11 Juni 2008

ROMO PATRICK

Seorang romo meninggal. Rabu malam 11 juni 2008, aku menerima kabar duka dari Jogja itu saat berada di keramaian kumpulan doa lingkungan. Seorang romo meninggal. Kematian dan kehidupan, apakah artinya itu? Aku tidak tahu. Tuhan kadang mengambil jalan yang amat lain daripada apa yang menurut kita pantas. Kemampuan kita untuk mengetahui hanya terbatas saat kita hidup dan ada di dunia ini. Selain itu, kita sama sekali tak tahu apa-apa. Ya, kita tak tahu apa-apa. Kadang, kita berjuang bahkan dengan mengurbankan segala kepentingan kita untuk mengatur dunia ini, mengurbankan segala kesenangan dan kebahagiaan kita demi untuk membuat orang-orang senang dan bahagia. Jalan yang ditempuh seorang romo adalah jalan yang sunyi namun beronak duri. Jalan yang seringkali tanpa kepastian. Dan saat kehidupan ini usai, usai pula segala hasrat diri, kecemasan, ambisi dan harapan kita. Lalu, akan kemanakah kita?

Seorang romo meninggal. Dalam banyak hal, kehidupan seakan tak memihak pada kebenaran dan keadilan. Namun, hidup selalu akan meninggalkan benih-benih kebaikannya sendiri. Dan, sebagai benih, dia takkan sia-sia. Dia akan tumbuh, perlahan atau cepat, membuat jejak yang akan membekas dalam jiwa orang-orang yang ditinggalkannya. Sepahit apapun kehidupan ini, tak ada sesuatu yang sia-sia. Kita diciptakan untuk ada dan berarti. Kita diciptakan selalu dengan talenta-talenta, sedikit atau banyak, yang harus dan selalu kita manfaatkan. Baik kita sadar atau pun tidak. Dan jika kelak semuanya usai, akan nyata pula betapa tidak sia-sianya hidup ini. Selalu, ya selalu akan ada kenangan yang terekam dalam ingatan sang waktu. Dan kenangan itu tak perlu kita tangisi. Dia yang pergi, biarlah pergi. Kita yang tinggal, akan segera menyusul. Namun bukan saatnya sekarang untuk menghentikan segala apa yang telah diwarisinya. Belum saatnya.

Seorang romo meninggal. Apa yang harus kita sedihkan? Setiap kehidupan adalah pilihan. Dan sebagai pilihan, kita sendirilah yang harus memikul bebannya. Kita sendirilah yang mesti bertanggung-jawab atas langkah pilihan kita. Apabila kita menapaki jalan yang sunyi dan sulit, kita tahu bahwa itulah hal terbaik yang telah kita putuskan demi hidup kita. Berjalan di atas dunia yang kadang suram ini bukan berarti kita pun harus ikut kelam. Bahkan jika kita berjalan di lorong-lorong kehidupan yang kelam, haruslah kita menyalakan lilin penerang, baik bagi diri kita sendiri tetapi terutama bagi orang lain. Lilin yang bernyala, selalu berfungsi untuk semua kehidupan. Dan seperti kita tahu, lilin telah memberikan cahayanya dengan mengurbankan dirinya sendiri. Ya, setiap pancaran sinarnya berarti lelehan hidupnya. Dan kita tahu, suatu ketika, pada akhirnya dia kan habis lumer. Namun, sepanjang jejak-jejak yang telah dirintisnya, suatu sejarah terbentuk, dan waktu tak mungkin bisa ditarik ke belakang lagi. Tak mungkin lagi.

Seorang romo meninggal. Namun kehidupannya telah menjadi lilin yang menerangi jalan hidup bagi dunia ini. Kehidupannya tenggelam dalam sunyi namun bercahaya dan berguna bagi kehidupan insan-insan lain. Maka saat seorang romo meninggal, kita tahu bahwa, hidupnya tidaklah berakhir sia. Kita ini hanyalah debu. Kita ini hanyalah noktah. Tetapi kita selalu punya arti. Dan kita tak perlu merasa sia-sia. Sebab hidup ini pantas untuk dijalani. Hidup ini selalu pantas untuk ditempuh. Hingga kita tiba di garis akhir. Lalu kita akan tersenyum pada dunia. Dan dunia akan menangisi kepergian kita. Sebab itu, aku menyampaikan kepada arwah Romo Patrick, selamat jalan, sampai bertemu kembali di kehidupan yang jauh, jauh lebih baik dari saat ini. Beristirahatlah dalam damai, romo.

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...