13 Februari 2008

PIGURA

Kau dan aku memiliki sebuah pigura yang indah. Sisi-sisinya yang persegi dihiasi garis keemasan sederhana dengan lekuk mungil disisipi manik-manik indah: putih berkilauan. Kau tahu khan, waktu kau baru saja membeli pigura tersebut di sebuah toko, satu dari antara jejeran toko-toko di Kuta Bali dulu, kau lalu sisipkan foto kita. Wajahmu, wajahku, wajah kita berdua menyatu dalam bayangan suasana sejuk alam yang permai: pegunungan, lembah, pepohonan, sungai yang meliuk-liuk dan mega yang berarak di langit biru, tepat di atas kita. Lihatlah, katamu, dunia menjadi pengiring senyuman kita. Tentu, kau masih ingat juga saat kau letakkan pigura itu pada sebuah meja kecil dekat ranjang kita, aku bertanya padamu: "Untuk apa menyimpan kenangan, Siu?" Dan masih kuingat jawabanmu saat itu, "Mana kita tahu kapan kebahagiaan ini akan lewat. Tetapi kenangan akan selalu abadi." Pigura itu, kini, tiap kali aku terbangun dari tidurku selalu menyapaku liris. Saat hati terasa rawan, kutatapi wajahmu yang tersenyum hingga ketenangan mulai menyentuhku. Waktu terus berlalu dan kini saat-saat kita telah usai: engkau pergi tetapi pigura ini tetap menemaniku di sini.

Lantas, Siu, tahulah aku maknanya menyimpan kenangan. Menjelang dua tahun kepergianmu, hatiku senantiasa merindukan tutur sapamu, senyummu, gerak langkahmu dan pada kelembutan suaramu. Kini semuanya hanya dapat kutemukan pada pigura ini yang mulai menua. Mungkin hal ini tak lagi punya makna buatmu. Tetapi keletihanku menghadapi hidup, semisal aku masih ingin menyimpan rindu ini, adalah mustahil belaka untuk menemukan istirah yang teduh tanpa dirimu. Karena itu, barangsiapa telah membuang kenangan, dia adalah insan tanpa rasa. Sebab itu pula, saat usia yang kian senja ini, sering kukenangi bayang-bayang masa lalu kita. Dengan demikian aku sanggup berdiri tegar karena kutahu bahwa, hidup ini bukanlah satu kesia-siaan.

Paling tidak, masa lampau bersamamu menjadi saksi betapa harapanku mengenai hidup telah menjadi kenyataan bersamamu. Kebahagiaanku hanya karena aku telah berhasil mendampingimu selama engkau dalam penderitaan menghadapi penyakit yang menderamu.

Maka kini kusimpan pigura ini untuk diriku sendiri. Dan bila sepi merayapi hidupku, akan selalu kutatapi pigura ini sambil mengenang engkau. Dulu, saat waktu belum menyisakan kenangan, engkau mendampingiku. Kinipun, setelah kepergianmu, engkau masih menemaniku di dalam pigura yang mulai menua ini, setua cinta kita bersama. Adakah engkau tetap mendampingiku, Siu? Kadang-kadang kutatapi guguran daun willow, menguning di tanah yang gersang. Padahal, lihatlah, betapa indahnya alam yang pernah tersenyum pada kita dulu. Waktu telah lewat dan hanya menyisakan kenangan. Bahkan foto kita di dalam pigura ini pun nampak mulai menguning sebagai bukti bahwa hidup ini tidaklah kekal. Paling tidak, Siu, masa lalu telah kita kunci dalam pigura yang indah ini. Tetapi suatu hari kelak, dan itu pasti, aku tak kuasa lagi untuk menahan tangan-tangan lain yang akan mengambil pigura ini dan melemparkannya ke dalam tempat sampah. Tetapi saat itu pula kita telah menyatu kembali dalam keabadian. Dan kuharapkan itu……………….

Untuk mengenang mendiang istriku, Priska Oktavia Tan Tjong Siu

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...