16 Januari 2009

MAKNA KEHIDUPAN

Ada yang lahir. Ada yang mati. Ada yang datang. Ada yang pergi. Ada yang berbahagia. Ada yang berduka. Namun sebagian besar perjalanan kita berada di antaranya. Sesekali kita mengalami puncak dan sesekali pula kita tenggelam ke dasarnya, namun jauh lebih panjang waktu kita berada di tengah-tengah antara puncak dan dasar itu. Hidup memang demikian teman. Dari awal keberadaan kita di dunia ini, dimulai dengan tangisan kita tetapi diiringi tawa gembira orang tua kita. Maka tangis dan tawa sungguh tergantung pada cara kita memaknai apa itu rasa derita maupun rasa gembira yang kita alami.

Pada hakekatnya, hidup berjalan terus. Kita ada, kita tiada, seakan-akan berhembus tanpa arti. Kita hanya lewat sejenak dalam sejarah yang panjang, mengisinya sekali jalan, lalu pergi bagaikan angin yang berhembus. Lenyap ditelan waktu. Siapakah diri ini? Mengapa aku harus ada? Mengapa aku harus berpikir? Mengapa aku harus mengalami? Mengapa? Ah, tidakkah tanpa mengalami, tanpa berpikir dan tanpa ada, kita tak pernah dapat menikmati rasa bahagia? Dan bukankah tanpa derita dalam kehidupan kita yang singkat ini kita tak dapat memahami kebahagiaan? Hidup memang sudah demikian teman.

Kita ada. Kita dilahirkan. Kita menangis. Kita tertawa. Kita berpikir. Kita mencipta. Kita menjalani kehidupan ini sebagaimana adanya sekarang karena kita sadar bahwa kita ada. Tanpa kesadaran itu, tanpa kemampuan untuk mengalami, memikirkan dan mendalami kehidupan ini, kita tak mungkin bisa tertawa bahagia. Atau menangis sedih. Semua ini adalah bagian dari kehidupan yang berjalan bersama waktu. Dan kita ada dan terlibat di dalamnya, bukan tanpa makna. Kehidupan berjalan justru karena kita sadar bahwa kita ada. Bukankah demikian teman?

Maka saat kau berduka, pikirkanlah masa bahagiamu, karena suatu saat dia akan tiba kembali. Dan saat kau berbahagia, kenanglah masa dukamu, yang mungkin akan tiba lagi. Siapa yang tahu? Siapa yang mampu meramalkan apa yang akan ditemuinya di masa esok? Siapa? Dan jika hari-harimu mulai beranjak menuju petang, jika saat kedua kakimu mulai mudah goyah, dan daya ingatan pun memudar, kenalilah musimmu sendiri. Kita hanya insan yang fana, hidup dalam sepenggal waktu dari panjangnya masa. Dan kita bisa merasa lega. Bahwa saat untuk istirah telah dekat. Dan pastikanlah semuanya telah berjalan dengan baik. Kita telah menjejaki hidup ini dengan sebaik-baiknya daya pikir kita. Dengan sebaik-baiknya talenta yang kita miliki. Apa itu derita dan apa itu kesenangan telah kita lalui, telah kita pahami dan telah kita limpahkan bagi dunia ini. Bagi dunia ini.

Ada pagi. Ada malam. Ada pertemuan. Ada perpisahan. Segala sesuatu ada waktunya. Segala sesuatu ada musimnya. Maka jika ada saat-saat dimana kita merasa demikian pahit, kecewa dan putus asa, saat-saat dimana terasa betapa dunia demikian kelam dan berat menghimpit jiwa kita, akan tiba pula waktunya kita kan bergembira dan merasa amat lega, beban kita akan segera menguap lenyap dan suatu cahaya yang demikian cemerlang mengiringi keberadaan kita. Kita akan melayang kemana angin berhembus. Di tempat dimana Sang Pencipta kita bertahta. Demikianlah makna kehidupan ini, teman. Demikianlah.....

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...