24 Juni 2008

PRASANGKA

Malam itu, aku sedang berada di jalan toddopuli yang amat ramai. Kendaraan merambat pelan dan aku tersisip di tengah kepadatan itu dengan mengendarai motor. Baru saja aku menerima kabar, bahwa ibu dari seorang temanku saat itu sedang dirawat di RS dan aku sedang menuju ke sana. Di belakangku, sebuah mobil terus menerus membunyikan klaksonnya, memekakkan telingaku. Namun apa yang dapat kulakukan? Jalan amat padat dan hampir tak ada jarak untuk menepi hingga dapat memberikan jalan pada mobil itu. Karena bunyi klakson yang terus menerus, aku merasa amat terganggu dan menjadi jengkel. Aku berpikir, apakah sang pengendara mobil tersebut tidak melihat kondisi jalan yang sedang dihadapinya? Bagaimana bisa kendaraan lain di depannya dapat membuka jalan bagi dia dalam situasi yang sedemikian padat ini? Apakah dia merasa sebagai pemilik jalan sehingga seakan ingin mengusir pengendara lainnya dengan terus menerus membunyikan klaksonnya? Siapakah dia?

Demikianlah, walau mobil di belakangku terus menerus membunyikan klakson yang memekakkan telingaku, toh pada akhirnya dia, seperti aku juga, harus sabar menjalankan kendaraan kami di tengah kemacetan yang terjadi saat itu. Setelah lepas dari perempatan jalan Toddopuli - Her Tasning, aku lalu meluncur cepat dan demikian juga dengan mobil itu. Setiba di RS, dan memasuki parkiran di halaman depan, aku melihat kembali mobil tersebut, dengan pengendaranya yang nampak amat tegang dan tergesa-gesa mengikuti beberapa jururawat yang sedang mendorong seorang wanita di atas kursi roda. Wanita itu nampak amat pucat dan lemas. Aku melihat mereka, sambil tiba-tiba menyadari mengapa sang pengendara mobil tadi demikian sibuk membunyikan klaksonnya. Ternyata dia sedang membawa seorang wanita yang sedang sakit. Wanita yang mungkin istrinya (dan ternyata memang istrinya karena beberapa hari kemudian aku sempat bertemu kembali dengan pria itu dan bercakap-cakap sejenak dengannya). Saat itu aku memikirkan prasangka yang kualami saat berada di tengah jalan yang sibuk dan padat tetapi terus menerus diusiki oleh bunyi klakson mobil yang meraung-raung.

Prasangka. Itulah yang kualami malam itu. Dan itulah yang sering kita alami dalam kehidupan kita. Kita sering menaruh prasangka pada apa yang sedang terjadi, pada tampilan luar yang nampak saat itu, tetapi jarang untuk mau menyadari mengapa hal itu terjadi. Prasangka yang kehilangan latar belakang adalah peristiwa yang sering menjadi sebab ketidak-adilan kita dalam melihat dan memahami orang lain. Dalam banyak segi kehidupan ini, prasangka sering membuat kita marah dan tersinggung pada sesama kita, lalu melakukan ketidak-adilan, atau bahkan kekerasan, karena kita tidak senang dan tidak mau kenyamanan kita terusik. Kita tidak mau melihat orang-orang lain mengganggu keadaan kita. Sementara itu, kita sering tidak menyadari bahwa justru tindakan dan perbuatan kitalah yang mengganggu sesama kita. Kita hanya tahu dan merasakan kpentingan kita. Kita sering gagal dalam mengenal dan merasakan kepentingan sesama kita. Maka seperti juga diriku, saat berada di tengah kepadatan lalu lintas dan merasa amat terganggu oleh suara klakson yang terus menerus, aku hanya dapat merasakan kejengkelanku tanpa menyadari ketegangan pengendara mobil itu yang sedang membawa istrinya yang sakit. Aku jengkel tanpa mau atau tanpa mampu memahami kekalutan sang pengendara itu. Berapa seringkah kejadian yang sama menimpa diri kita?

Hidup memang sering dipenuhi oleh prasangka. Kita merasa marah karena prasangka. Kita bahkan melakukan kekerasan karena prasangka. Berapa banyak korban yang telah berjatuhan karena prasangka kita? Mengapa kita tak mau untuk saling memahami satu sama lain? Mengapa kita lebih sering merasa sok tahu akan kelakuan orang lain tanpa mau menyadari akar permasalahannya? Mengapa kita lebih senang merasa benar daripada mencari tahu kebenaran sesama kita? Mengapa?

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...