Terkadang aku
merenung, adakah zona tanpa waktu? Zona tanpa perubahan? Zona dimana
segala sesuatu tetap dan kekal dalam kemurnian dan kedamaian yang tak
pernah bergejolak? Mungkin ada. Dalam kekudusan setelah hidup ini
usai. Tetapi adalah mustahil untuk menemukannya di dunia yang nyata
ini. Sebab hidup tidaklah sempurna. Seberapa kuat pun kita
menghasratkan itu. Manusia bukanlah mahluk yang sempurna. Setiap
pengalaman selalu akan membawa kita ke perenungan betapa sering hidup
ini ternyata mengecewakan, penuh kepahitan dan ketidak-adilan. Bahkan
kita pun pernah melakukan ketidak-jujuran bahkan terhadap diri
sendiri sekali pun.
Maka mereka
yang memaksakan kondisi yang tanpa cacat adalah mereka yang tidak
memahami hidup. Dan bukan hanya tidak memahami hidup tetapi juga
dapat berbuat tindakan yang tidak adil walau seakan-akan dirinya
merasa itulah kebenaran yang utama. Kita hadir bersama kekuatan untuk
mengubah diri kita, tidak hanya mengubah orang lain saja. Justru
kekuatan untuk merubah diri sendirilah yang akan mengubah orang lain,
bukannya dengan kekuatan mengubah orang lain sementara kita sendiri
menolak untuk berubah. Teladan kebenaran seharusnya berawal dari
hidup kita. Bukan dari sikap orang lain.
Apa gunanya
hidup yang tanpa tantangan? Apa artinya hidup yang tanpa hambatan?
Tidakkah justru dalam perjuangan, baik dalam hati, sikap dan hidup
inilah yang akan menentukan pemenuhan makna keberadaan kita? Betapa
membosankannya hidup jika semua seakan-akan sudah ada, sudah baku dan
sudah berjalan sebagaimana mestinya. Tidak. Hidup indah justru karena
kita sadar bahwa ada hambatan yang mesti kita hadapi. Ada kekecewaan
yang mesti kita jalani. Ada penyakit yang mesti kita derita. Tanpa
itu semua, hidup menjadi monoton dan penuh kepastian yang sama sekali
tidak membuat kita bergulat dengan diri sendiri.
Manusia
berkembang dengan dan dalam dirinya sendiri. Manusia menghadapi hidup
dan penjelajahan pengalamannya sendiri. Kita tidak perlu bersedih
karena orang lain ternyata berbeda dari diri kita. Kita justru harus
bersyukur atas perbedaan itu. Karena pada akhirnya, semua perbedaan
itu akan memunculkan diri kita sebagaimana adanya. Kita bukan robot
yang seragam. Kita bukan manusia mesin dengan satu program tunggal
yang menjalankan pergerakannya secara serentak dan baku. Bukan. Kita
masing-masing hidup bersama pikiran yang unik dan khas milik kita.
Dan kita tak bisa dan tak mungkin memaksakan pikiran kita kepada yang
lain. Apalagi dengan kekerasan atau malah dengan mematikan. Jika
demikian, kita menjadi sosok yang hanya hidup untuk diri kita saja.
Jika demikian,sia-sia saja segala pemujaan kita kepada Sang Pencipta.
Sungguh sia-sia dan tak berguna.
Tonny
Sutedja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar