24 Oktober 2008

GADOG

Fajar baru mulai menyingsing. Aku terbangun sambil melihat teman-temanku yang masih tidur, bergelimpangan di lantai, lelap dalam pelukan selimut masing-masing. Aku melangkah keluar dan berdiri di serambi depan sambil menatap langit yang perlahan mulai tersingkap dari kegelapan malam. Warna jingga semburat di tepian mega yang sedikit berserakan. Jauh di sana, puncak-puncak masih serupa siluet gelap dalam udara dingin yang menyegarkan tubuhku. Alam menyapaku dengan suatu keriangan, bagai kanak-kanak yang menemukan permainan baru, di usia yang kian menua ini.

Perlahan, semilir angin menghembus wajahku. Terasa lembut menembus ke jiwaku, suatu rasa damai dan menghangatkan jiwaku. Di sini, di Gadog, tempat aku berkumpul bersama teman-teman, berupaya menemukan sesuatu yang kini tinggal dalam kenangan. Berapa lamakah waktu yang telah lewat tanpa kami sadari? Berapa panjangkah peristiwa hidup yang telah kami langkahi tanpa saling mengetahui satu sama lain? Dapatkah kami kembali menyusun suatu riwayat dalam ruang waktu yang demikian terbatas ini?

Langit mulai terang. Ada suara kokokan ayam di kejauhan. Ada suara gonggongan anjing. Pohon-pohon yang tadi bersembunyi dalam selimut malam, perlahan menampakkan kehijauannya yang menyegarkan mata. Sat dua teman yang juga mulai terbangun, datang dan berkumpul bersamaku di beranda ini. Lalu kisah pun mengalir. Yang masuk akal maupun yang tidak. Apa bedanya? Bahkan saat ini, jika aku ditanya, apakah hidup ini masuk akal atau tidak, dapatkah aku menjawabnya? Semuanya tergantung pada apa yang saat ini sedang kami nikmati dan rasakan. Dan jika itu indah, apakah artinya masuk akal atau tidak lagi?

Karena hidup mengalir mengalir dan kami biarkan mengalir begitu saja. Kesulitan-kesulitan di tempat asal. Rasa kesal dan kecewa. Bahkan keputus-asaan karena sesuatu yang mungkin tak sanggup kita raih. Adakah artinya di tempat yang demikian indah ini? Alam menawan di depan. Sahabat menawan di sekitar. Libur singkat di Gadog ini, mampu membawa kehidupan ini berhenti sejenak dari rasa bosan dan menghilangkan keletihan menghadapi rutinitas sehari-hari. Dan saat kami berkumpul sambil bernyanyi bersama-sama, tak pedulinya lagu sedih atau gembira, tawa tetap mengambang memenuhi hati dan jiwa ini. Istirah yang meneduhkan.

Gadog. Dapatkah kita menyembunyikan hidup kita dari sesama? Dapatkah kita hanya lelap dalam diri kita saja? Dapatkah kita merasa tidak peduli dan tidak mengenal hal-hal lain selain kepentingan kita? Jika dapat, jadi apakah hidup ini? Terkurung dalam ruang sempit, empat buah dinding putih, sebuah PC atau Laptop, mengerjakan tugas-tugas yang menjemukan, sambil mencoba menghidupi hidup. Ah, tiba-tiba aku ingin menyanyikan sebuah lagu tentang cinta. Sebuah lagu tentang harapan. Sebuah lagu tentang alam, manusia dan kerinduan-kerinduannya. Sebuah lagu tentang kehidupan. "Hello...Hello...hello...." Maka sungguh menyedihkan jika hidup hanya berjalan, dari hari ke hari, tidak kemana-mana selain pada diri kita semata wayang. Maka kita akan menjadi sendirian menghadapi hidup. Sendirian menghadapi nasib. Sendirian menghadapi diri kita. Sementara dunia di luar menanti dengan keindahannya yang menakjubkan. Dunia luar yang indah menantikan kita semua. Ah, I have a dream........

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...