08 Juni 2008

KEKERASAN DARI IDE

Sekelompok orang sedang berdemo menyerukan persatuan dan kebersamaan. Sekelompok lainnya menyerbu dan melawan atas nama keadilan dan kebenaran. Maka kekerasan pun terjadi. Tiba-tiba, kekuatan menjadi inti dari segala perbedaan pendapat, yang lain adalah salah karena itu mereka harus dikalahkan. Ide harus dilawan, bukan dengan saja ide, tetapi dengan pentung dan senjata. Tiba-tiba hidup nampak amat menakutkan. Keseragaman dipaksakan. Kebenaran dimutlakkan. Hitam adalah hitam. Putih adalah putih. Dan tak ada warna lain di antaranya. Maka kembali aku bertanya dalam hati, adilkah kita bila keadilan dipaksakan dengan ketidak-adilan? Benarkah kita jika kebenaran diwajibkan dengan cara yang tidak benar? Dan bahkan aku bertanya pula, apakah kebenaran itu? Apakah jika benar menurut aku, itu artinya pasti benar menurut kalian, mereka dan orang lainnya?

Ide yang dipaksakan hanya akan menimbulkan kekerasan. Keadilan yang diperjuangkan dengan senjata dan kekuatan hanya akan menimbulkan perlawanan. Dan sedihnya, Sang Pencipta, Sang Maha Kuasa yang kita akui KekuatanNya, nampak seakan-akan menjadi lemah dan tak berdaya sehingga perlu kita bela dengan melakukan perlawanan dan bahkan sering dengan mengurbankan jiwa mereka-mereka yang tak menyetujui pendapatNya, menurut kita. Pendapat Tuhan ataukah pendapat kita sendiri? Aku tak tahu. Aku kadang bimbang, apa memang ini yang diinginkan Sang Pencipta ataukah ini hanya keinginan kita sendiri sebagai manusia? Kita Suci memang menekankan bahwa manusia harus mengikuti teladan Tuhan sehingga kebenaranNya menjadi mutlak, namun Kitab Suci juga menekankan bahwa manusia harus saling mencintai dan mengasihi satu sama lain sebagai sesama mahluk hidup. Maka kembali aku bertanya-tanya. Siapakah manusia itu? Apakah hanya mereka-mereka yang menyetujui ide kita saja yang bisa kita namakan manusia? Apakah memang kita diciptakan untuk diseragamkan, baik cara kita hidup maupun cara kita berpikir? Apakah itu memang hal yang diinginkan Tuhan? Lalu, jika memang itu hal yang benar diinginkanNya, mengapa lalu ada banyak agama, banyak ide dan aliran, banyak ras dan bahasa, banyak nada dan irama di dunia ini? Toh, Tuhan itu Sang Maha yang mampu untuk berbuat apa saja? Mengapa bukan Dia saja, saat penciptaan dulu, menyeragamkan segala apa yang diinginkanNya? Mengapa harus kita, manusia-manusia lemah ini? Mengapa?

Karena Dia menginginkan kita hidup, mencari dan memaknai keberadaan kita di dunia. Karena Kebenaran yang sejati hanya milikNya dan kita sebagai manusia harus selalu meniti tonggak-tonggak kehidupan kita untuk mengejar kebenaranNya sebagai pribadi pribadi. Ya, Sang Pencipta mencintai kita sebagai pribadi, bukan dalam kelompok, bukan pula dalam keseragaman ras, ide, aliran dan lainnya. Kita adalah pribadi yang dicintaiNya bukan karena kita termasuk suku ini atau itu, bukan karena kita bergabung dalam kelompok ini atau itu. Bukan itu semua. Namun, ide ini pun jelas bukan suatu kebenaran mutlak karena tak ada manusia yang sanggup untuk membaca jalan pikiran Sang Pencipta. Hidup kita selalu ditemani oleh pergolakan-pergolakan pemikiran, oleh keragu-raguan dan bahkan sering dengan kekhawatiran bahwa kita mungkin salah. Namun itu tak berarti bahwa ide harus kita mutlakkan. Itu tak berarti bahwa kebenaran yang kita kenal harus kita paksakan kepada orang-orang lain. Hidup ini selalu mengandung banyak pertanyaan-pertanyaan yang mungkin tak pernah bisa kita temukan jawabannya . Manusia bukanlah batu-batu mati yang mampu dibentuk semau kita saja. Bukan. Dan jika Sang Pencipta sendiri membebaskan kita untuk melakukan pencarian pada kebenaranNya, lalu mengapa kita harus memaksakan kebenaran kita? Mengapa?

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...