Seandainya ada yang
berbeda dari kita, baik secara fisik, ide, keyakinan maupun
kebiasaan, dapatkah kita mengatakan bahwa mereka tidak ada? Atau
dapatkah, baik dengan keinginan ataupun dengan perbuatan, untuk
melarang dan memusnahkan mereka? Siapakah kita sehingga dapat
mengatas-namakan keinginan kita dengan keinginan Sang Pencipta? Dari
mana kita mendapatkan hak untuk menyamakan semua hal dengan ide kita
sehingga dapat menyamakannya sebagai kebenaran yang mutlak? Apakah
kebenaran itu? Bisakah kita memastikan bahwa kebenaran kita sendiri
juga kebenaran semua orang? Bahkan, mampukah kita meyakini kebenaran
yang kita pahami adalah kebenaran yang diinginkan oleh Sang Pencipta?
Tidakkah, jika demikian, kita merasa diri sebagai Sang Pencipta itu
sendiri? Sungguhkah itu? Siapakah kita sebenarnya menurut anda?
Hidup sesungguhnya
adalah misteri. Kita mungkin memiliki patok-patok agar perjalanan
kita tidak tak terarah, namun kita hidup bersama insan-insan lain
yang masing-masing mempunyai patokan sendiri-sendiri. Dan sebagaimana
kita meyakini bahwa, kehidupan yang kita jalani saat ini, merupakan
anugerah dari Yang Maha Kuasa sekaligus Yang Maha Pencipta,
seharusnya pula kita meyakini bahwa segala patokan yang dimiliki oleh
semua kehidupan lain adalah jalan yang telah diberikan oleh-NYA
sendiri bagi tiap insan demi memuliakan nama-NYA. Maka setiap insan
mempunyai kebenarannya masing-masing sama seperti setiap insan
mempunyai tanggung-jawabnya sendiri-sendiri dan akan menanggung
resikonya sendiri-sendiri pula jika ternyata dia gagal mengembangkan
talenta-talenta yang dianugerahkan-NYA. Tapi jelas pula, kita
bukanlah Sang Hakim Agung yang dapat menuduh, mengadili dan
menghukum, baik kondisi fisik, ide, keyakinan maupun kebiasaan
masing-masing insan yang telah dianugerahkan-NYA kepada kita semua.
Sebab kita bukanlah Sang Pencipta dan takkan pernah apalagi berhak
untuk menjadi Sang Pencipta kita.
Selain itu, setiap
yang hidup mempunyai situasinya sendiri. Setiap kehidupan berbeda
dalam kondisi alam, lingkungan dan adat dimana dia berada. Justru
dalam keberagaman itulah, Sang Pencipta menampakkan kebesaran-NYA.
Maka untuk apakah kita menginginkan bahkan memaksakan keseragaman?
Jika DIA membagikan kita masing-masing hidup yang berbeda, pengalaman
yang berlainan, dapatkah kita dengan keyakinan penuh mengatakan bahwa
kita memiliki kebenaran mutlak sehingga mau memaksakan keseragaman
keyakinan kita kepada insan lain? Siapakah kita ini? Dan jika kita
merasa takut bahwa apa yang dilakukan oleh yang lain akan pula
mempengaruhi diri kita, bukankah itu bahkan akan menampakkan
kelemahan keyakinan kita sendiri? Sebab, jika kita kita yakin, kita
pasti takkan terpengaruh. Dan jika kita tidak terpengaruh, mereka
yang lain pun bisa tidak akan terpengaruh pula. Setiap insan memiliki
tanggung-jawab atas hidupnya masing-masing. Dan masing-masing
memiliki hak dan tanggung jawab yang sama. Masing-masing dapat
berhasil atau gagal untuk bertahan. Bukan tergantung pada kita. Bukan
tergantung pada pemusnahan yang lain. Bukan. Tetapi semua kembali ke
dalam jiwa dan hati masing-masing insan. Keyakinan tidak dapat
dipaksakan dengan kekuatan dan rasa takut. Keyakinan akan tumbuh
dengan lembut seperti kembangnya sang bunga kehidupan di alam ini.
Lembut, perlahan tetapi pasti sesuai dengan kodratnya
sendiri-sendiri. Keyakinan tumbuh dengan pemahaman, bukan dengan
penghapalan. Apalagi pemaksaan.
Demikianlah, hidup
ini menjadi suatu misteri yang indah dengan masing-masing dari kita
memiliki kebenaran sendiri yang, mungkin, terasa tidak sesuai dengan
keyakinan kita tetapi toh, punya nilai yang tak terpadamkan. Bahkan
semakin ditiadakan semakin mengada. Kekerasan hanya menciptakan rasa
takut atau kekerasan lain yang takkan berakhir dengan kemuliaan dan
kebahagiaan yang kita harapkan awalnya. Hidup tidaklah hitam putih.
Hidup adalah seni untuk memahami, bukan ilmu yang dapat dihapalkan
atau dipastikan kebenarannya. Hidup adalah cinta yang diberikan oleh
Sang Pencipta bagi kita semua. Bagi alam semesta. Bagi siapapun,
apapun dan dimanapun. Dan kita takkan bisa dan takkan mampu untuk
memastikan kebenaran itu sendiri. Takkan pernah bisa......
Tonny Sutedja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar