25 Juli 2013

BANJIR

Selasa 16 Juli 2013 dinihari. Hujan deras mengguyur bumi. Aku memandang ke genangan air yang terus merayap menuju teras rumahku. Banjir merendam separuh kota. Dan dengan penuh kekhawatiran, namun tak mampu berbuat apa-apa, aku hanya dapat menunggu walau tetap berharap agar ketinggian air tak mencapai dan memasuki rumah. Sementara itu, sekelompok orang telah mulai mengungsi dari lorong-lorong di jalan seputaranku karena air telah mencapai ketinggian dada orang dewasa. Sambil membawa buntalan-buntalan barang yang dapat mereka angkat. Udara masih gelap. Dan hujan terus menderas.

Perlahan, ketika cuaca mulai terang. Dan pagi tiba. Bergeraklah belasan orang untuk membantu mereka yang masih terperangkap banjir. Dengan satu perahu karet dan satu biduk kecil, mereka mengungsikan wanita, bayi dan orang-orang tua yang tak berdaya menerobos arus air yang deras. Serta hembusan angin yang cukup kencang. Bencana selalu memunculkan wajah-wajah yang tak bernama namun berparas malaikat. Mereka yang melupakan kepentingan sendiri demi untuk menyelamatkan sesama. Mereka yang bergerak secara spontan dan tanpa pamrih. Mereka yang terpanggil untuk hidup dalam kebersamaan dan kekompakan.

Dan tiba-tiba, dalam kesesakan dan kesendirian, kita tersadarkan bahwa walau kita mungkin kesepian tetapi kita tak pernah sendirian. Bahwa dalam kesusahan dan kesulitan bagaimana pun, selalu ada ruang untuk memaknai sebuah bencana. Harapan takkan pernah hilang. Harapan selalu ada. Kita hanya perlu untuk menyadari betapa kemanusiaan kita adalah sama. Dan sebagai manusia, sadar atau tidak, kita memiliki kemampuan untuk saling berbagi. Saling membantu. Saling memperhatikan. Sehingga kita tidak pernah kehilangan diri kita sendiri dalam dunia yang seakan-akan tanpa kepedulian ini. Banjir saat ini adalah musibah tetapi sekaligus adalah mujizat yang membuat hidup menjadi nyata.

Genangan air yang mengelilingi lingkungan ini membuat kami terpencil tetapi tidak sendirian. Membuat kami merasa sedih tetapi tidak kehilangan gelak tawa. Membuat kami merasa tak berdaya tetapi bukannya tidak mampu. Dan lihatlah, saat kelompok orang-orang dewasa saling bertukar kisah, kelompok bocah-bocah kecil nampak riang gembira bermain dalam air yang coklat dan di bawah tetesan air hujan. Tertawa riang. Maka siapa yang dapat mengatakan bahwa sebuah musibah adalah akhir dari segala-galanya, perlu merenung kembali. Kita memang sering merasa sendirian tetapi tak pernah sendiri. Tidak seorang diri.


Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...