12 Januari 2011

MENJELANG BADAI

Awan hitam menggulung di udara. Angin berhembus kencang. Udara dingin menusuk.  Dari ketinggian, kutatap panorama yang menakjubkan ini, sambil merasakan betapa kecil dan tak berdayanya diri ini. Hanya sebagai sebuah titik kecil di antara keluasan dan kemegahan alam semesta. Hanya senoktah debu tak berarti di tengah kemaha-luasan dunia ini. Di jalan yang sepi kulihat beberapa sosok tubuh berjalan terseok sambil menutupi wajah mereka dari debu yang terbang berhamburan. Kilat dan guruh mendadak melintas. Mengejutkan. Menakutkan. Sekaligus menyadarkan akan keberadaan kita. Keberadaan kita.

Sungguh, betapa tak berartinya kita, sebagai manusia, yang sering menganggap diri teramat kuasa atas segala hal yang kita hasratkan. Betapa seringnya kita menyangka bahwa apa yang kita pikirkan, apa yang kita inginkan, apa yang kita lakukan adalah kehendak Sang Maha. Padahal, siapakah kita di tengah kedashyatan dan kebesaran semesta raya ini? Dapatkah kita menguasai kekuatan yang tak terbatas dari alam? Bukankah sering kita harus mengakui ketidak-berdayaan kita atas segala bencana dan kemungkinan-kemungkinan yang tak terduga di dalamnya?

Aku menatap ke kejauhan, menyaksikan gelombang keliaran mendung tebal, merasakan kekuatan hembusan angin serta kejutan lintasan petir dan guruh yang sekejap menerangi kegelapan langit sambil memikirkan ketidak-berdayaan dan kelemahan diri ini. Aku merasakan suatu kegentaran menyusup ke dalam jiwaku, tetapi sekaligus juga ketakjuban atas apa yang terjadi di luar diriku. Bergaung dalam hati ini suatu tanya, mengapa kesadaran kita sering harus tersisih oleh ambisi, hasrat dan keinginan diri? Mengapa kita sering tidak mampu untuk merasakan betapa sesungguhnya kita tidak berarti sama sekali, tetapi tetap berpikir bahwa semuanya ada karena kita ada? Benarkah demikian? Siapakah kita?

Hidup ini singkat. Teramat singkat. Kita hanya melintas dalam kurun waktu yang pendek di panjang perjalanan sejarah. Yang tak jelas awalnya dan tak pasti akhirnya. Namun, dalam saat yang sesingkat itu, kita berpikir dan berbuat seakan hidup kita ini tak terbatas adanya. Padahal, kita punya awal dan pun akan berakhir. Segera. Maka, mengapa kita sering demikian rusuh memikirkan apa yang dapat kita miliki? Kuasai? Dan manfaatkan? Siapakah kita ini?

Awan hitam menggantung di langit. Sebentar lagi hujan. Aku memandang pemandangan ini sambil mengagumi sekaligus merasa takluk kepada kekuatan alam. Pasrah dan tak berdaya menerima gejolak semesta. Dan berupaya untuk memahami makna keberadaanku di dunia ini. Di tengah hembusan angin yang menerbangkan debu serta menggoyahkan pepohonan, ternyata kita pun hanya senoktah debu yang dapat dalam sekejap diterbangkan angin untuk lenyap ke dalam keheningan. Keheningan.

Hujan pun turun dengan deras.....

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...