22 Desember 2008

JEANNE

"Aku mau!" serunya, "Aku mau. Siapa yang mengatakan aku tidak mau? Aku mau, mau sekali, tetapi aku tidak mampu....." lanjutnya pula. "Aku tidak mampu......." dan kali ini dia mengatakannya dengan berbisik. Semuanya dalam bahasa daerah kami. Kami semua berdiam diri. Aku menatap pria itu. Wajahnya yang kurus nampak pucat. Kesedihan membayang lewat kerutan yang dalam di dahinya. Matanya basah. Dan ia duduk sambil menautkan kedua telapak tangannya. Dia terisak-isak. Udara yang panas dalam ruangan kecil yang pengap itu tidak mampu menghilangkan gigilan pada tubuhku. "Aku tak mampu....." desahnya lagi.

Saat itu kami berkumpul untuk memperingati hari ketujuh kematian istrinya. Dan setelah berdoa bersama, kami lalu mengobrol dan menanyakan tentang penyakit istrinya yang telah menyebabkan kematiannya. Dia lalu bercerita tentang diare yang dialami wanita itu hingga saat-saat kritis yang lalu membuatnya meninggal. Kami kemudian mempersalahkannya, karena dia tidak mau membawa istrinya segera berobat ke dokter. Dan ternyata, saat itu, dia mengatakan bahwa dia tidak memiliki uang sedikit pun untuk berobat dan menyangka bahwa istrinya hanya menderita diare yang biasa saja. Yang tak disangkanya akan menjadi akhir yang tragis bagi wanita itu.

Aku menyaksikan suasana percakapan kami dengan hati yang pahit. Ya, betapa seringnya kita hanya mempersalahkan seseorang tanpa mau memahami kondisinya. Kita hanya menonton dari jauh, dan hanya melihat tampilan depan kehidupan seseorang tanpa paham dan tanpa mampu untuk larut ke dalam situasi langsung yang dialaminya. Kita menangkap suasana tapi gagal memahami situasi dan kondisi seseorang. Mungkin karena kita enggan untuk ikut campur urusan orang lain. Atau mungkin pula karena kita sendiri tenggelam dalam urusan kita yang juga tak kalah ruwetnya. Tapi demikianlah hidup ini berjalan apa adanya.

Suasana ruang tamu yang suram itu membuat kami tertekan. Dan mereka yang tadinya mempersalahkan pria itu nampak membisu. Kini, apa lagi yang harus kami lakukan? Segalanya telah terjadi. Dan segalanya telah terlambat. Istrinya, wanita yang baik hati itu, yang hampir tak pernah tidak menghadiri pertemuan setiap pekan kami, telah berpulang. Mungkin saat itu kami menyesali ketidak-pahaman kami, ketidak-pedulian kami satu sama lain, namun hidup tetap berjalan terus. Dan, seperti biasanya, waktu yang akan membuat kami lupa pada peristiwa-peristiwa demikian. Karena kami sendiri punya masalah-masalah pribadi yang harus kami hadapi sendiri. Dan harus kami hadapi sendiri. Sendiri.

Inilah satu kenyataan yang tiap kali menerpa akan meninggalkan perasaan betapa tak mampunya kita menghadapi situasi sulit yang sedang dihadapi orang-orang lain. Mungkin karena kita sering berpikir bahwa kesulitan kita sendirilah yang paling berat. Atau kita berpikir bahwa tak usahlah kita terlalu mencampuri urusan orang lain. Atau kita memang tak mau peduli dengan kesulitan orang lain yang akan membuat kita terlibat dalam permasalahan tersebut yang akan membebani hidup kita pula. Apapun juga, semuanya telah terjadi, dan kita seharusnya tidak mempersalahkan orang lain atas kegagalan mereka. Karena kita sendirilah yang ternyata, telah gagal untuk berbuat sesuatu. Karena kita enggan membuat hidup kita terganggu dengan masalah-masalah pribadi sesama kita.

"Aku tidak mampu...." desah pria itu. Ah, kami juga tidak mampu. Ya, kita semua tidak mampu lagi untuk dapat saling memahami, saling berbagi kesulitan dan saling mendukung satu sama lain. Yang bisa kami lakukan hanyalah menuding, mempersalahkan dan menjadikan orang lain sebagai terdakwa atas setiap peristiwa tragis yang telah terjadi. Sebab itulah hal termudah yang dapat kami lakukan. Sebab dengan mempersalahkan orang lain, kami tak perlu ikut terlibat dalam persoalan mereka. Maka kami pun gagal menjadi sesama. Sebab kami telah kehilangan kesamaan. Aku adalah aku. Kamu adalah kamu. Mereka adalah mereka. Semuanya berjalan dengan normal kembali. Normal kembali. Jeanne telah berpulang...

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...