Hidup ini bukan
hanya prosa. Tetapi juga puisi. Tidak pula seragam. Tetapi beragam.
Sebab itu, mengetahui tidaklah cukup. Perlu pula memahami. Menjadi
manusia, kita semua tidak hanya dikaruniai akal tetapi juga perasaan.
Sama seperti ada siang dan ada malam, kita membutuhkan kesenyapan,
bukan hanya keriuhan. Bersamanya, kita bertindak dan juga merenungi
setiap tindakan itu. Demikianlah, hidup berlangsung tidak pernah
hitam putih namun berwarna-warni. Justru karena itulah, kita menerima
hidup dengan penuh rasa syukur sebagai suatu anugerah yang sangat
indah dari Sang Pencipta.
Maka siapapun yang
berpikir bahwa dia memiliki kebenaran dengan K besar, sesungguhnya
telah gagal memaknai hidup ini. Gagal memahami keindahan perbedaan.
Bahkan gagal untuk mengerti diri sendiri. Sebab, siapakah kita yang
hanya melintas sesaat di perjalanan waktu yang tak terbatas ini?
Siapakah kita yang bersikap demikian pasti menghadapi pikiran manusia
lain, sementara kita sendiri tak bisa memastikan pikiran kita?
Dapatkah kita berkata dengan jujur bahwa kita tak pernah sesekali
merasa ragu akan akal kita? Dapatkah kita dengan jujur memastikan
pengetahuan yang kita terima saat ini adalah sebuah kebenaran mutlak?
Menjadi manusia
sesungguhnya adalah sebuah proses untuk belajar tanpa akhir. Dan
mencoba untuk memahami bahwa pembelajaran itu takkan pernah sempurna.
Sebab, bahkan dengan gelar secanggih apapun yang kita miliki, hanya
terbatas pada secarik kertas dan tambahan di belakang nama, yang tak
pernah berarti bahwa kita telah memiliki kebenaran dengan K besar
sehingga saat itu kita dapat berhenti untuk memahami serta mulai
memaksakan pengetahuan kita kepada dunia luas. Tidak. Hidup adalah
proses untuk mendidik diri sendiri, mengolah kehendak kita dan
berupaya untuk mengerti setiap tindakan yang kita lakukan beserta
dampaknya terhadap semesta. Sang Pencipta tidak hanya memiliki diri
kita, tidak hanya berada dalam pemahaman kita, dan anugerah-Nya tidak
hanya dibagikan untuk kita saja. Kita bukanlah manusia yang istimewa,
walau setiap pribadi bisa menganggap dirinya demikian.
Hidup bukan hanya
prosa, tetapi juga puisi. Dan tidak seperti prosa yang penuh dengan
penjelasan yang dapat disatu-artikan, puisi mengandung banyak makna
yang memiliki kebenarannya sendiri-sendiri. Karena itu, setiap hidup
sesungguhnya dijalani secara berbeda, walau di dalam situasi yang
serupa. Kita tak pernah sama, walau terkadang bisa mirip. Apa yang
kita rasakan, apa yang kita pikirkan, apa yang kita ketahui, hanya
berarti suatu kebenaran bagi kita, bukan bagi sesama. Sedekat apapun
kita dengan dirinya. Pada akhirnya, kita semua hanya debu yang akan
lenyap tertiup angin. Pada akhirnya, kita akan menyerah dan lenyap
dari kehidupan ini. Pada saat itu, haruslah kita bertanya, dimanakah
kegarangan kita? Dimanakah keangkuhan kita? Dimanakah
kekuatan-kekuasaan-kekayaan kita yang pernah demikian jaya kita
punyai ? Dimanakah kita? Dapatkah kita memastikan bahwa apa yang kita
anggap kebenaran akan memiliki kita selamanya? Dapatkah?
Sesungguhnya, jika
Yang Maha Kuasa ingin menciptakan kita seragam, tidaklah mungkin IA
menciptakan kita beragam. Jika IA ingin membuat kita sama, tidaklah
mungkin IA menciptakan kita berbeda. Tidak! Keberagaman adalah suatu
keindahan, bukannya suatu dosa atau kesalahan yang harus dilenyapkan.
Keberagaman adalah suatu anugerah yang harus disyukuri karena DIA,
bukannya disalahkan dan harus dilenyapkan. Bukan kita, tetapi DIA-lah
Sang Pencipta. Kita hanya manusia, karena itu kita harus belajar
menjadi manusia. Bukan menjadi Sang Pencipta. Hidup itu indah, jika
kita mampu memahaminya. Hidup itu puisi, bukan hanya prosa. Hidup itu
dijalani dengan kebenaran-kebenaran kecil yang kita miliki tanpa
perlu memaksakan kebenaran kita kepada dunia. Hidup itu adalah
ketidak-sempurnaan di mata masing-masing orang, walau masing-masing
juga bisa menganggap dirinya sempurna. Sebab yang sempurna hanya
satu. Hanya satu.
“Kenanglah
kami, jika sempat, bukan sebagai jiwa-jiwa garang, tetapi sekedar
sebagai orang-orang kosong”
(The Hollow Man-TS Eliot)
Tonny
Sutedja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar