09 Januari 2009

SAAT HUJAN TURUN

Hujan turun sepanjang siang. Deras. Disertai petir dan guruh. Di emperan tempat deretan rumah toko yang berjejeran di sepanjang jalan sulawesi, aku melihat sepasang remaja sedang berteduh. Mereka duduk di atas sadel motor sambil bercengkerama. Dan menikmati sebungkus coklat yang mereka bagi bersama. Di samping mereka, kulihat seorang wanita tua, sedang jongkok sambil tangannya membongkar-bongkar buntalannya, lalu mengambil sebungkus makanan yang nampak hasil dari aneka macam hidangan yang telah terbuang, lalu dikumpulkannya, menjadi suatu jenis hidangan baru yang kini dinikmatinya dengan enak.

Di sekitar mereka, lalu lalang orang-orang, beberapa dengan membawa payung agar terhindar dari basah, beberapa lain tapi tak banyak, acuh tak acuh menerobos derasnya hujan dengan memakai jas pelindung. Mobil, motor, becak, pejalan kaki berseliweran dibawah derasnya hujan. Semua nampak bergegas. Namun sepasang remaja itu seakan tak memperdulikan waktu. Dan orang yang lalu lalang di seputarnya. Mereka bercakap dan saling bercakap, hidup ini memang penuh dengan topik yang takkan habis diperbincangkan. Sementara wanita tua itu pun asyik menikmati bungkusan makanan campur yang dikumpulkannya sambil mengais-ngais dari tempat sampah. Sendirian.

Aku terpana menyaksikannya. Padahal, beberapa jam yang lalu, aku berada dalam situasi panas perdebatan satu keluarga mengenai harta yang mereka perebutkan. Harta, untuk apakah? Kebahagiaan seseorang sesungguhnya tidak pernah tergantung pada berapa banyak yang dimilikinya. Kebahagiaan kita tergantung pada bagaimana cara kita menikmati milik kita sendiri. Aku terkenang pada satu keluarga lain yang memiliki sebuah rumah yang amat besar dan mewah. Namun nyaris sepanjang hidup, mereka hanya berada di satu ruangan yang sama. Sementara ruang lain di rumah itu tertinggal hampa tanpa tersentuh.

Hujan turun amat deras. Genangan air mulai naik di sisi-sisi jalan itu. Namun sepasang remaja itu seakan tak peduli. Dan wanita tua itu pun tak peduli. Mereka tenggelam dalam dunia masing-masing. Aku melihat mereka. Aku melihat ke sekelilingku juga. Pada orang-orang yang berseliweran entah akan kemana. Dan aku sadar, betapa kita masing-masing hidup di dunia yang satu ini, sambil membawa dunia kita sendiri. Demikian jauh, tak tersentuh. Demikian asing, tak dikenali. Dan aku pun hidup dalam dunia dan alam perasaanku sendiri pula. Kita masing-masing tenggelam dalam kenikmatan masing-masing. Jauh. Asing. Semuanya ada dalam hati kita. Dalam perasaan kita.

Hari makin siang. Dan hujan kian menderas. Langit kelabu sesekali diseling cahaya kilat dan suara guruh. Jalan sulawesi tetap ramai dan terkadang tersendat akibat kendaraan yang parkir akan bergerak. Semuanya bergerak apa adanya. Kehidupan bergerak apa adanya. Udara yang cukup dingin ini membuatku tersadar. Betapa sianya semangat hidup yang hanya bergerak untuk terus mencari dan memperjuangkan materi tanpa kita mampu menikmatinya. Betapa kita sering hanya dapat mempertontonkan apa yang kita miliki, tanpa kita sendiri bisa mempergunakannya. Hidup kita ini hanya sebatas pada apa yang dapat raih dalam jangkauan tangan. Tetapi kita ingin menguasai dunia. Kita ingin menguasai segalanya. Tetapi mampukah kita menghentikan hujan?

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...