13 Maret 2008

BERSAMA ALAM DAN TUHAN

Menakjubkan. Sebuah panorama indah membentang di depan kami. Bukit-bukit menghijau. Lambaian perdu dan warna warni bebungaan dari semak-semak yang mengelilingi kami. Lembah di bawah terbuka dengan lautan sawah menghijau dan sebagian mulai nampak menguning terang. Jauh di atas ubun-ubun kami, langit membiru dengan serpihan putih mega yang berarak bagai kapas putih. Mengambang indah dan bercahaya akibat terpaan sinar sang surya yang bersembunyi di baliknya. Di kejauhan, selapis uap putih naik dari jeram kecil. Menakjubkan.

Seorang temanku nampak mengambil potret panorama yang indah ini. Aku menghirup napas dalam sambil mengagumi keindahan alam dan menikmati kehijauan pepohonan yang memenuhi bukit, jauh di depanku. Udara dingin menyejukkan hati kami. Seorang teman yang lain, sambil menikmati keindahan alam berkata, "Betapa indahnya. Biarpun dengan kemajuan tehnologi photografi kita dapat mengambil gambar panorama ini, bagaimana kita dapat menangkap aura suasana dan kesejukan alam yang sedang kita nikmati saat ini?"

Benar. Bagaimana kita dapat menggambarkan suasana alam dan hati kami saat itu? Bagaimana kita dapat menuliskan perasaan sejuk, dingin dan semilir angin untuk dapat dinikmati oleh kalian yang saat itu tidak berada bersama kami? Kata dan kalimat panjang tidak akan mampu memaparkan suasana itu. Menikmati semilir angin, mendengarkan suara lembut gesekan dedaunan dan gemercik aliran air yang mengalir dari sebuah kali kecil di dekat kami. Atau kelembutan rumput hijau yang kami rasakan saat melepaskan kaki kami dari sepatu yang selama ini membelenggunya. Tehnologi moderen, bagaimana pun canggihnya, takkan mampu menggantikan pengalaman langsung dalam hidup kita.

Maka, tidakkah benar bahwa alam sesungguhnya tak pernah meninggalkan kita? Dia ada dan nampak jelas di seputar kita. Keelokannya. Kesejukannya. Dia ada dan selalu ada. Hanya sayang, betapa seringnya kita tak menyadari kehadirannya. Saat hidup kita hanya terfokus pada diri kita sendiri saja. Saat kita hanya tahu merasakan kehadiran fisik kita. Saat kita hanya mau menikmati kesenangan hati sendiri. Kita pun meninggalkan dan melupakan alam. Kita tenggelam dan larut dalam pengetahuan tehnis tentang keberadaan kita tanpa pernah menyadari bahwa kita ada bukan hanya untuk tahu tetapi juga dan terutama untuk menyadari dan memahami apa arti keberadaan kita bersama alam yang indah di dunia ini.

Demikian pula relasi kita dengan Sang Pencipta. Kerap kita melupakan Dia saat kita hanya tahu untuk sibuk menikmati keberadaan kita tanpa pernah menyadari keadaan sekeliling kita. Dia ada, bukan hanya pada keberadaan diri kita saja, tetapi Dia ada dan bersama keseluruhan alam semesta. Dia ada dalam dan bersama sesama kita. Dia ada dan bersama alam raya di dunia ini. Dia ada dan bersama keindahan panorama yang saat ini kami nikmati. Dia pun ada dan bersama mereka-mereka yang saat ini kita lupakan, mereka-mereka yang hidup dalam keterpencilan dalam hati, mereka-mereka yang saat ini hidup dan tinggal dalam kemiskinan, kelaparan, mereka-mereka yang sedang ditekan dan dihancurkan dan diperkosa oleh kekerasan kekuasaan-kekayaan-kekuatan yang tak mampu mereka bendung. Mereka-mereka yang sedang terkucil, yang bermukim di gubuk-gubuk kumuh, lorong-lorong sempit dan lembab dan gelap. Dia ada dimana saja, baik yang saat ini membutuhkanNya maupun yang melupakan dan meninggalkanNya. Dia ada dimana-mana. Sayangnya, Dia sering tak berada dalam hati kita sendiri. Sayang, Dia tak ada dalam hati kita sendiri.

Kami berdelapan berdiri terpaku sambil menatap dan menikmati panorama yang demikian permai pagi itu. Adakah kami masing-masing memikirkan hal yang sama tentang makna keindahan di depan kami ini? Adakah kami masing-masing merindukan kebersamaan dengan semesta dan Dia yang telah menciptakan keindahan ini, ataukah kami masing-masing sibuk menikmati diri kami sendiri? Sungguh aku tak tahu. Namun yang kutahu pasti, saat ini, aku tiba-tiba ingin menangis, terharu menikmati kebersamaanku dengan alam raya yang telah diciptakanNya buat kita semua. Buat kita semuanya. Panorama ini tak pernah memilih siapa-siapa yang dapat menikmatinya. Ya, alam tak pernah memilih. Kitalah, manusia-manusia kecil namun sering galak dan rakus ini, yang punya kecenderungan untuk memilah-milah hidup kita. Kitalah yang meninggalkan Tuhan, sedang Dia tak pernah sekalipun meninggalkan kita. Dunia, ah, dunia, mau kemanakah engkau?

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...