09 Desember 2013

MADIBA

Andai tak kutinggalkan kepahitan dan kebencianku,sejatinya aku akan tetap terpenjara....”
(Nelson Mandela)

Siapa yang tak mampu mengalahkan kebenciannya terhadap mereka yang telah menyebabkan luka dalam hidupnya, layak untuk bercermin kepada Nelson Mandela (18 Juli 1918 – 6 Desember 2013). Selama 27 tahun dipenjara dalam perjuangannya melawan apartheid, sistim pembedaan warna kulit, ternyata tidak membuat Madiba melakukan hal yang sama saat terpilih menjadi presiden Afrika Selatan. Mata tidak diganti mata. Gigi tidak diganti gigi. Kekerasan tidak dibalas dengan kekerasan. Sebab, kekerasan hanya akan berbuah kekerasan, bukannya perdamaian dan rekonsiliasi. Dengan demikian, Madiba telah menegakkan tonggak kebesaran manusia, betapa manusia bisa berbuat apa saja, tidak hanya menjadi preman tetapi juga menjadi aulia.

Dan sesungguhnya, tindakan balas dendam dengan cara yang sama seperti apa yang telah menimpa kita tidak akan dan hanya berbuah tindakan yang sama di kemudian hari. Tetapi dengan kebesaran hati, kesabaran dan kerelaan untuk melupakan segala kepahitan dan luka yang telah mengakibatkan kita menderita, seperti yang telah dilakukan oleh Madiba, hidup dapat dan pasti berubah menjadi jauh lebih baik. Jauh lebih bermakna. Manusia bukanlah insan yang bertindak berdasarkan naluri saja, tetapi pikiran yang menjadi anugerah terbesar dari Sang Pencipta selayaknya dapat membimbing kita semua menuju ke arah kehidupan yang lebih benar. Dan lebih berguna.

Maka siapapun yang hanya menuruti nafsu, dendam, ambisi dan kemarahannya sesungguhnya telah gagal untuk melihat kemungkinan-kemungkinan lain yang dapat membuat hidup kita lebih baik. Dan lebih berarti. Kebesaran seorang manusia tidak hanya terletak bahwa kita hidup, tetapi justru dan terutama, bahwa kita dapat berpikir dan mempertimbangkan segala kemungkinan sebelum melakukan apa yang menjadi dasar perasaan kita. Berbuat itu mudah, tetapi berbuat dengan penuh pertimbangan demi kebersamaan, bukannya demi kepuasan diri sendiri sungguh sangat sulit bahkan terkadang kita gagal bahkan untuk memikirkannya sekalipun. Karena semangat dalam nafsu dan ambisi seringkali lebih menguasai diri kita. Lebih merajai hidup kita.

Tetapi Madiba telah dan akan selalu hidup dalam riwayat sejarah kemanusiaan dunia. Telah dan akan selalu menjadi tonggak betapa yang dianggap tak mungkin dapat menjadi mungkin. Bahwa mujizat sesungguhnya tidak berada jauh dari diri kita tetapi justru diri kitalah yang dapat melakukan mujizat selama kita percaya bahwa yang berguna bukan hanya demi keinginan kita, tetapi bagi kebaikan semua. Dengan melupakan kepahitan dan kebencian itulah, kita akan bebas dari kepentingan diri. Bebas dari perasaan bersalah dan kekecewaan. Kita tidak perlu marah atas apa yang telah menimpa kita. Kita bahkan patut bersyukur karena dari sanalah kita belajar untuk hidup. Untuk memaknai hidup. Dan sebagai titik tolak menuju hidup yang lebih baik. Lebih damai. Lebih melegakan jiwa. Bukan buat kita saja, tetapi buat semua insan di dunia yang fana ini.

Madiba telah pergi, tetapi takkan lenyap. Dia abadi. Itulah cinta kepada kemanusiaan. “Imagine no possessions. I wonder if you can. No need for greed or hunger. A brotherhood of man. Imagine all the people. Sharing all the world. You may say I’m a dreamer. But I’m not the only one. I hope someday you’ll joint us. And the world will live as one.....” (ImagineJohn Lennon).


Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...