Selasa
16 Juli 2013 dinihari. Hujan deras mengguyur bumi. Aku memandang ke
genangan air yang terus merayap menuju teras rumahku. Banjir merendam
separuh kota. Dan dengan penuh kekhawatiran, namun tak mampu berbuat
apa-apa, aku hanya dapat menunggu walau tetap berharap agar
ketinggian air tak mencapai dan memasuki rumah. Sementara itu,
sekelompok orang telah mulai mengungsi dari lorong-lorong di jalan
seputaranku karena air telah mencapai ketinggian dada orang dewasa.
Sambil membawa buntalan-buntalan barang yang dapat mereka angkat.
Udara masih gelap. Dan hujan terus menderas.
Perlahan,
ketika cuaca mulai terang. Dan pagi tiba. Bergeraklah belasan orang
untuk membantu mereka yang masih terperangkap banjir. Dengan satu
perahu karet dan satu biduk kecil, mereka mengungsikan wanita, bayi
dan orang-orang tua yang tak berdaya menerobos arus air yang deras.
Serta hembusan angin yang cukup kencang. Bencana selalu memunculkan
wajah-wajah yang tak bernama namun berparas malaikat. Mereka yang
melupakan kepentingan sendiri demi untuk menyelamatkan sesama. Mereka
yang bergerak secara spontan dan tanpa pamrih. Mereka yang terpanggil
untuk hidup dalam kebersamaan dan kekompakan.
Dan
tiba-tiba, dalam kesesakan dan kesendirian, kita tersadarkan bahwa
walau kita mungkin kesepian tetapi kita tak pernah sendirian. Bahwa
dalam kesusahan dan kesulitan bagaimana pun, selalu ada ruang untuk
memaknai sebuah bencana. Harapan takkan pernah hilang. Harapan selalu
ada. Kita hanya perlu untuk menyadari betapa kemanusiaan kita adalah
sama. Dan sebagai manusia, sadar atau tidak, kita memiliki kemampuan
untuk saling berbagi. Saling membantu. Saling memperhatikan. Sehingga
kita tidak pernah kehilangan diri kita sendiri dalam dunia yang
seakan-akan tanpa kepedulian ini. Banjir saat ini adalah musibah
tetapi sekaligus adalah mujizat yang membuat hidup menjadi nyata.
Genangan
air yang mengelilingi lingkungan ini membuat kami terpencil tetapi
tidak sendirian. Membuat kami merasa sedih tetapi tidak kehilangan
gelak tawa. Membuat kami merasa tak berdaya tetapi bukannya tidak
mampu. Dan lihatlah, saat kelompok orang-orang dewasa saling bertukar
kisah, kelompok bocah-bocah kecil nampak riang gembira bermain dalam
air yang coklat dan di bawah tetesan air hujan. Tertawa riang. Maka
siapa yang dapat mengatakan bahwa sebuah musibah adalah akhir dari
segala-galanya, perlu merenung kembali. Kita memang sering merasa
sendirian tetapi tak pernah sendiri. Tidak seorang diri.
Tonny
Sutedja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar