04 Juni 2012

GAGA


Seandainya ada yang berbeda dari kita, baik secara fisik, ide, keyakinan maupun kebiasaan, dapatkah kita mengatakan bahwa mereka tidak ada? Atau dapatkah, baik dengan keinginan ataupun dengan perbuatan, untuk melarang dan memusnahkan mereka? Siapakah kita sehingga dapat mengatas-namakan keinginan kita dengan keinginan Sang Pencipta? Dari mana kita mendapatkan hak untuk menyamakan semua hal dengan ide kita sehingga dapat menyamakannya sebagai kebenaran yang mutlak? Apakah kebenaran itu? Bisakah kita memastikan bahwa kebenaran kita sendiri juga kebenaran semua orang? Bahkan, mampukah kita meyakini kebenaran yang kita pahami adalah kebenaran yang diinginkan oleh Sang Pencipta? Tidakkah, jika demikian, kita merasa diri sebagai Sang Pencipta itu sendiri? Sungguhkah itu? Siapakah kita sebenarnya menurut anda?

Hidup sesungguhnya adalah misteri. Kita mungkin memiliki patok-patok agar perjalanan kita tidak tak terarah, namun kita hidup bersama insan-insan lain yang masing-masing mempunyai patokan sendiri-sendiri. Dan sebagaimana kita meyakini bahwa, kehidupan yang kita jalani saat ini, merupakan anugerah dari Yang Maha Kuasa sekaligus Yang Maha Pencipta, seharusnya pula kita meyakini bahwa segala patokan yang dimiliki oleh semua kehidupan lain adalah jalan yang telah diberikan oleh-NYA sendiri bagi tiap insan demi memuliakan nama-NYA. Maka setiap insan mempunyai kebenarannya masing-masing sama seperti setiap insan mempunyai tanggung-jawabnya sendiri-sendiri dan akan menanggung resikonya sendiri-sendiri pula jika ternyata dia gagal mengembangkan talenta-talenta yang dianugerahkan-NYA. Tapi jelas pula, kita bukanlah Sang Hakim Agung yang dapat menuduh, mengadili dan menghukum, baik kondisi fisik, ide, keyakinan maupun kebiasaan masing-masing insan yang telah dianugerahkan-NYA kepada kita semua. Sebab kita bukanlah Sang Pencipta dan takkan pernah apalagi berhak untuk menjadi Sang Pencipta kita.

Selain itu, setiap yang hidup mempunyai situasinya sendiri. Setiap kehidupan berbeda dalam kondisi alam, lingkungan dan adat dimana dia berada. Justru dalam keberagaman itulah, Sang Pencipta menampakkan kebesaran-NYA. Maka untuk apakah kita menginginkan bahkan memaksakan keseragaman? Jika DIA membagikan kita masing-masing hidup yang berbeda, pengalaman yang berlainan, dapatkah kita dengan keyakinan penuh mengatakan bahwa kita memiliki kebenaran mutlak sehingga mau memaksakan keseragaman keyakinan kita kepada insan lain? Siapakah kita ini? Dan jika kita merasa takut bahwa apa yang dilakukan oleh yang lain akan pula mempengaruhi diri kita, bukankah itu bahkan akan menampakkan kelemahan keyakinan kita sendiri? Sebab, jika kita kita yakin, kita pasti takkan terpengaruh. Dan jika kita tidak terpengaruh, mereka yang lain pun bisa tidak akan terpengaruh pula. Setiap insan memiliki tanggung-jawab atas hidupnya masing-masing. Dan masing-masing memiliki hak dan tanggung jawab yang sama. Masing-masing dapat berhasil atau gagal untuk bertahan. Bukan tergantung pada kita. Bukan tergantung pada pemusnahan yang lain. Bukan. Tetapi semua kembali ke dalam jiwa dan hati masing-masing insan. Keyakinan tidak dapat dipaksakan dengan kekuatan dan rasa takut. Keyakinan akan tumbuh dengan lembut seperti kembangnya sang bunga kehidupan di alam ini. Lembut, perlahan tetapi pasti sesuai dengan kodratnya sendiri-sendiri. Keyakinan tumbuh dengan pemahaman, bukan dengan penghapalan. Apalagi pemaksaan.

Demikianlah, hidup ini menjadi suatu misteri yang indah dengan masing-masing dari kita memiliki kebenaran sendiri yang, mungkin, terasa tidak sesuai dengan keyakinan kita tetapi toh, punya nilai yang tak terpadamkan. Bahkan semakin ditiadakan semakin mengada. Kekerasan hanya menciptakan rasa takut atau kekerasan lain yang takkan berakhir dengan kemuliaan dan kebahagiaan yang kita harapkan awalnya. Hidup tidaklah hitam putih. Hidup adalah seni untuk memahami, bukan ilmu yang dapat dihapalkan atau dipastikan kebenarannya. Hidup adalah cinta yang diberikan oleh Sang Pencipta bagi kita semua. Bagi alam semesta. Bagi siapapun, apapun dan dimanapun. Dan kita takkan bisa dan takkan mampu untuk memastikan kebenaran itu sendiri. Takkan pernah bisa......

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...