25 April 2017

BAYI

Setiap kali melihat seorang bayi yang sedang tidur nyenyak, saya selalu terpesona. Ya, melihat wajah mungil yang sedang lelap adalah pemandangan yang demikian menggetarkan hati. Bahwa betapa indahnya kehidupan yang kita terima. Maka setiap kali melihat, membaca atau mendengarkan seorang dewasa yang demikian keras, yang demikian menakutkan, yang siap menyingkirkan siapa saja yang dirasanya berbeda dengan dia, saya selalu membayangkan dirinya saat masih kecil, saat masih seorang bayi. Mengapa kemolekan wajah mungil itu dapat menjadi sosok yang begitu menakutkan di saat dewasa? Apakah karena memang pribadinya demikian? Ataukah karena pengaruh lingkungan atau karena pengalaman hidupnya sendiri yang penuh dengan kebencian pada sesuatu yang berbeda dari prinsip kehidupannya?

Setiap kali saya melihat wajah seorang bayi. Setiap kali pula saya membayangkan masa depan yang akan dilaluinya. Tak seorang pun dapat meramalkan bagaimana dia akan berpikir, bersikap dan berbuat ketika dewasa nanti. Masa depan adalah sebuah tanda tanya besar dan setiap pengalaman yang kita lewati perlahan tetapi pasti akan mengubah sikap kita dalam memandang makna kehidupan itu sendiri. Saya pikir, tak seorang pun ditakdirkan untuk menjadi teroris, menjadi monster yang siap melakukan apa saja demi kebenaran yang diyakininya. Tidak. Hidup adalah rangkaian peristiwa yang perlahan tetapi pasti akan mengubah prilaku kita, dan dari titik itu, semua tergantung pada bagaimana pikiran kita menyerap semua pengalaman yang kita alami dalam kesadaran kita sendiri. Dalam hal pengalaman itu, semua tergantung pada perasaan dan pemikiran kita dalam memaknai setiap kejadian yang terjadi, dan tak seorang pun lepas dari bagaimana dia memandang dan memaknai pengalamannya sendiri.

Jelas, kita ini bukan hanya wajah tak mengenal satu sama lain. Kita bukan wajah yang asing dalam kebersamaan di dunia ini. Kita masing-masing mempunyai kesadaran dan pemikiran sendiri dan bagaimana kelak arah kehidupan kita, semua ditentukan oleh bagaimana kita memandang setiap kejadian yang kita alami setiap hari. Setiap saat. Tetapi ada baiknya jika kita sedang merasa marah, merasa dendam dan sakit hati, sesekali kita melihat wajah mungil dan polos dari seorang bayi yang sedang tertidur lelap. Dan membayangkan diri kita sendiri saat masih bayi. Membayangkan diri kita yang tak berdaya dan demikian menggemaskan hati. Seorang bayi yang bisa menangis sekaligus tertawa tanpa dibebani oleh perasaan tertentu. Yang demikian mengganggu kita di saat dewasa sekarang ini.

Mengapakah kita berubah sekarang? Kemanakah kepolosan kita dulu? Tidak dapatkah kita hidup tanpa dibebani keinginan untuk selalu menang? Hasrat untuk selalu unggul? Dan harus tak terkalahkan? Siapakah kita ini selain dari sosok yang sesungguhnya tak berdaya, hanya senoktah debu di keluasan alam raya, tetapi selalu menginginkan menjadi pusat semesta? Bukankah pada akhirnya, ketika saatnya tiba, kita toh akan berlalu dan takkan meninggalkan jejak apa pun di masa depan yang tak teramalkan? Bahkan demi apapun sikap dan perbuatan kita, sekalipun kita berharap untuk kehidupan surgawi yang demikian bermakna menurut kita, kita semua berawal dari sosok mungil seorang bayi yang polos dan tak berdaya tetapi mampu memberikan keterpesonaan kepada siapa pun yang memandang kita. Kepada siapapun. Dulu.

Maka setiap kali saya melihat wajah polos seorang bayi, yang menangis dan tertawa tanpa dibebani oleh keinginan untuk menguasai, tanpa ambisi untuk selalu menang, bermain dan hanya bermain saja sebelum pada akhirnya terlelap dalam mimpinya yang tak terduga, saya selalu merasa betapa kita sebagai manusia dewasa telah berubah banyak karena melupakan betapa manisnya kita dulu ketika masih menjadi seorang bayi yang mungil. Dan seorang anak yang bermain hanya demi permainan itu tanpa mengharapkan kemenangan sebagai sesuatu yang harus sehingga saat kalah kita menjadi sakit hati, dendam dan bahkan sampai membenci lawan yang telah mengalahkan kita. Kemanakah perginya sang bayi dalam diri kita?


Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...