30 Oktober 2008

MISS PEGGY, GURUKU

Dia terbaring di atas ranjang ruang ICU RS Akademis. Wajahnya yang tua, nampak ceria dan tersenyum saat aku menjenguknya di suatu siang yang mendung. "Apa kabar, Miss Peggy?" (sebenarnya ini penggilan yang kurang logis, tetapi aku telah terbiasa memanggilnya dengan cara itu daripada dengan kata ibu guru atau bahkan madam). " Sudah jauh lebih baik dari kemarin, Ton" jawabnya. Guruku ini sungguh hebat. Kami, murid-murid yang telah diajarnya hingga beberapa dekade lalu, tetap diingatnya, bahkan sampai nama kami. Terus terang, aku sendiri akan bingung jika ditanyakan nama teman sekolahku dulu. Bahkan saat bermuka-muka pun, belum tentu dapat kukenali rupa mereka. Waktu telah membuat banyak perubahan bagi kita semua. Tetapi Miss Peggy merupakan kekecualian. Dengan pasti, guruku ini memandang kami lalu, sambil tersenyum memanggil nama kami. Menakjubkan.

Kehidupannya adalah kisah panjang perjuangan seorang guru, kisah cinta pada anak-anak muridnya, baik yang alim apalagi bagi yang bengal seperti aku. Lahir pada tahun 1934, saat ini dia telah berusia 74 tahun. Namun waktu tak mampu menaklukkan daya ingatannya. Dan kanker yang menggerogoti tubuhnya pun tak mampu membuatnya menyerah untuk tetap hidup. Seorang teman menulis di milis alumni, bahwa hidup adalah sebuah puisi. Jika memang demikian, kehidupan guruku ini dapat disebut sebuah elegi yang panjang tentang perjuangan untuk membagi ilmu dan cintanya kepada kami semua. Dia tak pernah menikah. Itu mungkin karena dia telah mengikatkan diri dan kehidupannya bagi kami, murid-muridnya yang sering amat nakal dan kurang ajar ini. Maka saat aku memandang wajahnya yang tua namun tetap bersemangat, aku memberikan cetakan dari komentar mantan murid-muridnya di milis kepadanya, tiba-tiba aku merasa terseret rasa haru. Dia mengambil lembaran kertas yang kuberikan itu, dan menatap ke dokter yang berdiri di sisi lainnya – dokter yang juga salah seorang mantan muridnya – sambil berkata padaku, "nanti kubaca, pasti, saat ini saya masih agak pusing..." Tetapi toh, dia mencoba untuk menjenguk isi lembaran-lembaran awal cetakan yang kuberikan, dan tertawa kecil membaca komentar seorang teman yang mengatakannya bahwa dia dulu amat galak tetapi juga amat baik.

Galak. Baik. Apa hubungan dua kata itu? Bagaimanakah seseorang yang galak dapat dikatakan baik? Bagi seorang Miss Peggy, bagi seorang guru bahasa Inggris yang terampil, galak bagi kami tidak pernah bisa membuat kami sakit hati. Galak bagi kami selalu berarti bahwa dia mengharapkan kami menjadi baik, selalu menjadi baik. Mengajar sejak tahun 1963 dan baru pensiun pada tahun 1993, selama 30 tahun dia mengabdikan dirinya bagi kami. Maka jika aku melihat kepada Miss Peggy siang hari itu, tiba-tiba aku menemukan satu cinta kasih. Dan satu harapan. Bahwa hidup, bagaimana pun perasaan sakit dan sepi yang dia alami saat ini, tak pernah menjadi sia-sia. Kehidupan kami sekarang, sungguh-sungguh bersumber dari ketekunan, kegalakan dan kepandaian yang telah dibagikannya kepada kami. Hidup selalu berarti bila kita mau membagi kebaikan kepada orang-orang lain. Hidup baru berarti jika kita dapat saling berbagi. Miss Peggy, guruku bahasa Inggrisku, telah membuktikannya itu. Dan kini saatnya, kami sebagai mantan murid-muridnya, meneruskan ilmu yang telah diberikannya kepada kami semua. Miss Peggy, Tuhan memberkatimu selalu.

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...