13 Januari 2011

GEMBOK

Kita semua memiliki gembok dalam kehidupan ini. Perasaan hati, rahasia terselubung dan imajinasi liar yang kita tutup rapat hanya untuk kita saja. Milik pribadi yang sungguh berdiam dalam sunyi, senyap tanpa seorang pun kita perkenankan untuk membukanya. Dengan demikian, kita menjadi sosok lain dalam dunia yang terkunci jauh dalam hati kita, jauh dari apa yang selalu kita tampakkan di dunia nyata sehari-hari. Kita semua membiarkan gembok itu menjadi karatan sehingga tak dapat dibuka kembali, bahkan oleh kita sendiri pun.

Dan memang, demikianlah kita jalani hidup ini. Siapa yang tahu pasti apa yang sedang dipikirkan seseorang yang nampak tersenyum, atau bahkan tertawa lepas, di depan kita? Siapa yang mampu memastikan apa yang ada di dalam pikiran mereka? Sebab, terkadang, kita sendiri pun tak tahu atau bahkan tak paham mengapa kita memikirkan hal yang bertentangan dengan situasi dan kondisi yang sedang kita jalani saat ini. Kita semua memiliki gembok yang sudah terkunci bahkan sejak awal kita mulai dapat merasa dan berpikir tentang dunia ini.

Jadi, jika demikian, bagaimana kita dapat memastikan dan bahkan sampai mengadili dan menghukum pikiran dan perasaan seseorang? Bukankah kita sendiri tidak mampu mengadili perasaan yang sedang bergejolak dalam diri kita? Maka hanya perbuatan-perbuatan nyata yang dapat diadili dan dihukum, bukan perasaan dan pemikiran orang. Sesekali, cobaklah merenung jauh ke dalam hati kita. Cobalah untuk bertanya, mengapa dan mengapa. Bukankah sering hanya kebingungan, ketidak-pahaman atau mungkin malah ketakjuban karena ternyata kita bisa merasakan atau memikirkan hal-hal yang kita sendiri tak pernah menduganya. Atau  mungkin malah menolaknya.

Dan itulah kita. Manusia yang hidup dalam kepribadian masing-masing. Dalam dunia rasa, pemikiran, hasrat dan pengalamannya sendiri. Kebenaran dan kepastian melulu hanya bisa kita lihat dalam apa yang nampak, tetapi bagaimana dengan apa yang tersembunyi dalam gejolak jiwa seseorang? Padahal, bukankah sering apa yang nampak justru berasal dari apa yang tak nampak, bersumber dari apa yang kita pikir dan rasakan, lalu terwujud dalam tindakan yang terkadang tidak masuk akal tetapi nyata?

Jadi demikianlah. Sikap kita terhadap kehidupan ini, tergantung pada bagaimana kita menyimpan apa yang tersembunyi di balik gembok yang kita miliki. Jika kita membiarkan gembok itu menua, berkarat dan sampai satu saat tak bisa terbuka kembali, kita hidup tersembunyi bukan hanya dari dunia luar tetapi bahkan dari diri kita sendiri. Kita terkucil dan mengucilkan diri dari kenyataan, mengelak kenyataan atau bahkan melawan kenyataan kemanusiaan kita. Dari sanalah sumber derita yang kita rasakan. Ya, penderitaan seringkali tidak berasal karena lingkungan di luar kita, tetapi jauh lebih sering karena apa-apa yang kita tutup rapat dalam diri kita. Diri kita sendiri.

Padahal, kita tidak sendirian hidup. Kita tidak pernah sendirian. Alam luas membentang di sekeliling kita. Angkasa, pepohonan, bentangan gunung dan samudera lepas, burung-burung beterbangan, kucing mengeong, sesama kita yang mungkin sedang tersenyum bahagia atau malah menangis karena penderitaan, bukankah semua itu menunjukkan diri bahwa kita ini ada dan hidup bersama mereka? Mereka semua yang nyata. Kita alami dan kita rasakan. Keindahan selalu nampak jika kita mau merasakan dan mau mengalaminya. Jika kita tidak menolaknya. Semua tergantung pada kita. Diri kita sendiri.

Kita semua memiliki gembok dalam kehidupan ini. Gembok-gembok pribadi yang mengunci segala perasaan, pemikiran dan anggapan kita terhadap dunia. Maka sesekali, kita harus mampu membuka gembok itu, agar tidak sampai berkarat dan menjadi hambatan bagi kita untuk memikirkan apa yang terjadi di sekeliling kita. DI dunia nyata. Sebab, bukan hanya kita yang hidup. Bukan hanya kita yang berpikir. Bukan hanya kita yang merasa. Di luar dari pintu hati kita yang kita kunci, terbentanglah lingkungan yang sungguh beraneka ragam. Dengan keindahan dan keburukannya masing-masing. Dengan kebahagiaan dan kepiluannya masing-masing. Kita tidak sendiri. Kita tidak pernah sendiri.

Mari membuka gembok kita hari ini. Mari tersenyum pada dunia, menyapa dunia dan berkata kepadanya: “Betapa indahnya engkau, wahai kehidupan yang diciptakan Tuhan bagiku. Betapa berartinya sesama kita. Betapa bergunanya keberadaanku sekarang.......” Reguklah keindahan dunia, tanamkanlah kebaikan baginya, maka ia akan mengalirkan rahmat yang sungguh tak terduga. Tak pernah kita duga sama sekali. Bukalah gembok itu, maka DIA akan masuk ke dalam hatimu. Ke dalam jiwamu. Kesejukan yang mengalir lembut dalam nyanyian alam. Sungguh Indah. Betapa indah!

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...