25 Juli 2013

BERUBAH

Dapatkah orang diubah?
Dapatkah dunia diperbaharui?

Demikian sebuah cuplikan tanya dari drama karya Bertolt Brecht (10 januari 189814 agustus 1956) seorang penulis Jerman. Drama indah itu bertutur tentang seorang yang awalnya sangat baik hati, jujur dan pemurah yang dikaruniai berkat melimpah oleh para dewa dengan kekayaan tetapi kemudian menghilang dan kembali menjadi sosok yang culas, pelit dan egois. Perubahan terjadi karena sebagai seorang yang baik, Shen Te, kebaikannya ternyata dimanfaatkan secara sangat berlebihan sehingga terkadang dia berubah menjadi kurban yang mesti dibantu, bukannya yang membantu. Karena tidak tahan lagi terhadap perbuatan dan kelakuan orang-orang yang dibantunya, suatu hari dia menghilang dan kembali menjadi sosok lain, Shui Ta yang kali ini bersifat sangat bertentangan dengan Shen Te. Culas, pelit dan penuh perhitungan.

Dapatkah orang diubah? Dapatkah dunia diperbaharui?” demikian tanya sang tokoh dalam drama yang menakjubkan itu. Mengapakah kebaikan seringkali harus mengalami hasil yang pahit? Mengapakah kejujuran seringkali membuat hidup menjadi tersisih, dan kemurahan dimanfaatkan oleh orang-orang yang tak layak sehingga sering merugikan mereka yang baik hati? Apakah hidup ini memang harus culas, pelit dan tak berbelas kasih terhadap sesama untuk dapat tetap eksis? Dan setiap kebaikan dan ketulusan hanya akan mendatangkan kekecewaan dan sakit hati? Dalam kenyataan, inilah yang sering kita jumpai saat ini. Ketika kejahatan menjadi pahlawan. Ketika kekerasan menjadi kebenaran. Hidup seakan-akan dipenuhi dengan pemaksaan kehendak, pengingkaran diri dan kehausan ambisi. Dapatkah orang diubah? Dapatkah dunia ini diperbaharui?

Tetapi barangkali soalnya bukanlah pada dapatkah merubah orang. Bukan pula pada apakah dunia ini bisa diperbaharui. Tetapi patutlah kita bertanya pada diri kita masing-masing: “Maukah kita berubah?” Niat kita sendirilah yang dapat membuat dunia menjadi baru. Niat untuk percaya pada kebaikan. Percaya pada kejujuran. Percaya bahwa ketulusan, bagaimana pun hasil yang akan kita peroleh, selalu punya makna dalam hidup ini. Sebab nampaknya, kebaikan, kejujuran dan ketulusan selalu berarti pengurbanan diri. Selalu berarti bahwa hasil tidaklah menjadi yang paling utama, namun proses yang kita lalui menuju apa yang kita harapkan itulah yang membuat hidup menjadi berguna. Menjadi bermakna.

Setiap kebaikan memang pada akhirnya selalu mengandung pengurbanan. Pengurbanan yang terkadang bukan hanya kedudukan, materi atau kekuasaan tetapi juga hidup kita sendiri. Sama seperti yang telah dijalani oleh Yesus. Walau kadang kita tenggelam dalam perasaan putus asa dan kekecewaan yang dalam akibat dari apa yang kita alami, kita harus selalu yakin bahwa hidup sungguh tidak hanya bergantung pada saat sekarang tetapi akan ada harinya dimana segala penderitaan kita akan usai dan kelak kita akan menemukan kegembiraan yang sungguh tak terbayangkan. Setiap niat baik pasti tidak akan kehilangan makna. Tidak akan.

Dapatkah orang diubah? Dapatkah dunia diperbaharui?” Dapat, tentu saja. Jika kita mau mengubah diri kita, dunia pun akan menjadi baru. Sebab sesungguhnya dunia adalah keberadaan kita sendiri dalam hidup yang sedang kita jalani. Sebab sepercik cahaya yang paling kecil pun yang kita berikan kepada dunia akan selalu bercahaya di malam yang pekat. Tanpa keberadaan kita, dunia tidak akan ada. Tidak akan ada. Demikianlah...


Tonny Sutedja

Tidak ada komentar:

HIDUP

    Tetesan hujan Yang turun Membasahi tubuhku Menggigilkan Terasa bagai Lagu kehidupan Aku ada   Tetapi esok Kala per...