14 Mei 2009

PERJALANAN

Siang ini matahari bersinar amat terik. Bumi nampak kering dan gersang. Satu dua pohon yang tumbuh di tepi jalan nampak merangas. Dan saat kendaraan kami melintas, debu mengepul bersama asap knalpot ke udara. Hamparan sawah yang melintas di sepanjang perjalanan ini nampak hampa. Tak ada angin. Tak ada tanda kehidupan. Kami seakan menjadi satu-satunya benda asing yang bergerak diantara panorama yang diam beku. Jalan nampak lurus ke depan. Tanpa ujung. Tanpa ujung.

Di dalam bus yang kutumpangi menuju Sinjai, para penumpang tenggelam dalam hidup mereka masing-masing. Wajah-wajah yang letih. Wajah-wajah yang menyiratkan ketidak-pedulian pada apapun juga. Seakan masing-masing menyimpan beban berat dalam hati mereka. Dalam hidup mereka. Aku memandang berkeliling dan menyaksikan suatu pemandangan yang membosankan. Suatu pemandangan tanpa arah. Tanpa makna. Tanpa tujuan. Dan tanpa ujung. Tanpa ujung.

Sayup-sayup, dari speaker yang bersuara sumbang, terdengar nada lagu dari Ebiet G Ade. "...Perjalanan ini, terasa sangat menyedihkan..." Ah, akan kemanakah aku saat ini? Aku merasa kesepian. Tak ada yang dapat kuajak berbincang. Tak ada yang mau bertukar kata. Terasa hidup, bagi kami, sudah sedemikian menghimpit rasa dan akal kami, sehingga tak ada waktu untuk memikirkan hal-hal lain selain dari diri kami sendiri. Udara pengap. Bus melaju. Tanpa pendingin udara. Debu mengepul memasuki kaca jendela yang terbuka lebar. Penjelajahan kami tanpa ujung. Tanpa ujung.

Terik. Pengap. Bau keringat menyergap bersama aroma aneka macam barang bawaan kami. Dengan perasaan letih, aku memejamkan mataku. Berusaha untuk tidak berpikir. Berusaha untuk melupakan apa yang nampak di sekelilingku. Mengambil jarak antara kenyataan dengan khayalanku. Mencoba menikmati hidupku sendiri. Menikmati keletihanku. Menikmati kebosananku. Bus berguncang dan terus berguncang. Sesaat terasa seakan aku berada seorang diri di dunia yang telah mati. Seorang diri di tengah kekosongan hidup. Siang menuju ke Sinjai adalah suatu perjalanan tanpa ujung. Tanpa ujung.

Dengan perlahan, aku mencoba untuk melupakan perasaanku. Aku mencoba untuk mengosongkan pikiranku. Aku mencoba untuk melupakan segala apa yang sedang terjadi. Pada akhirnya aku harus menerima kenyataan yang telah terjadi. Dan apapun yang telah terjadi, yang bisa kulakukan hanyalah mencoba untuk menikmatinya. Rasa sepi dan bosan. Rasa hampa dan tak bermakna. Semuanya berawal dan berakhir dalam diriku sendiri. Dan aku sadar, bahwa perjalanan ini sesungguhnya akan menuju dan kelak tiba di suatu titik tujuan tertentu. Hidup bukannya tanpa ujung. Tujuan menjelang tiba. Saat itu, ya saat itu, dapatkah aku berkata bahwa apa yang saat ini seakan tanpa ujung, hanyalah suatu ilusi belaka? Hanya sebuah ilusi?

Aku. Kami. Kita. Dapatkah perjalanan hidup yang sedang dialami ini menyatukan semuanya? Bagai keping-keping puzzle, gambaran apakah yang kelak akan nampak saat ia membentuk suatu keutuhan di tujuan kehidupan kita? Kebenaran siapakah yang kelak akan membuktikan dirinya sendiri? Penderitaan. Kesepian. Kebosanan. Situasi. Dimanakah kita berada saat ini? Suatu perjalanan bersama kita lakukan. Suatu perjalanan bersama namun sering tanpa kebersamaan. Kita mencari dan tak menemukan. Kita meminta dan tak diberikan. Kita mencoba menjadi utuh namun hanya ada kepingan-kepingan yang berserakan. Puing-puing yang berupaya disatukan namun seringkali hanya kegagalan yang terjadi. Karena kita tenggelam dalam diri kita masing-masing. Kita lelap dalam hidup kita masing-masing. Kita mengangkat beban hidup kita dan tak mampu membaginya. Kita. Kami. Aku.

Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...