30 Juli 2013

HAKIM

"All that is very well," answered Candide, "but let us cultivate our garden." (CandideVoltaire)

Di suatu pagi yang berkabut, aku berjumpa dengan seorang teman lama di sebuah kafe, dalam suatu pertemuan yang telah kami rencanakan sebelumnya. Dan sebagaimana sebuah reuni dengan sahabat lama, kami duduk bersama sambil mengobrol banyak hal. Bercerita tentang masa lalu, juga tentang sahabat-sahabat lama kami dengan situasi dan kondisi mereka masing-masing sekarang. Seakan hari kemarin baru saja lewat. Seakan tak ada yang berubah dalam perjalanan waktu.

Tetapi tentu saja tak ada yang sama lagi. Hari kemarin telah berlalu. Bagai sebuah mimpi indah. Dalam kenangan yang bersembunyi di balik kabut hari ini. Demikianlah, kami berkisah tentang seorang sahabat yang dulu kami kenal sebagai seorang yang baik, yang lembut dan penuh perhatian, saat ini ternyata sedang mengalami gejolak dalam rumah tangganya dan sedang diambang perceraian. Hidup yang dulu nampak lembut, ternyata menyimpan kekerasan yang tak terpikirkan sebelumnya.

Mengapa seseorang dapat berubah demikian drastis? Mengapa kita seolah-olah menjadi permainan nasib? Perasaan atau pemikiran kitakah yang menguasai hidup ini? Apa yang membuat kita menjadi lain, dan berbeda dari hari kemarin? Waktu memang berganti dan kita semua pun berubah. Tetapi barangkali soalnya tidaklah sesederhana itu. Situasi dan kondisi yang berbeda dengan kita turut mempengaruhi keputusan-keputusan setiap individu. Dan sering, kita yang tidak terlibat di dalamnya, terseret oleh perasaan kita untuk menjadi hakim yang seolah-olah adil dan benar. Sayangnya, kita ternyata mengukur sesama kita dengan ukuran diri kita. Ukuran yang jelas berbeda karena bukan kitalah yang menjalani hidup yang harus mereka hadapi setiap hari. Mereka, bukan kita yang setiap saat menjelajahi kesedihan dan kepahitan perasaannya.

Semuanya baik, tetapi mari kita mengolah kebun kita sendiri” kata Candide dalam novel satiris tulisan Voltaire, seorang sastrawan Perancis ternama (21 Nopember 1694 - 30 Mei 1778). Setiap orang menjalani hidupnya masing-masing. Setiap orang memiliki ukrannya masing-masing. Apa yang telah dan sedang kita hadapi, apa yang menjadi godaan dan hambatan dalam kehidupan ini, apa pun yang dialami setiap individu, adalah baik adanya. Namun, walau baik atau nampak baik, keputusan dan tindakan yang kita masing-masing jalani, tidaklah akan sama. Sebab itu, memang tidak layak kita menjadi hakim atas sesama kita. Mereka dan bukan kita yang terlibat secara langsung dalam pengalaman itu. Bukan kita.

Maka di pagi yang berkabut ini, kami bertutur dengan kesadaran bahwa pengalaman kami yang berbeda tidaklah layak membuat kami menjadi hakim atas orang lain. Bahkan dalam pengalaman yang sama pun, tidak pernah akan serupa dalam pemikiran dan perasaan kami. Tidak pernah akan sama. "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.” (Mat 7: 1-2).


Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...