Bulan sabit
buram tersaput awan di langit. Kabut tipis menyelimuti daerah Anduonohu,
Kendari. Fajar belum lagi tiba. Tetapi beberapa ibu muda nampak melaju di jalan
menembus putihnya kabut menuju ke Tempat Pelelangan Ikan untuk membeli ikan
yang nantinya dijual di Pasar Anduonohu. Kulihat wajah-wajah yang penuh
semangat melakukan rutinitas tiap hari itu. Beberapa dari mereka, sambil
mengendarai motor, beriringan dan bercanda dan tertawa lepas di jalan yang
sunyi. Suara mereka mengusik udara subuh yang dingin.
Demikian rutinitas
para ibu penjual ikan yang setiap hari berjualan di pasar, entah hari cerah
atau hujan, demi menghidupi keluarga mereka. Walau aku tak tahu apa yang ada
dalam pikiran mereka, tetapi semangat untuk tetap hidup demikian bercahaya di
wajah yang ceria itu. Setiap hari melakukan hal yang sama, tanpa rasa bosan.
Pantang menyerah. Menempuh jarak yang cukup jauh agar keluarga mereka dapat
tetap bertahan. Demi anak-anak mereka. Demi keluarga mereka. Dan ada yang indah
dalam perjuangan harian mereka. Walau tak terucapkan dengan kata-kata indah.
Tersembunyi di balik tindakan mereka. Bahwa betapapun sulitnya, hidup selalu
punya makna.
Setiap kali
saat aku melihat mereka, aku selalu terpesona. Dan termotivasi. Sungguh, hidup
yang biasa-biasa saja, dengan rutinitas yang seakan tak berujung, tetap patut
kita jalani dengan penuh semangat. Jika kita tahu untuk apa segala perjuangan
itu. “Mereka yang tahu untuk apa hidup, akan mampu bertahan dari segala tantangan”
tulis Nietszhe. “Kita harus
membayangkan Sisifus berbahagia” demikian pula penutup renungan indah dari Albert Camus dalam bukunya Mite Sisifus. Sisifus, yang dikutuk oleh
para dewa untuk mendorong batu besar setiap hari ke puncak bukit, dan
sesampainya di puncak, kembali menggelinding ke bawah untuk didorong naik lagi.
Sebuah pekerjaan yang seakan sia-sia dan tak berujung. Tetapi toh, tak membuat
Sisifus putus asa dan menyerah.
Kita harus
membayangkan Sisifus berbahagia karena dia tahu untuk apa dia melakukan
pekerjaan hukuman itu. Bukan untuk
dirinya saja, tetapi demi orang lain juga. Demi sesamanya. Karena dia telah
mencuri api para dewa untuk dibawa ke dunia manusia. Suatu pengorbanan
sekaligus tanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya. Demikian pula dengan
kita yang setiap hari menjalani rutinitas yang sama. Tanpa ujung. Sampai
waktunya tiba kelak, dan kita dipanggil untuk beristirahat dalam keabadian. Sebelum
itu terjadi, kita menjalani proses kehidupan kita dengan semangat bahwa ada
yang patut untuk diperjuangkan. Ada yang mesti dipertanggung-jawabkan. Dan selalu
ada yang patut untuk dinikmati dan sisyukuri. Setiap hari. Setiap saat. Setiap
waktu.
Tonny Sutedja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar