01 Maret 2009

MALAM CAP GO MEH DI MAKASSAR

Makassar. Malam Cap Go Meh. Aku berada di tengah lautan manusia yang menyemut di jalan sulawesi. Aku terselip di antara ratusan wajah-wajah yang menyimpan mimpi dan hasratnya sendiri. Rupa yang terasa asing satu sama lain. Kadang seseorang menyapaku. Kadang seseorang kusapa. Tetapi siapa yang kusapa dan siapa yang menyapaku? Di sini, di tengah keramaian ini, aku merasa terasing seorang diri. Tanpa teman. Tanpa sahabat. Tanpa seorang pun yang mampu menjenguk masuk ke dalam pemikiranku. Maka yang ada hanya aku seorang diri, terhimpit di tengah lautan manusia. Kami saling tertawa. Kami saling menyapa. Bahkan kami saling berseru. Tetapi ah, siapakah kami ini?

Para penjual makanan dan aneka asesoris berjejeran di tepi jalan. Di langit nampak kilatan-kilatan dari kembang api diantara cahaya bulan purnama yang terang benderang. Sesekali terdengar bunyi ledakan mercon yang mengagetkan hati. Suasana demikian riuh. Suasana demikian gaduh. Anak-anak dipanggul di atas pundak ayah atau ibunya. Seorang wanita tua, nampak bergolek di tengah jalan, sambil menadahkan tangannya, meminta belas kasih di antara seliweran manusia yang saling bersenggolan. Kelenteng-kelenteng nampak megah dan bercahaya meriah dengan manusia-manusia yang berdoa di depan gerbangnya, memegang hio sambil memejamkan mata. Apa yang diharapkannya? Apa yang dipintanya kepada Sang Maha Kuasa? Aku menyaksikan semua itu. Aku tenggelam dalam suasan itu. Aku lenyap di tengah-tengah hiruk pikuk itu. Aku tak ada di sana?

Berjalan-jalan di tengah keramaian malam cap go meh di makassar seakan mencari kembali segala kebahagiaan masa lampau kita. Atau mengharap kebahagiaan di masa depan kelak. Apa pun juga itu, saat itu, kita semua tenggelam dalam hilir mudik seakan hidup mencari kita dan kita mencari hidup. Barongsay bermain dengan lincahnya, dan di atas panggung hiburan wanita-wanita cantik seksi menyanyikan lagu-lagu yang menghentak sambil menggoyangkan pinggul mereka dengan lincahnya. Orang-orang lalu lalang, sebagian berhenti untuk menyaksikan pertunjukan yang diadakan, sebagian lagi tidak peduli dan hanya menengok sekilas sambil terus berlalu. Penjual halus-manis menjajakan dagangannya dikitari anak-anak yang nampak melongo menyaksikan kecantikan halus-manis yang berwarna merah muda itu. Dan orang-orang tua, sebagian dibawa dan duduk di atas kursi roda, nampak melihat semua itu dengan raut muka gembira. Dan beberapa wanita menor, berdiri bergerombol sambil tertawa cekikikan berdiri berjejer di depan pub dan karaoke yang membentangkan pintunya lebar-lebar. Dan jauh di atas, di langit yang nampak memerah akibat asap dan pantulan cahaya lampu, bulan purnama dengan anggunnya menyinari bumi. Seakan berkata, seakan ingin berkata: "siapa yang mampu menandingi keindahan cahayaku ini?"

Makassar. Malam Cap Go Meh. Festival Bulan Purnama. Hiruk pikuk kehidupan ternyata menyimpan banyak rahasia yang bukan rahasia. Menyimpan banyak mimpi yang bukan mimpi. Menyimpan banyak angan yang bukan angan. Dan berada di tengahnya, aku menikmati semuanya itu sambil memotret kehidupan yang dipenuhi gelak tawa sambil berusaha mencari rahasia yang ada di baliknya. Sungguh, kita ini adalah realitas yang sering maya. Kita ini adalah, bukan apa yang nampak tetapi justru apa yang tak nampak. Siapa yang bisa mengetahui rahasia hati ini? Siapa? Bahkan tahukah aku sendiri? Tahukah aku? Tak tahulah.....

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...