21 Mei 2011

JUJUR DAN PERCAYA

Gerimis sedang bernyanyi di pagi itu. Seorang pria paruh baya dan seorang gadis cilik memasuki toko dan mengambil beberapa barang yang dibutuhkannya. Saat akan membayar, ternyata uang yang dibawanya tidak cukup. Katanya, dia lupa membawa dompetnya saat keluar rumah. Lalu, dia berkata kepadaku, ‘bagaimana jika nanti saya membawa kekurangannya yang sebesar Rp. 6000 karena rumahnya tidak terlalu jauh dari toko ini’. Dengan ragu-ragu aku kemudian menyetujui permintaannya itu. Lalu mereka pun berlalu. Dan gerimis lalu menjadi hujan yang cukup deras.

Waktu berjalan, dan para pembeli pun datang dan pergi sehingga aku melupakan mereka. Pagi menuju siang, saat tiba-tiba gadis cilik yang datang bersama pria paruh baya muncul mendadak di depanku. Dia menyodorkan lembaran uang kekurangan belanjaan mereka pagi tadi. Gadis cilik tersebut tersenyum dan berkata kepadaku, ‘ini dari papa, uang yang tadi kurang’. Aku mengucapkan terima kasih kepadanya, dan setelah tersenyum sejenak, gadis cilik itu pun pergi.

Kejujuran dan kepercayaan. Aku memikirkan hal itu. Saat setiap kali menonton berita di TV atau membaca koran, aku merasa kehilangan kata-kata itu. Tetapi benarkah bahwa kejujuran dan rasa  percaya telah lenyap? Aku teringat pada pria paruh baya dan gadis ciliknya, kemudian berkata dalam hati, tidak. Sesungguhnya masih terlalu banyak kejujuran dan kepercayaan dalam masyarakat kita yang nyata. Dan setiap kali kita bisa percaya dan optimis bahwa apa yang kita tonton atau kita baca setiap hari bukanlah cermin masyarakat yang sehari-hari hidup dan berkarya tanpa pamrih. Masyarakat yang diam dan tidak peduli dengan segala kekisruhan yang terjadi pada sosok yang menganggap diri pemimpin dan wakil masyarakat.

Setiap hari kita melihat para pengangkut sampah yang demikian rajin mengambil ampas yang sudah tak terpakai lagi, setiap kali berjuang melawan aroma busuk mungkin dengan upah yang tidak seberapa hanya agar kita terhindar dari aroma tak sedap itu. Setiap kali kita melihat para pembantu rumah tangga yang dengan rajin bekerja hanya demi imbalan yang tak seberapa. Setiap saat kita melihat sosok-sosok SPG yang gigih menawarkan barang jualan mereka yang berharga demikian tinggi, mungkin dengan perut yang lapar karena hanya menyantap sepiring indomie untuk hidup. Sungguh, jujur dan percaya masih memenuhi negeri ini, tetapi tak muncul dalam berita hanya karena hal itu terasa demikian sepele dan tak berarti apa-apa. Tak berarti apa-apa?

Hidup sesungguhnya adalah kepercayaan. Dan kepercayaan tergantung pada kejujuran. Dan yakinlah, bahwa masyarakat kita masih berjalan justru karena kita masih percaya bahwa ada banyak, ya ada jauh lebih banyak kejujuran daripada ketidak-jujuran. Persahabatan masih terjalin, persaudaraan dan kekerabatan masih saling mengait justru karena kita semua ternyata masih sanggup untuk merasa jujur dan percaya terhadap kejujuran sesama kita. Bukankah demikian adanya? Dan jika kita merasa dikibuli, apa boleh buat, itu hanya setitik noktah yang sungguh tak berarti dibanding dengan panjangnya kehidupan kita sendiri. Dan jelas, bukan yang paling utama dan paling penting dalam hidup ini. Bukan.

Hujan mereda. Gerimis kembali bernyanyi. Lembut. Aku memandang kepada sosok-sosok yang datang dan pergi. Yang kukenali dan tak kukenali. Mereka yang hidup di tengah masyarakat. Dan berjuang sehari-hari dengan kehidupan yang biasa-biasa saja. Yang mungkin terlupakan tetapi tak melupakan sejarah. Mereka adalah kita. Kita yang hidup bersama, kadang tertawa dalam suka kadang menangis dalam duka. Kita semua percaya pada kejujuran yang masih mengikat kita satu sama lain sebagai manusia. Sebagai manusia.

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...