24 April 2017

SEMANGAT

Bulan sabit buram tersaput awan di langit. Kabut tipis menyelimuti daerah Anduonohu, Kendari. Fajar belum lagi tiba. Tetapi beberapa ibu muda nampak melaju di jalan menembus putihnya kabut menuju ke Tempat Pelelangan Ikan untuk membeli ikan yang nantinya dijual di Pasar Anduonohu. Kulihat wajah-wajah yang penuh semangat melakukan rutinitas tiap hari itu. Beberapa dari mereka, sambil mengendarai motor, beriringan dan bercanda dan tertawa lepas di jalan yang sunyi. Suara mereka mengusik udara subuh yang dingin.

Demikian rutinitas para ibu penjual ikan yang setiap hari berjualan di pasar, entah hari cerah atau hujan, demi menghidupi keluarga mereka. Walau aku tak tahu apa yang ada dalam pikiran mereka, tetapi semangat untuk tetap hidup demikian bercahaya di wajah yang ceria itu. Setiap hari melakukan hal yang sama, tanpa rasa bosan. Pantang menyerah. Menempuh jarak yang cukup jauh agar keluarga mereka dapat tetap bertahan. Demi anak-anak mereka. Demi keluarga mereka. Dan ada yang indah dalam perjuangan harian mereka. Walau tak terucapkan dengan kata-kata indah. Tersembunyi di balik tindakan mereka. Bahwa betapapun sulitnya, hidup selalu punya makna.

Setiap kali saat aku melihat mereka, aku selalu terpesona. Dan termotivasi. Sungguh, hidup yang biasa-biasa saja, dengan rutinitas yang seakan tak berujung, tetap patut kita jalani dengan penuh semangat. Jika kita tahu untuk apa segala perjuangan itu. “Mereka yang tahu untuk apa hidup, akan mampu bertahan dari segala tantangan” tulis Nietszhe. “Kita harus membayangkan Sisifus berbahagia” demikian pula penutup renungan indah dari Albert Camus dalam bukunya Mite Sisifus. Sisifus, yang dikutuk oleh para dewa untuk mendorong batu besar setiap hari ke puncak bukit, dan sesampainya di puncak, kembali menggelinding ke bawah untuk didorong naik lagi. Sebuah pekerjaan yang seakan sia-sia dan tak berujung. Tetapi toh, tak membuat Sisifus putus asa dan menyerah.

Kita harus membayangkan Sisifus berbahagia karena dia tahu untuk apa dia melakukan pekerjaan hukuman itu.  Bukan untuk dirinya saja, tetapi demi orang lain juga. Demi sesamanya. Karena dia telah mencuri api para dewa untuk dibawa ke dunia manusia. Suatu pengorbanan sekaligus tanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya. Demikian pula dengan kita yang setiap hari menjalani rutinitas yang sama. Tanpa ujung. Sampai waktunya tiba kelak, dan kita dipanggil untuk beristirahat dalam keabadian. Sebelum itu terjadi, kita menjalani proses kehidupan kita dengan semangat bahwa ada yang patut untuk diperjuangkan. Ada yang mesti dipertanggung-jawabkan. Dan selalu ada yang patut untuk dinikmati dan sisyukuri. Setiap hari. Setiap saat. Setiap waktu.


Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...