26 Oktober 2008

DEPAN RUANG OPERASI

Kami duduk. Menunggu. Di depan kami, pintu ruang operasi masih tertutup rapat. Sebuah lampu merah menyala terang tepat di atasnya. Beberapa jururawat sesekali nampak melintas, mondar-mandir di antara kami dan pintu tertutup itu. Ketegangan terasa mengambang di udara. Dan dalam hati kami. Kami duduk menunggu. Tanpa daya sama sekali untuk berbuat sesuatu. Kami duduk menunggu dan hanya dapat memasrahkan diri pada waktu yang lewat amat lambat saat itu. Lambat sekali....

Sementara itu, dalam ruang operasi, sesosok tubuh sedang dikerjakan. Daging diiris. Perut dibuka. Dan sepotong usus sedang dipenggal. Bagian yang rusak karena tumor yang tumbuh padanya, dipotong dan dibuang. Lalu bagian yang masih baik disambung kembali, dijahit dan dimasukkan kembali ke tempatnya. Tetapi tentu, tidak lagi sesuai posisinya semula. Sebab ada yang bagian yang telah dihilangkan. Setelah itu, proses kebalikan berlangsung. Perut ditutup. Daging disatukan kembali. Dan dengan satu harapan, semoga tak terjadi konplikasi dan infeksi yang dapat mengakibatkan kerusakan fatal. Pada daging itu. Pada hidup.

Aku duduk, sambil memegang perutku sendiri. Membayangkan proses yang sedang terjadi di dalam ruang operasi tersebut. Dan terkenang saat sebuah kendaraan sedang diperbaiki di sebuah bengkel langgananku. Ah raga ini, tidakkah sama saja dengan kendaraan yang sedang dikerjakan di bengkel itu? Jika demikian, apa yang membedakannya? Aku duduk, dan dengan kekhawatiran yang dalam mengharapkan keberhasilan operasi itu, bukan karena raga itu. Tetapi untuk kehidupan yang kukenal. Tawa dan tangis yang pernah kualami bersamanya. Tukar pikiran dan obrolan yang saling menguatkan. Bahkan pertengkaran yang pernah terjadi antara aku dan dia.

Maka betapa raga ini sebenarnya tak punya arti apa-apa jika kita tak bisa berpikir dan merasakan. Dalam sekejap, raga ini dapat rubuh, rontok tak berdaya, namun pikiran yang dikandungnya takkan pernah sirna dari waktu yang ada dan pernah ada. Khususnya, jika pikiran dan perasaan pernah bertaut. Kita, selalu memiliki makna dalam kehidupan ini. Kita, selalu memiliki peran dalam perjalanan waktu keberadaan kita di dunia ini. Tak seorang pun dapat mengatakan dirinya tak punya arti. Tak seorang pun. Kita hidup, selalu bersama-sama dengan keberadaan orang-orang lain. Dan jika raga yang kita miliki saat ini, kelak, akan rusak lalu dikuburkan karena tak lagi berfungsi, apakah bisa kita pastikan bahwa keberadaan kita yang singkat di atas bumi ini, sungguh-sungguh akan lenyap pula? Tidak, waktu bisa lewat, namun kenangan keberadaan kita takkan pernah sirna. Tak akan pernah.

Depan pintu ruang operasi yang tertutup rapat ini, aku menatap pada sebuah lampu merah yang menyala terang tepat di atasnya. Di dalam ruang itu, aku tahu bahwa, sesosok tubuh sedang coba diperbaiki. Namun yang ada bukan sekedar sesosok tubuh. Yang ada adalah sebuah nama. Sebuah kehidupan. Sebuah nama yang punya makna bagiku. Bagi kami yang pernah bersamanya. Bagi kami yang mengenal sosok itu. Maka hidup, bagi kami, bukan hanya sekedar sesosok raga saja, tetapi sebuah jalinan persentuhan hidup yang tak akan pernah dapat kami putuskan dalam ingatan. Sebab itu, dengan perasaan cemas kami memandang ke pintu yang tertutup itu sambil merasakan ketegangan yang menggantung dalam perasaan kami. Akankah dia masih dapat bersama kami? Akankah kami masih dapat tertawa bersamanya?

Kami duduk. Menunggu. Tak mampu berbuat apa-apa. Ah betapa seringnya kehidupan kita pun demikian. Sesuatu terjadi, sesuatu kita alami, dan kita tak mampu berbuat apa-apa selain dari menjalani hidup ini. Tetapi perlukah kita sesali? Perlukah kita kecewa? Perlukah kita merasa putus asa? Raga ini hanya sesosok daging yang serupa dengan kendaraan yang kita punyai, suatu saat akan rusak lalu dibenamkan ke bumi, menjadi sebuah sejarah yang menyatu bersama tanah. Namun kehidupan ini tak pernah akan berakhir begitu saja. Selalu ada kenangan yang akan dikenang. Dan menjadi abadi bersama kehidupan yang akan ada. Kelak.

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...