01 Maret 2009

RANGKING KEHIDUPAN

Gadis cilik itu duduk tertunduk di depan ibunya. Airmata nampak tergenang di bola matanya yang indah. Sementara itu, ibunya terus berbicara padanya, nampak penuh emosi. "Lihat" seru ibu itu, "Anak tetangga sebelah tidak seperti kau bodohnya. Bahkan mama dulu pun tidak pernah seperti kau. Mama dulu rajin belajar, tetapi lihat angkamu sekarang. Berapa. Berapa?" hardik ibu itu pula. Gadis cilik itu tetap berdiam diri, tak berani mengangkat kepalanya. Dia menunduk terus sambil terisak-isak. Terus terisak-isak.

Berapalah nilai kehidupan ini? Apakah memang keberhasilan untuk hidup ditentukan dari nilai-nilai yang ada di atas kertas laporan tahunan? Mengapa hidup semakin terpasak pada angka dan angka? Dan darimanakah sumber angka itu diambil? Sungguhkah ada kejujuran dalam angka-angka yang tercantum dalam laporan tahunan itu? Mengapa hidup harus menjadi gagal jika angka-angka yang tertulis di dalam laporan itu bernilai rendah? Mengapakah hidup selalu menjadi perbandingan dan melupakan keunikan masing-masing individu? Mengapa hidup harus semakin diseragamkan? Haruskah hidup selalu menuju ke terbaik? Tetapi apa pulakah itu artinya terbaik? Apakah artinya?

Aku tak tahu. Kadang-kadang aku berpikir, betapa sulitnya hidup di masa modern ini. Dimana segala hal harus dipacu menuju apa yang dinamakan terbaik. Seringkali perjalanan menuju terbaik itu ditempuh dengan cara yang terburuk. Hasil-lah yang utama, bukan proses. Tujuanlah yang penting, bukan perjalanan menuju ke sana. Maka jadilah kita pencinta jalan pintas. Semua diinginkan berjalan dengan cepat, tepat dan pasti. Semuanya diharapkan berujung sukses, tanpa peduli caranya sama sekali. Maka kita lihat, Idol-Idol amat diminati karena tak perlu berusaha dalam jangka waktu lama untuk menjadi terkenal. Di rak-rak buku, nampak betapa judul-judul 'How To..." jadi laris dan kita pun jadi penikmat yang baik dari segala hasil karya orang lain tanpa mau memikirkan bagaimana caranya hasil karya kita bisa dinikmati orang lain.

Hidup di zaman ini adalah hidup instan. Kita dipacu dan memacu diri untuk menjadi terbaik, dengan cara cepat, langsung dan kalau perlu tanpa susah payah berkeringat. Dan jika kita gagal, kita akan menjadi murka, menyalahkan orang lain, atau malah putus asa dan bunuh diri. Hidup di zaman ini adalah hidup dengan remote control. Kita ingin segalanya berjalan mudah, hanya dengan memencet tombol-tombol saja, segala keinginan kita dapat tercapai. Jalan-jalan tol dibangun untuk kecepatan akses, bahkan diripun terkadang diobral agar cita-cita dapat kita capai. Tujuan. Tujuan. Tetapi apakah tujuan itu sendiri? Sungguhkah memang intuk kebaikan hidup kita?

Aku melihat ke gadis cilik itu, yang nampak merengut tetapi tak berdaya untuk melawan kehendak ibunya. Di pangkuannya, terbuka lembaran laporan tahunan yang nampak cukup bagus, bagiku. Dan aku tahu bahwa dia telah berusaha, usaha yang sepadan dengan anak-anak seumurnya, tetapi apakah artinya usahanya bila itu tak mampu memuaskan hati ibunya? Sebab anak tetangganya menempati rangking yang lebih di atas dari dirinya sendiri. Maka dengan cemas, aku memandang gadis kecil itu tanpa mampu berbuat apa-apa. Kecuali berdiam diri. Berdiam diri.

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...