang mampu mengikatnya. Semuanya tergantung pada apa yang ada dalam pikiran kita. Hanya pada pikiran kita. Sebab hidup ini takkan pernah sia-sia. Takkan pernah sia-sia. Selama kita tidak berpikir bahwa hidup ini adalah suatu kesia-siaan saja. Mari nyanyikan sebuah lagu untukku. Saat fajar menyingsing. Saat senja menyongsong. Kita ada. Kita hidup. Kita nikmati apa yang telah ada. Tak perlu sesali segala apa yang telah terjadi. Tak perlu tangisi segala apa yang sedang berlangsung. Hidup ini baik. Ya, baik. Sebaik apa yang ada di dalam pikiran kita. Dalam pikiran kita. Itu saja, teman. Itu saja, temanku.

Tonny Sutedja

AWAL MEI 2009

Fajar belum tiba

Suasana terasa kelam

Ada kokok ayam

Mengisi sepi langit

Terperangkap di bumi

Tetesan embun jatuh

Hinggap atas dedaunan

Sebagai jiwa sunyi

Hati yang menunggu

Lelah dalam pencarian

Sebuah lagu mengalun

Keindahan yang mengendap

Dalam kata dan nada

Siapakah kita?

Siapakah kita?


 

Mencari dan mencari

Merayap atas hidup

Melata menuju akhir

Menanti dan menanti

Fajar belum tiba

Terang belum terbit

Sepi belum usai

Lelah terus mengusik

Duka terus menggantung

Tetapi ada lagu

Ada lagu mengalun

Dalam syahdu nada

Dalam kata bermakna

Siapakah kita?

Siapakah kita?


 

Bukankah kita hanya

Sosok-sosok sepi

Yang mencari istirah

Dalam lagu hidup

Bukankah kita cuma

Insan-insan fana

Yang mengejar mimpi

Saat menuju malam

Namun betapa asingnya

Fajar belum tiba

Belum lagi tiba

Dan kita hadir

Dengan segenap mimpi

Dengan mimpi dan ambisi

Dalam penantian panjang


 

Hatiku meratap sepi

Jiwaku merindu kata

Dan kokok ayam

Dan lagu mengalun

Mengendap bersama embun

Menjelang pagi hari

Aku menunggu cahaya

Aku menunggu engkau

Aku dalam kau

Kau dalam aku

Siap menyongsong alam

Kita sambut fajar

Dalam senyum

Dalam hidup

Dalam kata dan nada

Fajar segera tiba

Segera akan tiba


 

Tonny Sutedja

24 April 2009

NAMA NAMA

Apa artinya sebuah nama? Demikianlah tulis William Shakespearre, seorang penulis drama Inggris yang ternama suatu ketika. Demikian pula yang kupikirkan saat beberapa waktu lalu aku memasukkan data-data para alumni ke dalam database. Nama. Ribuan nama. Apakah artinya? Apakah hanya sekumpulan huruf yang membentuk kata ringkas tanpa makna? Satu per satu, aku membaca dan memasukkan nama-nama itu ke dalam database, dengan perasaan bertanya dalam hati. Nama. Tetapi bukan berarti hanya sebuah kata saja. Nama yang menyimpan kehidupan sosok yang tidak kukenali. Nama. Dengan beragam kehidupan di baliknya. Nama. Dengan kesedihan dan kegembiraan masing-masing.

Apa artinya sebuah nama? Aku membaca satu per satu nama itu, sambil bertanya-tanya dalam hati. Dimanakah mereka sekarang? Sedang sedih atau sedang bergembirakah mereka? Dan ada ribuan nama dengan ribuan kehidupan yang menyimpan ribuan rahasianya sendiri-sendiri. Dan tak pernah dapat kita pastikan. Sebuah riwayat. Sebuah kehidupan. Sebuah perjalanan dalam waktu. Dan sebuah waktu yang bergerak lurus ke depan. Ah, siapakah mereka? Siapakah kita? Tidakkah kita masing-masing hidup dalam suatu dunia yang sempit, dunia yang terpola dalam pemikiran kita sendiri. Tanpa menyadari betapa luas dan dalamnya kehidupan ini. Siapakah kita? Bukankah terkadang kita hanya berarti sebuah nama yang dengan sederhana dimasukkan ke dalam database, tetapi kita tahu bahwa kehidupan kita sendiri tidaklah sesederhana itu. Siapa yang tahu?

Kita, yang saat ini hidup dalam lingkungan kehidupan kita masing-masing, akan merasakan kesedihan dan kegembiraan, kesepian dan kebersamaan, kekecewaan dan kebahagiaan. Kita, sebuah nuansa yang terkadang hanya bisa kita sadari sendiri dalam diri kita, tanpa pernah memahami atau menyadari sosok-sosok yang mungkin asing, yang bergerak dan berada di sekeliling kita. Kita hidup dalam impian kita masing-masing. Kesedihan kita, kesepian kita, kepiluan kita, kerapuhan kita, adalah kita, bukan dia, bukan mereka, bukan orang lain. Jadi siapakah kita? Kita telah sedemikian terikat pada apa yang kita pikirkan dalam pengalaman hidup kita. Dan, sesungguhnya kita semua adalah mahluk yang kesepian dalam mengalami dunia ini. Ya, kesepian dan sendiri.

Dan ada ribuan nama-nama yang terpampang di depanku. Ribuan nama-nama yang hanya berarti dalam sebuah statistik dan terkadang tidak punya makna apa-apa bagi kehidupan kita sendiri. Yang sesaat berada dalam ingatan kita saat membacanya lalu hilang lenyap dalam hitungan menit saja. Tetapi ah, sebuah nama, sebuah kehidupan, sebuah pengalaman dalam waktu keberadaan kita di dunia ini. Siapakah yang dapat menghapusnya dari waktu yang bergegas lewat? Siapakah? Sesungguhnya kita semua ada dan telah ada. Sesungguhnya kita semua hidup dan telah hidup. Sesungguhnya kita adalah kehidupan itu sendiri. Dalam kebersamaan, kita selalu menyimpan sisi sepi kita. Kita selalu menyembunyikan perasaan kita dan menampilkan perasaan yang kita anggap disukai orang lain. Kita semua hidup dalam nama. Dalam nama yang nampak tidak punya arti bagi orang lain, tetapi adalah dunia kita sendiri. Dunia kita sendiri.

Nama. Kehidupan. Sadarkah betapa terikatnya kita pada panggilan yang telah diberikan kepada kita itu? Nama, yang ada di dalam buku data, kelihatannya hanya deretan huruf yang sunyi dan tanpa arti apa-apa, namun kita tahu betapa berartinya dia bagi pemilik nama itu. Sebab itu berarti kehidupan. Itu berarti segala-galanya yang telah kita alami. Itu berarti bahwa kita ada. Maka sungguh takjub aku saat mengeja ribuan nama itu, sambil mencoba merasakan rahasia kehidupan mereka. Sambil mencoba memikirkan segala duka dan suka mereka. Dan bertanya dalam hatiku, kemanakah mereka sekarang pergi? Dimanakah mereka sekarang berada? Apakah mereka sedang bergembira? Atau sedang berduka? Siapa yang mampu mengetahuinya selain diri mereka sendiri, pemilik nama itu? Bukankah demikian, temanku? Bukankah demikian? Maka tiba-tiba saja aku teringat pada suatu lagu yang indah ini, 'Nobody's know the trouble I've seen. Nobody's know my sorrow........"

Tonny Sutedja

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...