08 Juni 2008

RUMAH TUA

Berempat kami memasuki rumah ini. Suara daun pintu yang berkeriut saat dibuka, membuat hatiku terasa miris. Sudah berapa lama aku tidak datang kemari? Langit-langit di dalam yang kini nampak terkulai, jatuh dari tempatnya dulu akibat keropos terkikis oleh air hujan yang merembes masuk dari genting yang bocor. Tembok-temboknya menguning dan terkelupas sehingga sebagian menampakkan batu bata yang telah menghitam. Sarang laba-laba nampak dimana-mana, memenuhi seluruh ruangan yang kusam dan lama tak terawat. Perabotan yang telah lama ditinggalkan oleh penghuninya kini nampak tergolek sendirian dipenuhi debu dan bekas-bekas tetesan air yang membentuk lingkaran-lingkaran tak teratur. Lantainya terasa dingin dan dipenuhi oleh kotoran tikus serta aneka lembaran koran dan majalah yang bergelimpangan seakan tak berdaya menghadapi gerusan waktu. Berempat kami memasuki rumah ini sambil mengenang mereka yang pernah memenuhi rumah ini dengan canda tawa dan kesusahan hidupnya.

Inilah sebuah tempat yang telah ditinggalkan. Inilah sebuah hunian yang telah dilupakan. Aku mengenang opa oma yang dulu tinggal di sini. Sekarang mereka berdua telah pergi meninggalkan kehidupan ini. Masih terkenang aku, saat mereka masih bersama kami, mereka biasa berjalan berdua, sambil berpegangan tangan datang ke acara pertemuan yang diadakan setiap rabu malam. Tetapi itu telah berlalu hampir dua tahun lalu. Waktu mengalir dan ingatan meredup bersamanya. Maka minggu siang kemarin, saat seorang anak dan menantunya datang untuk menjenguk rumah ini dan memanggilku menemani mereka, aku kembali memasuki rumah yang kini nampak kesepian dan tak terawat. Kehidupan telah meninggalkannya. Rumah hanya sebentuk bangunan, yang tanpa kehidupan di dalamnya, akan kehilangan artinya sama sekali. Tertinggal menjadi sebuah bentuk bisu dan sunyi, yang perlahan akan hancur bersama waktu.

Maka apakah artinya segala macam materi yang saat ini sedang kita kejar? Apakah artinya segala macam kedudukan, ketenaran, kekayaan, kekuasaan dan kekuatan yang saat ini sedang kita pupuk bahkan jika perlu dengan mengurbankan segala hari dan kesempatan bagi kita untuk menikmati kesegaran dunia? Apakah artinya semua itu? Suatu saat kelak, dan itu pasti, segala apa yang pernah kita miliki, pada akhirnya akan teronggok tak berdaya dalam diam saat kita tidak lagi bersamanya. Materi itu akan menjadi tua, lapuk dan bahkan kehilangan kegunaannya sama sekali. Materi yang dulu dengan segala daya upaya dan pengurbanan kita kejar untuk dikuasai. Untuk dimiliki. Pernahkah dia mengenang kita? Dapatkah dia bersama kita selamanya?

Hidup itu singkat. Ya, hidup itu singkat di dunia ini. Dan dalam sepotong waktu kehidupan kita di dalam perjalanan sejarah yang teramat panjang ini, seharusnya kita menyadari bahwa keberadaan kita di dunia ini bukan sekedar untuk memiliki sesuatu. Sesuatu yang akan lapuk. Sesuatu yang akan runtuh tak berdaya. Kita ada dan hidup juga untuk berbuat, untuk dimiliki. Ya, kehidupan kita yang singkat ini tak seharusnya mengacu pada hasrat akan kebendaan melulu. Karena kebendaan memang bisa menjadi milik kita, tetapi kita adalah milik dunia saat ini, dan milik Sang Pencipta sepanjang saat. Awal dan akhir bagi kita di sini, di dunia ini, bukanlah awal dan akhir bagi kita sendiri. Kita hidup dalam keabadian jiwa yang ditiupkan oleh Tuhan, sementara jasad kita hanya sebentuk benda yang diciptakan dari benda pula. Dan sebagai jiwa, kita akan tetap ada walaupun jasad kita telah hancur ditelan waktu. Lama, lama berselang kelak.

Memasuki rumah tua ini, tiba-tiba aku merindukan opa oma yang dulu pernah menghuni tempat ini. Sungguh, kenangan yang tetap setia menemani jiwa kita, hanya pada sesuatu yang hidup. Sesuatu yang pernah bergerak menyentuh kita, menyapa kita, berbicara dengan kita, mencintai dan menyayangi kita, bahkan terkadang mungkin pernah memarahi dan membenci kita. Sesuatu yang hidup dulu, dan tentu tetap hidup sekarang, hanya saatnya belum lagi tiba bagi kita untuk kembali bersama menemani mereka-mereka yang telah meninggalkan kita di dunia ini, itulah yang selalu akan menyimpan kenangan dalam jiwa kita. Rumah tua ini telah menjadi keropos, lapuk dan mungkin segera akan runtuh, berganti pemilik lalu dibongkar dan dibangun menjadi sesuatu bentuk yang mungkin akan nampak menjadi lain sama sekali dari saat ini. Namun apa yang pernah tertinggal di sana, di dalamnya akan selalu berarti bahwa kita pernah ada. Ya, kita pernah ada di dunia dan tetap akan ada di hati mereka-mereka yang hidup dan pernah kita sentuh.

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...