02 Januari 2009

SEBUAH PERTANYAAN BUAT CINTA

Sunyi! Hatiku sunyi. Dan tak seorang pun yang mengenalinya. Tak seorang pun. Aku hidup dalam bayang-bayang malam. Dan seperti malam yang selalu dalam kegelapan, aku pun hidup bersama kegelapan. Tak tahukah kau, betapa tersiksanya hati yang tak punya siapa-siapa yang untuk bercakap? Untuk mengutarakan isi hati? Untuk menuturkan pikiran-pikiran yang melintas dalam kepala ini? Sunyi! Jiwaku sunyi. Sunyi yang berjalan dalam malam, dan tak tahu arah kemana akan menuju.

Lapar! Akalku lapar. Dan tak seorang pun yang mampu menghilangkan kelaparan ini. Sudah kucari engkau ke ujung-ujung pengembaraan hidupku. Sudah kususuri lembah dan gunung. Samudera dan benua. Udara dan daratan. Tetapi yang kutemukan hanya sekedar keping-keping puzzle yang tak berwujud. Dalam laparku, aku mencari engkau untuk memuaskan akalku. Namun engkau tak kutemukan. Dan kau tak juga datang. Tak juga datang.

Haus! Jiwaku haus. Dan tak seorang pun yang datang memberiku minum. Rasa haus membuatku kehilangan daya untuk berpikir. Dahaga dalam akal. Dahaga dalam rasa. Dimanakah tetesan embun yang dulu pernah kau tawarkan? Dimanakah mata air yang dulu kau janjikan? Lenyap, semua telah lenyap. Lihat, aku dahaga kini. Dahaga menantimu. Dahaga mengharapkanmu. Mengapa aku harus menanti? Mengapa engkau mesti menunggu?

Dingin! Tubuhku dingin. Dan tak seorang pun yang mampu membalutnya. Dengan menggigil kutanggung hidup ini seorang diri. Entah dalam derita macam apa kulangkahi detik demi detik. Dingin menjalari seluruh tubuhku. Dari kepala ke kaki. Dari kulit luar ke detak jantungku. Aku mencari tetapi tak menemukan. Aku meminta tapi tak diberi. Aku mengetok tapi tak seorang pun yang datang membukakan pintu bagiku. Dengan tubuh menggigil, aku berdiri di luar, mengharap-meminta-mengetok-merengek di pintumu. Tetapi hanya sunyi yang menjumpaiku. Sunyi yang dingin!

Takut! Aku takut. Aku takut dengan sunyi dan dingin ini. Dengan rasa lapar dan haus ini. Aku takut terjerembab ke dalam lumpur. Namun dengan menggeliat-geliat kesakitan dalam kerinduan padamu, dan terus menerus mengharap adamu, yang hadir hanya kekecewaan. Kekecewaan demi kekecewaan. Yang hadir cuma kekecewaan. Dan ketika kekecewaan sedemikian menyelubungi hidupku, bersama sunyi dan dingin yang menggigilkan ini, endapan lumpur yang hangat terasa amat menggoda. Demikian menggoda.

Lalu dimanakah engkau? Mengapa dalam bayang gelap engkau tak hadir? Mengapa dalam sunyi yang mencengkram jiwaku, engkau tak menemani? Mengapa dalam lapar dan hausku, engkau tak memuasiku? Mengapa dalam dingin yang menikam jiwaku, engkau tak membalutku? Mengapa dalam ketakutan dan kesesatanku, engkau tak datang juga? Mengapa? Mengapa? Kemanakah harus kucari engkau? Kemanakah? Kemana?

Langit hanya diam. Bumi turut membisu. Dalam sunyi, dalam lapar dan haus, dalam dingin dan ketakutanku, semua terasa sepi. Sepi menikam jantung. Sepi menikam hidup. Sepi tak terjawab. Lalu aku tersadar dari lamunan singkat ini. Aku bangkit berdiri dan menghirup udara, menghirupnya dalam-dalam, dan merasakan kesegaran mengisi dadaku. Bertanya-tanya dalam hati. Perlukah aku dijawab? Perlukah dia menjawab? Bukankah jawabannya dengan mudah kutemukan dalam hidupku sendiri? Bahwa apa yang sedang kulakukan saat ini, apa yang sedang kualami saat ini, apa yang sedang kurasakan saat ini, itulah jawaban dari semuanya.

Sebab kau ada dalam aku. Kaulah sunyi itu. Kaulah lapar dan hausku. Kaulah dingin dan rasa takutku. Sebab kaulah aku. Dan karena itu, tak kucari kemana pun akan kutemui kau. Dan kau bersamaku selalu. Bersamaku selalu. Cinta yang membawaku berjalan menyusuri kegelapan jiwaku. Cinta yang membagi kesunyiannya dalam kesunyianku. Cinta yang ikut merasa lapar dan haus saat aku mengalaminya. Cinta yang menggigil kedinginan dan ikut khawatir saat aku merasa sakit dan kecewa. Cinta adalah aku, aku yang sering tak kukenali. Yang sering kutinggalkan sepi sendiri. Dan kami saling terasing satu sama lain dalam kelekatan yang demikian menyatu: Hidupku sendiri!

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...